Kedua wanita itu pun terkejut bukan main ketika mendengar suara teriakkan seseorang yang sangat jelas mereka kenali yaitu suara salah satu tuan muda.
"Apa yang telah kalian lakukan pada Vania, hah?" Sorot mata tajamnya menguhunus tepat pada kedua pelayannya .
"Tu‐an muda Wira, kami tidak melakukan apa pun padanya. Kami hanya mengobrol saja.Benar begitu kan, Van?" Murni yang menjawab, sorot matanya menatap Vania penuh intimidasi dan Wira melihatnya.
Wira mendekati Vania yang masih teruduk dilantai berniat ingin membantu gadis itu untuk bangkit. "Ayo aku bantu bangun. Kamu tidak apa-apa kan?"
"Tidak usah Tuan, saya bisa sendiri...aduh!" Berusaha untuk bangkit namun, rasa sakit diperutnya kembali mendera.
Tanpa menunggu persetujuan dari sang gadis, Wira pun langsung membopong tubuh Vania ala bridal style lalu bergegas melangkah menuju ke mobilnya.
"Wira, apa yang sedang kau lakukan? Untuk apa menggendong pembantu itu segala?" Mereka berpas-pasan dengan Liam yang baru saja tiba dan langsung mencegat langkah Wira.
"Sorry kak, nanti saja penjelasannya. Aku akan membawa Vania ke rumah sakit."
"Rumah sakit? Hei Wira, tunggu...aku ikut." Liam membukakan pintu belakang lalu, Wira mendudukkan Vania disana.
Sungguh campur aduk yang dirasakan Vania saat ini. Di samping mengkhawatirkan keadaan janinnya, ia juga takut rahasianya akan terbongkar dan semua akan tahu kalau dia tengah hamil.
"Tuan muda, tolong kembali saja. Saya baik-baik saja, saya mohon Tuan...saya hanya perlu beristirahat, saya mohon Tuan." Vania berharap kedua tuan muda mau mendengarkan dan mengabulkan keinginannya.
Tapi sayang, kedua pria tampan tersebut sama sekali tak mengindahkan semua perkataan Vania. Wira tetap melajukan kendaraannya hingga sampailah disebuah rumah sakit yang letaknya tak jauh dari kediaman mereka.
Para petugas kesehatan segera bergerak cepat menolong dengan mengangkat Vania dan memindahkannya keatas brankar. Lalu, membawanya menuju keruang instalasi gawat darurat. Liam dan Wira mengikuti dibelakangnya.
Setelah hampir 30 menit Vania ditangani oleh dokter dan para perwat. Liam dan Wira pun mengahampiri sang dokter yang baru saja keluar dari ruang IGD.
"Bagaimana dokter keadaan Vania?" Tanya Wira khawatir. Sedangkan Liam hanya terdiam tanpa bertanya apa pun seperti halnya sang adik.
"Mari Tuan-tuan ikut saya!" Dan keduanya pun mengikuti langkah memasuki ruang dokter jaga.
"Silahkan duduk!"
dokter pun mrngambil sebuah map yang berisi hasil dari diagnosis Vania. dokter yang benama Firman menatap kedua pria yang duduk dihadapannya.
"Maaf, sebelumnya boleh saya tahu siapa diantara anda berdua yang merupakan suami dari ibu Vania?"
"Suami!?" Jawab keduanya berbarengan kemudian saling menatap satu sama lain. Liam tak bereaksi apa pun dan akhirnya Wira lah yang pertama kali berinisiatif mengakui bahwa dirinyalah suami dari Vania.
"Iya dok, saya suaminya.Memangnya ada apa ya dok, apa yang terjadi pada istri saya?" Tanya Wira penasaran, entah mengapa laki-laki itu begitu penasaran dengan gadis tersebut.
"Oh, baiklah. Begini Tuan–."
"Wira dok, nama saya Wira."
"Baik Tuan Wira. Keadaan istri anda sudah mulai stabil. Kelihatannya istri anda tengah mengalami tekanan dan stresa, hal itu tentu saja akan sangat berpengaruh pada kandungannya. Tolong di perhatikan ya Tuan, istrinya!"
"Ini saya resepkan Vitamin dan.juga tolong di perhatika juga nutrisinya.Agar tumbuh kembang janin berjalan baik dan normal."
"Dan anda juga sudah boleh membawa istri anda pulang san beriatirahatlah yang cukup. "
Kemudian Wira maenerima resep.yang dituliskan oleh dokter Firman. " Baik, dok terima kasih."
Setelah menebus resep, mereka pun menghampiri Vania yang masih berada di ruang periksa IGD.
"Vania–!."
Sementara itu Nyonya Helen baru saja pulang dan melihat mobil putra sulungnya yang telah terparkir di garasi namun, tak ada mobil Wira, putra bungsunya. " Tumben sekali Liam sudah pulang. Dan, kemana si Wira?"
"Murni, apa Wira belum pulang?"
Langkahnya terhenti ketika melihat Murni yang sedang menyiapkan hidangan makan malam.
"Maaf Nyonya, itu...sebenarnya Tuan Muda Wira sudah pulang dan–."
"Dan apa, kenapa berhenti? Katakan yang sebenarnya, apakah telah terjadi sesuatu selama aku tidak ada dirumah?" Nyonya Helen melihat ada gelagat yang aneh dari pembantunya itu.
"Itu Nyonya, Tuan Muda Liam dan Tuan Muda Wira pergi membawa Vania kerumah sakit. Sekitar 2 jam an yang lalu." Jawab Murni dengan perasaan takut yang berkecamuk di hatinya.
Penjelasan dari pembantunya itu tentu saja membuat Nyonya terkejut bukan main. Mendengar Vania dibawa kerumah sakit saja, pikirannya sudah kemana-mana." Kenapa Vania sampai dibawa kerumah sakit? Apa yang terjadi padanya, Murni...cepat katakan!"
"Tadi Vania perutnya sakit Nyonya dan kedua Tuan Muda membawanya ke rumah sakit." Jawabnya jujur namun, Murni tidak mengatakan masalah yang sebenarnya.
"Kasihan sekali anak itu, dibawa kerumah sakit mana?" Tanya-nya lagi pada Murni.
Murni menggeleng karena ia memang takntahu ke rumah sakit mana para Tuan Muda membawa Vania.
"Begitu, ya sudah. Kamu lanjutkan saja pekerjaanmu. Aku akan langsung menelpon mereka saja."
Sepanjang perjalanan pulang, ketiga anak manusia itu pun saling terdiam.Tak ada dari satupun diantara mereka mengucapkan satu patah katapun. Mereka tengah larut dalam pikiran masing-masing.
"Bagaimana Vania bisa hamil? Siapakah laki-laki yang telah menghamilinya, apakah dia punya kekasih? tapi, kata Mama Vania itu gadis yang masih polos.Ah...apa aku yang telah salah menilainya dan sebenarnya dia itu cewek gampangan?" Wira menerka-nerka mengenai Vania yang ternyata tengah hamil. ia jadi berpikiran negatif terhadap gadis muda itu.
"Jadi, gadis itu benar-benar sedang hamil? Itu anakku atau bukan ya?Masa' iya setelah malam itu dia melakukannya dengan laki-laki lain.Jika, benar janin itu adalah darah dagingku, apa yang harus aku lakukan?Bisa habis aku sama papa dan mama. Menghamili seorang pembantu. Ah, sudahlah. Toh tidak ada yang tahu perbuatanku pada gadis itu. Apakah aku sebaiknya berpura-pura saja tidak tahu ya?Tapi...akhh, pusing aku memikirkannya.Kenapa sih dia pake hamil segala?" Sedangkan Liam merasa bingung dan ketakutan jika, perbuatannya yang lalu terhadap Vania akan terbongkar dan kedua orang tuanya pasti akan sangat murka akan hal itu.
"Bibi, aku takut. Para Tuan Muda pasti sudah tahu akan keadaanku yang sebenarnya dan nanti pasti mereka juga akan menceritakannya pada Nyonya Helen.Apa yang hatus aku lakukan? bagaimana jika mereka mengusirku?Apakah ini sudah waktunya aku harus pergi? Maafkan Vania, bi...telah membuat malu bibi." Monolog Vania didalam hatinya. Ia begitu ketakutan akan apa yang akan terjadi selanjutnya. Nasibnya kini sedang di pertaruhkan.Vania sudah bisa menebak bahwa ia pasti harus segera akan kaki dari rumah majikannya.
Nyonya Helen tengah menunggu kepulangan kedua putranya dan juga Vania. Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu tengah duduk bersama sang suami diruang tengah.
"Mereka kok lama sekali ya Pa?"
"Sabar Ma, sebentar lagi juga mereka akan sampai.Bukankah tadi pas Mama telpon mereka sudah berada dalam perjalanan pulang, kan.Tidak usah khawatir!" Tuan Bisma mencoba menenangkan sang istri terlihat tak tenang.
Benar saja apa yang dikatakan oleh Tuan Bisma. Tak berapa lama kedua putranya dan Vania pun telah kembali.Mereka langsung bertemu dengan Nyonya Helen dan Tuan Bisma lalu, mereka ikut bergabung dan duduk bersama. Sementara itu Vania semakin tertunduk malu dan juga takut tak berani menatap para majikannya.
"Vania, kenapa kamu masih berdiri saja? Kesini, duduklah dulu...ada yang ingin kami tanyakan padamu."
DEG
"Apakah mereka ingin menginterogasi aku? Bagaimana ini ya Allah...Jika ini memang sudah saatnya, aku pasrah saja." Vania begitu ketakutan namun, kini ia sudah pasrah dan menerima apaoun yang akan terjadi padanya.
"I–iya Nyonya. Maaf, saya berdiri saja."
"Kamu sedang sakit kan? Ayo, duduklah sini atau sebaiknya kamu istrirahatlah dulu ya.Mari, aku akan mengantarmu ke kamar! Kamu terlihat pucat, nak."
Vania hanya pasrah menuruti keinginan Nyonya Helen.Ia akan mengatakannya langsung pada majikannya itu.
"Nyonya–ada yang ingin saya sampaikan pada Nyonya.Sebenarnya saya–."
"Sudahlah, nanti saja ya bicaranya. Lebih baik sekarang kamu beristirahatlah dulu."
Gadis itu mengangguk patuh dan merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur. Ia akan mengatakannya nanti setelah keadaannya sudah lebih baik.Vania akan menerima konsekuensinya apabila dipecat dan diusir. Ia akan pergi. Airmata nya kembali membasahi mata indahnya.
"Bibi, maafkan Vania."
Nyonya Helen bergabung kembali bersama suami dan anak-anaknya yang masih berada di ruang keluarga.
"Liam, Wira...sebenarnya apa yang terjadi, Vania sakit apa?" Nyonya Helen bertanya pada kedua putranya.
"Vania hamil, Ma!"
"APAA?"
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Nora♡~
Naaaa... Akibat dari perbuatan mu Liam Vania jadi sesaran jika kamu Lelaki sejati baik kamu berterus terang... berani kerana benar takut kerana salah.... ini cerita kadang2 buat akak sakit hati.. tak dapat ku bayangkan keadaan... Vania yang hamil tanpa tanggungjawab dari orang yang tega merampas benda yang sangat berharga bagi seorang wanita yang bermeruah... lanjuuutt..
2023-05-21
1