Ke esokan paginya.
Di Apartement, terlihat Kania sudah berpakaian rapi dan siap untuk berangkat bekerja. Sedangkan Nara masih bergelut dengan selimut tebal yang menutupi seluruh tubuhnya.
"Kenapa kau hebat sekali, Kania." Kata Nara yang tengah terbaring dengan selimut tebalnya seraya melihat Kania yang tengah bersiap untuk pergi.
"Hebat bagaimana maksudmu, Nara?" Tanya Kania.
Nara membuka selimutnya lalu duduk disisi tempat tidurnya. "Dulu kau bekerja sebagai kepala pelayan di rumah tuan Reiner dan sekarang kau bekerja di perusahaan besar. Bukankah itu sangat hebat?" Kata Nara yang merasa dirinya tidak unggul di bandingkan Kania.
Kania menggeleng senyum lalu menarik pelan hidung mancung dari sahabatnya itu. "Aku bisa bekerja menjadi kepala pelayan dirumah tuan Reiner dan sekarang bisa bekerja di perusahaan besar itu karena dulu aku memiliki tingkat pendidikan yang baik, Nara."
Nara terdiam dengan menundukkan kepalanya. Jujur saja, ia merasa sangat iri dengan Kania. Jika dia juga pintar seperti Kania, mungkin ia tidak akan pernah tertipu oleh cinta palsu dari seorang Reiner Alexander.
"Hey." Kania menyentil pipi Nara dan gadis itu langsung mendongak menatap Kania yang masih berdiri di hadapannya itu.
"Jangan memikirkan hal bodoh apapun. Kau sangat cantik, bahkan dengan kecantikanmu itu kau sudah sempat merasakan menjadi kekasih dari seorang tuan Reiner Alexander. Ya, meski akhirnya harus berujung--"
"Kenapa aku tidak terpikirkan hal itu sejak awal." Kata Nara menyela ucapan Kania.
"Hum?" Kania menatap Nara dengan tanya.
"Sekarang pergilah dan aku akan memulai peranku sebagai wanita penggoda pagi ini." Kata Nara.
"Nara, kau jangan macam-macam." Ucap Kania dengan nada sedikit mengancam.
Nara menekan kedua pipi Kania sampai membuat bibir gadis itu memoncong kedepan dengan lucu. "Jangan meremahkanku dan menganggapku sebagai gadis polos lagi, Kania. Karena aku bukanlah Nara yang dulu, maka akan ku gunakan kecantikanku ini untuk benar-benar bisa mempermainkannya."
Kania melepas kedua tangan Nara dari pipinya dan Nara pun menunjukkan senyum lebar di hadapan sahabatnya itu.
"Apa yang akan kau lakukan, Nara? Ingat, Melly adalah wanita yang sudah membuatmu kehilangan bayimu. Jadi aku minta kau ja--"
"Aku tau, Kania. Sekarang cepat pergilah atau kau akan terlambat." Nara mendorong Kania mengeluarkannya dari kamar agar sahabatnya itu lekas pergi untuk bekerja.
"Nara, ingatlah untuk menjaga dirimu dengan baik dan jangan sampai kau terlena lagi oleh tuan Reiner atau--"
Brak!
Belum selesai Kania bicara, Nara sudah menutup pintu kamarnya begitu saja bahkan menguncinya untuk memastikan jika Kania tidak akan lagi masuk untuk banyak bicara.
"Nara, ingat lah kata-kataku...!" Teriak Kania dari luar kamar.
"Iya aku mengerti, Kania...!" Jawab Nara dengan teriakan yang lebih keras lagi.
Meski sejujurnya Kania merasa sangat khawatir dengan apa yang akan di lakukan oleh Nara, tapi kali ini ia mencoba untuk mempercayakan hal itu pada Nara sendiri.
Kania pun akhirnya pergi meninggalkan Nara sendiri di Apartement. Dan setelah memastikan Kania sudah pergi, Nara pun langsung berteriak dan menari kegirangan.
Dengan cepat gadis itu pun kemudian bergegas untuk mandi dan menyiapkan diri untuk pergi. Setelah selesai mandi ia pun kemudian memakai pakaiannya lalu bersolek dengan make up untuk semakin mempercantik dirinya.
"Siapa yang akan menyangka jika pagi ini aku akan mulai bekerja di perusahaan besar milik tuan Reiner Alexander." Ucapnya seraya melukiskan lipstik di bibirnya.
Ya, benar sekali. Ternyata diam-diam Nara sudah mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan besar milik Reiner, Entah siapa yang membantunya dalam hal itu dan entah bagaimana cara ia dengan mudah mendapat pekerjaan tersebut.
Terlebih lagi pekerjaan yang ia dapatkan adalah menjadi sekertaris pribadi dari sosok pria yang sudah pernah dengan tega dan jahat menyakiti hatinya. Siapa lagi pria itu jika bukan, Reiner Alexander. Seorang putra tunggal dan seorang pewaris tunggal dari perusahaan besar R Xander Group.
Setelah semuanya siap, gadis itu pun kemudian bergegas pergi ke perusahaan tersebut. Sesampainya disana dengan perasaan yang tidak karuan dan dengan jantung yang berdegup dengan sangat kencang tentunya, ia melangkah menuju sebuah ruangan yang di pastikan itu adalah ruangan dari calon atasannya.
Tak sedikit dari mereka yang ada di perusahaan itu untuk tidak menatap kedatangan Nara. Sangat cantik bukan? Begitu lah yang di lihat para pegawai di perusahaan itu.
Saat Nara yang untuk pertama kalinya datang keperusahaan itu merasa kebingungan lantaran belum tau dimana ruangan seorang presdir dari pemilik perusahaan tersebut.
Sampai kebingungannya itu pun terjawab saat sebuah tangan menepuk pundaknya dari belakang. "Hey, Nara."
Nara dengan kaget langsung memutar tubuhnya melihat kebelakangnya. "Ziva, kau mengejutkanku." Kata Nara.
"Kau pasti sedang mencari ruangan presdir Reiner, kan?" Tanya Ziva lalu Nara dengan cepat pun mengangguk.
"Ayo, aku akan tunjukan padamu." Ziva menarik tangan Nara naik kelantai 7 mengantarnya ke ruangan Reiner.
Sesampainya di lantai 7, lantas Ziva menunjukkan pintu ruangan Reiner berada. "Lihat itu."
Nara melihat apa yang di tunjuk oleh Ziva. Ya, terdapat beberapa pintu yang ditunjukan oleh Ziva yang tentu membuat Nara kebingungan.
"Hitung dari pintu itu mulai dari hitungan ke satu sampai ke sembilan, maka kau akan menemukan ruangan presdir Reiner." Kata Ziva.
"Ziva, apa kau gila? Bagaimana kalau salah?"
Tatapan kebingungan yang menyebalkan. Begitulah kira-kira ungkapan kata yang ada di hati Ziva. "Kenapa kau ini bodoh sekali, Nara. Saat kau ada di pintu nomor sembilan, nanti di pintu itu akan terdapat tulisan nama ruangan presdir Reiner Alexander." Kata Ziva dengan geram dan gemas lantaran Nara yang tidak mengerti juga.
'Haiihh... kenapa kau tidak mengatakannya sejak awal, Ziva? Kalau kau mengatakan sejak tadi kan aku bisa--"
Belum selesai Nara bicara, Ziva dengan cepat menutup mulut Nara menggunakan telapak tangannya. "Cepat pergi atau kau akan terlambat untuk melakukan misimu itu."
Nara mengangguk cepat lalu Ziva pun melepaskan tangannya dari mulut Nara. "Berjalan dengan baik dan uraikan rambut seksimu itu lalu," Ziva menarik wajah Nara dan menatapnya dengan dekat.
"Berikan tatapan nakal padanya." Ucap Ziva dengan lirih namun terdengar mengerikan.
"Kau mengerti, Nara?" Nara mengangguk cepat kemudian Ziva melepas wajah Nara dan memintanya untuk segera masuk keruangan Reiner.
"A-aku kesana ya, Ziva?" Kata Nara.
Ziva mengangguk senyum. "Semangat, Nara." Bisik Ziva dari kejauhan.
Seperti yang dikatakan Ziva sebelumnya, yang dimana ia harus berjalan dengan baik dan menguraikan rambut seksinya lalu memberikan tatapan nakal nan menggoda untuk Reiner.
Ya, meski Nara tak melakukan hal itu Reiner sudah pasti akan tergoda, tapi tidak salahnya juga jika dicoba. Begitulah pikirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Wiek Soen
ternyata di bantu zivs
2023-11-15
0