Liam, Wira...sebenarnya apa yang terjadi, Vania sakit apa?" Nyonya Helen bertanya pada kedua putranya.
"Vania hamil, Ma!"
"APAA?"
Nyonya Helen sangat terkejut mendengar pengakuan dari putra bungsunya itu.Sepertinya wanita paruh baya tersebut telah salah tanggap akan ucapan sang putra.
"Bagakmana bisa,Wira? Tega sekali kamu telah merusak anak orang dan juga Vania itu masih terlalu muda untuk...ah, mama tak habis pikir kenapa kamu bisa melakukannya Wira."
Kening Wira mengkerut mencerna segala ucapan sang mama dan ia pun sadar kalau mama nya itu telah salah paham mengira kalau dialah yang telah menodai Vania sampai hamil.
"Mama–jadi, Mama mengira kalau aku yang telah berbuat tak senonoh terhadap Vania? Ya ampun Ma, demi Allah aku ngak sebrengsek itu sampai menodai anak gadis orang. Aku saja baru tahu jika Vania hamil." Wira sungguh tak habis pikir sampai sang Mama menuduhnya seperti itu.
Mendengar penjelasan dari sang putra, Nyonya Helen bisa menghela nafas lega karena ternyata Wira putra kesayangannya bukanlah laki-laki yang telah merusak masa depan Vania."Lalu, siapa laki-laki itu. Yang tega melakukannya pada gadis sepolos Vania."
"Maka dari itu, akan lebih baik jika Mama yang menanyakannya langsung padanya karena kalian kan sama-sama perempuan mungkin Vania bisa.lebih terbuka." Saran Wira pada sang Mama.
"Kamu Liam, kenapa sejak tadi Mama lihat kamu diam saja. Seperti ada yang sedang kamu pikirkan."
Ditegur oleh sang Mama membuat Liam sontak tersadar dari lamunannya. Benar, Liam memang sedang galau memikirkan apakah janin yang dikandung Vania itu adalah miliknya atau bukan.
"Oh, Ti–dak apa-apa kok,Ma.Aku hanya sedang lelah saja dengan pekerjaan kantor." Elaknya agar sang Mama tidak curiga.
" Begitu. Mama kira ada apa. Ya sudah, lebih baik kalian istirahat saja. Masalah Vania biar Mama yang akan mengurusnya."
"oh ya Ma, ada satu lagi yang harus Mama urus. Ini mengenai Murni dan Erna. Merekalah yang telah berbuat jahat terhadap Vania. Besok pagi saja kita membahasnya lagi."
Nyonya Helen masih belum mengerti apa yang dimaksu oleh Wira. Tapi, ia pun mengangguk menuruti keinginan dari putranya itu.
Tok tok tok
"Vania, apakah kamu sudah tidur? Bolehkah aku masuk?" Nyonya Helen saat ini telah berad didepan pintu kamar Vania lalu mengetuknya perlahan.
"Iya, sebentar Nyonya." Terdengar sahutan dari dalam. Nyonya Helen pun memutar handle pintu lalu masuk kedalam.
Vania terlihat baru saja akan turun dari atas tempat tidurnya, ia baru akan membuka pintu untuk majikannya tersebut.
"Sudah-sudah, lebih baik kamu rebahan saja!"
"Ba–baik Nyonya."
"Bagaimana keadaanmu, apakah sudah lebih baik? Apa aku boleh bertanya sesuatu padamu?"
DEG
"Baiklah Vania, kini saatnya kamu harus mengakuinya dan berkata yang sejujurnya tentang kehamilanmu. Kamu harus kuat Vania, apapun yang akan terjadi nantinya.Ini sudah menjadi resiko yang harus kau tanggung sendiri, Vania. Vania menyemangati dirinya sendiri dan juga berusaha untuk tetap kuat.
"Saya sudah lebih baik. Silahkan, apa yang ingin Nyonya tanyakan kepada saya?" Vania menundukkan wajahnya tak berani menatap langsung sang majikan.
"Begini Vania. Apa benar jika saat ini kamu tengah hamil? Maaf, aku tidak bermaksud apa-apa.Hanya saja...apa bi Arum tahu?" Nyonya Helen berbicara sehati-hati mungkin agar gadis muda itu tidak merasa ditekan.
"I–iya, Nyonya. Saya memang ha–mil. Tapi, Nyonya tidak usah khawatir karena saya akan berhenti bekerja dan segera pergi dari sini. Dan bi Arum sudah tahu, Nyonya."
Nyonya Helen terdiam, ia bingung harus berkomentar apa lagi. Karena Vania adalah keponakan dari bi Arum asisten rumah tangganya yang paling dipercayanya. Bagaimana ia harus menyingkapi masalah tersebut.
"Nyonya–tolong jangan sangkut pautkan masalah saya dengan bi Arum dan tolong jangan memecatnya, Nyonya. Biar saya saja yang menanggung segala kesalahan saya sendiri "
"Kamu itu ngomong apa,Vania. Aku tidak akan berbuat seperti apa yang kamu pikirkan. Bi Arum sudah bekerja puluhan tahun di sini bahkan sejak Liam dan Wira masih remaja. Jadi, aku tidak akan pernah memberhentikannya. Dan juga soal masalah kehamilanmu aku tidak akan mempermasalahkannya. Kamu masih boleh tetap bekerja dan tinggal disini."
Tatapan Nyonya Helen yang teduh dan tanpa menghakimi membuat Vania merasa tenang namun, rasa malu dan tak enak hati masih mennggelayuti pikirannya.
"Emm–Vania, apa aku boleh tahu dimana ayah biologisnya?" Nyonya Helen lagi-lagi bertanya sehalus mungkin agar gadis itu tidak tersinggung.
"Saya sekali lagi mohon maaf Nyonya jika, saya tidak bisa menceritakan apa yang terjadi pada diri saya dan siapa laki-laki itu–."
Akhirnya pembicaraan dari hati-kehati meskipun singkat, dapat membuat Vania merasa bebannya berkurang. Tapi,ia akan tetap pada rencana awalnya segera pergi agar tidak membuat malu dan menyusahkan sang bibi.
"Secepatnya aku harus pergi dari sini. Maafkan Vania ya, bi." Air matanya bahkan sudah tak terbendung lagi, Vania kembali terisak dalam kesendiriannya.
Keesokkan harinya, pagi-pagi sekali Vania sudah bangun lalu segera mengerjakan tugasnya mwnyiapkan sarapan pagi untuk para majikan. Ia tak menunggu Murni dan Erna yang telah membocorkan rahasia kehamilanny secara tidak langsung pada majikan mereka.
Usai meyelesaikan masakannya dan menghidangkannya diatas meja makan, ia pun bergegas mengerjakan tugasnya yang lain seperti biasanya. Yaitu membersihkan area depan mansion. Vania tak tahu jika ada sepasang mata tengah memperhatikannya dari atas balkon kamar. Ya, dia adalah Liam.
Ada perasaan bersalah yang tidak bisa diungkapkannya dikarenakan rasa.gengsi.dan juga keraguan akan janin yang tengah dikandung Vania. Apakah itu benihnya atau milik laki-laki lain.
"Apakah janin itu milikku atau laki-laki lain? haruskah aku memaksanya agar dia mengakui hal yang sebenarnya. Tapi, gadis itu ternyata sangat keras kepala dan selalu menantangku. Sungguh menyebalkan."
Liam masih berdiri sambil terus mengawasi Vania yang tengah menyapu taman. Hingga suara ketumkan pintu menghentikkan kegiatannya.
Tok tok tok
"Liam, apakah kamu sudah bangun?"
Ceklekk
"Iya Ma, ini aku baru saja bangun. Ada apa Ma?"
"Mama kira kamu masih tidur. Katanya kamu akan ada meeting pagi. Takut kamu telat nanti."
"Enggaklah Ma, aku juga kan sudah bangun sejak tadi. Mana mungkin aku lupa hal sepenting itu." Jawab Liam, ia memang sudah terbangun sejak tadi bahkan tengah asik memperhatikan Vania dari balkon kamarnya.
Setelah membangunkan putra sulungnya, kini Nyonya Helen beralh ke kamar Wira untuk membangunkan putra bungsunya.
Tok tok tok
"Wira–Wira, kamu sudah bangun belum,sayang? Ayo cepat bangun, ini sudah siang...Wira!"
Ceklekk
"Hoaamm– iya Ma, ini juga sudah bangun karena suara Mama yang seperti alarm jam wekker." Candanya sambil cengengngesan pada sang mama.
Wira memang paling susah kalau bangun pagi. Apalagi jika malamnya lembur menyelesaikan pekerjaan kantornya yang dibawa pulang karena belum rampung.
"Ish–anak ini, ya sudah sana cepat mandi dan turun untuk sarapan sebelum berangkat kekantor!"
"Iya iya, ibu ratu. hamba akan siap dalam sekejap, eh...tidak setengah jam lebih dikit. Dijamin tak akan telat. Oke, yang mulia." Membungkukkan badannya seperti memberi hormat.
"Dasar anak manja." Nyonya Helen mencubit gemas pipi putra manjanya itu.
"AduhMa, nanti ketampananku berkurang karena pipiku jadi tembem sebelah." Mengusap-usap sebelah pipinya yang dicubit sang mama.
Wira adalah anak kesayangan Nyonya Helen namun, bukan berarti Liam bukan anak kesayangannya juga namun, sifat Wira yang lebih terbuka dan membawa keceriaan di keluarga Ghazala.
Usai sarapan bersama seperti biasa keluarga itu berbincang sejenak di ruang keluarga. Ya juga karena ada yang ingin mereka bahas mengenai Vania.
"Bagaimana Ma, apa yang dikatakan Vania?" Tanya Wira yang sedari awal memang begitu tertarik dengan gadis itu.
"Ya ngak gimana-gimana, sih. Mama kan ngak ada hak untuk mengorek permasalahan pribadi orang lain meskipun dia bekerja untuk kita."
"Iya juga sih, Ma. Hanya saja aku ngak nyangka jika gadis semuda dan sepolos Vania bisa melakukan hal di luar batas seperti itu. Apa kita yang selama ini telah salah menilainya?"
"Hush–kalau ngomong jangan sembarangan, Wira. Kasihan kalau sampai dia mendengarnya.Begini saja, kita tunggu bi Arum kembali dan kita akan tanyakan langsung padanya."
Wira mengangguk namun, ada pemandangan aneh yang diperlihatkan oleh Liam yang biasanya selalu bermulut pedas jika menyangkut Vania. Nyonya Helen mengernyit penuh tanya ada apa dengan putranya itu.
"Liam, kenapa kamu diam saja.Tumben? Apakah kamu sedang ada masalah?" Itu Tuan Bisma yang juga menyadari keterdiaman Liam dan menegurnya.
Liam yang tengah melamun itu pun tersentak kaget lalu beralih menatap sang papa dan tersenyum kaku. "Oh...tidak ada apa-apa kok, Pa."
"Sampai lupa kan, Ma...tolong beri peringatan pada Murni dan Erna. Sikap mereka sudah keterlaluan pada Vania, sebenarnya apa yang mereka lakukan waktu itu sudah termasuk perbuatan kriminal karena menyebabkan nyawa seseorang hampir hilang. Kalau perlu pecat saja mereka berdua, Ma!" Wira kesal bila mengingat perlakuan kedua pembantunya itu ketika membully Vania.
Ketika mereka masih berbincang serius, tiba-tiba pandangan Liam menangkap sosok Vania yang sedang berjalan menuju ke arah belakang.
"Ma, Aku mau kekamar sebentar, ada yang kelupaan."
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Nora♡~
Semangat terus thor... Sekarang Liam... rasa bersalah apa yang terjadi... jangan tertanya... tanya Liam siapa yang menghamili ada kah kau atau orang lain sedangkan... kau yang meraggut kesucian Vania hingga yaa hamil... tak kan itu kau tak sedar... baru dia sampai dan ketemu dengan mu gara2 kau marah dan kau bawa Vania ke hotel dan rosakkan dia... kau juga lihat darah keperawanannya... kau nie... memang jahat dan tak punya hati... tau tak😡😡mau jerr tembak kau dengan Mariam katak Kadabooommm.!!!! kena bom berkecai... lanjuutt...
2023-05-23
1