Sore hari setelah semua persiapan penyambutan sang Tuan Muda ke 2. Vania sedang bersantai ria taman belakang mansion. Ia sengaja memang tidak memunculkan diri karena malas melihat Liam, laki-laki yang sangat di bencinya.
Para pekerja sudah menanti kedatangan Tuan Muda favorite mereka yang ramah, baik hati dan tidak arogan seperti sang kakak.
Mobil yang menjemput Wira telah tiba dan memasuki pintu gerbang lalu berhenti didepan pelataran depan mansion. Sosok pria tampan dengan tubuh tinggi kekar turun dan melangkah menghampiri kedua orang tuanya yang sudah menanti kedatangannya.
"Sayangnya mama, bagaimana kabarmu nak? Mama kangen sekali sama kamu, Wira." Nyonya Helen langsung berhambur memeluk putra bungsunya si kesayangan.
"Makin ganteng saja ini anak mama." Mencubit pipi sang putra gemas.
"Ish, mama apaan sih. Malu tahu itu dilihat sama yang lain. Aku sudah dewasa ma, bukan anak kecil lagi." Wira menunjuk beberapa pekerja yang tengah mengintip dari balik tembok. Mereka bahkan tampak cekikikan melihat perlakuan sang mama pada dirinya.
"Apa kabar, son?" Tuan Bisma memeluk sang putra.
"Baik, Pa." Jawab Wira pada sang Papa.
"Biarkan saja mereka melihat. Kamu memang si kecilnya mama, kok." Nyonya Helen mengapit lengan Wira lalu melangkah masuk kedalam mansion.
Ketika tak melihat sang kakak, Wira bertanya pada sang mama. " Oh ya, Ma. Kak Liam mana? Apa belum pulang dari kantor?"
"Biasalah Wir, kakakmu itu senangnya nongkrong sama teman-temannya yang ngak jelas itu."
"Siapa maksud Mama, kak Boy dan kak Peter? Mereka itu sebenarnya baik, karena belum berumah tangga saja mereka-mereka itu jadi, ya masih suka bersenang-senanglah."
"Kamu ini selalu saja membela Liam. Makannya kamu bilangin tuh kakakmu agar cepat-cepat mencari calon istri biar hidupnya teratur tidak seenaknya sendiri."
Wira mengerti bagaimana kedua orang tuanya begitu ingin sang kakak untuk segera berumah tangga dan memberikan mereka cucu sebagai penerus keluarga Ghazala.
"Iya iya Mamaku yang cantik. Nanti akan aku katakan pada kak Liam."
"Ya sudah, ayo...lebih baik kita makan saja. Bi Arum sudah memasak makanan kesukaanmu."
"Iya nanti Ma, aku mau kekamar dulu. Mandi dan sebaiknya kita tunggu kak Liam pulang baru kita makan malam bersama."
Nyonya Helen tersenyum dan setuju dengan saran putranya itu. " Ya sudah sana. Kita tunggu kakakmu sebentar lagi."
Sudah hampir satu jam mereka menunggu kepulangan Liam, akhirnya mereka pun mwmutuskan akan makan malam tanpa Liam. Namun, baru saja mereka mulai Liam tiba-tiba muncul dan langsung menghampiri keluarganya.
"Wira–kau sudah pulang, apa kabar?" Liam menghampiri sang adik lalu mereka saling berangkulan.
"Iya kak, kabarku baik. Kakak sendiri bagaimana? Kenapa jam segini baru pulang?"
"Biasalah, kau pasti sudah tahu, kan?" Dan dijawab anggukkan oleh sang adik.
Liam Tarendra Ghazala.
Vania Hasna
Wira Bheru Ghazala
Setelah saling melepas rindu, keluarga itupun mulai menikmati santap malam dengan hikmat. Setelahnya mereka berbincang ringan di ruang keluarga.
"Vania–tolkng kamu antarkan teh dan kopi ini keruang tengah ya! Jangan lupa camilannya."
Gadis muda itu terdiam sejenak, ia ragu untuk melakukannya. Sebab jika ia yang mengantarkan sudah pasti akan bertemu dengan si Tuan Muda Liam yang sangat tidak ingin dilihatnya.
"Vania, loh kok malag bengong? Ayo cepat antarkan, mereka pasti sudah menunggu."
"Bi, bisakah mbak Murni saja yang mengantarkan? Aku sangat malas bertemu dengan Tuan Muda Liam. Dia sangat galak dan menyeramkan." Vania beralasan.
Bi Arum menggelengkan kepalanya."Ya ampun Vania, Bibi kira kenapa. Sudah, kamu tidak usah menghiraukan Tuan Muda Liam, cukup antarkan dan sajikan di meja...itu saja yang harus kamu lakukan."
"Hh–baiklah Bi." Menghela nafas panjang lalu akhirnya menuruti perintah dari sang bibi.
"Bagaimana Wira, apa disana kamu sudah menemukan seorang gadis yang baik untuk dijadikan calon menantu mama?" Nyonya Helen sengaja bertanya seperti itu karena secara langsung sebenarnya ia ingin mwnyindir putra sulungnya. Sedangkan yang disindir hanya cuek saja.
"Mama ini apa-apaan sih, disana itu aku bekerja bukannya mau pacaran tahu, Ma. Kayak disini ngak ada gadis yang lebih ca–." Ucapan Wira terhenti ketika melihat kedatangan sosok gadis muda dengan penampilan sederhana namun tampak cantik dan menarik perhatiannya.
"Wow–manisnya."
"Permisi Tuan, Nyonya–."
Setelah meletakkan minuman dan camilan tersebut diatas meja, Vania pun bergegas undur diri namun, sapaan Nyonya Helen terpaksa mwnghentikan langkahnya.
"Ah, Vania cantik.Mau kemana? Tunggu sebentar.Perkenalkan ini putra kedua kami namanya Wira. Vania, lihatlah kesini, cantik!"
Vania yang sejak tadi menundukkan kepalanya sontak mendongak dan melihat pada Nyonya Helen kemudian beralih ke arah sosok tampan yang sedang tersenyum manis padanya.
DEG
" Aduh, gantengnya."
"Wira–hai, hallo...kenalkan namaku Wira." Wira mengibas-ngibaskan telapak tangannya didepan wajah Vania.
"Eh, I–iya Tuan Muda Wira. Na–nama saya Vania." Ia sampai tergagap karena baru tersadar dari lamunannya, sosok tampan dan ramah terpampang nyata dihadapannya. Tidak seperti pria disamping Wira yang selalu memasang tampang garang pada dirinya, sama sekali tak bersahabat.
"Kalau begitu saya permisi, Tuan-Tuan dan Nyonya."
"Dasar gadis murahan, memasang tampang lugu padahal seorang penggoda." Siapa lagi kalau bukan Liam yang berkomentar namun, hanya terungkap didalam hatinya saja. Entah mengapa ia sangat tidak suka melihat tingkah polos Vania atau karena melihat sang adik yang bersikap ramah pada gadis itu.
Sesampainya didapur Vania merasa sangat lega, karena akhirnya bisa terlepas dari tatapan menghunus dari Liam si Tuan Muda arogan.
"Fiuh, leganya."
Bi Arum mengernyit melihat tingkah Vania yang aneh. "Kamu kenapa Van? kok, seperti habis dikejar hantu saja pake merasa lega."
"Iya bi, yang ini lebih dari hantu sangat menyeramkan. Beda dengan Tuan Muda Wira yang hangat dan adem dipandangnya, ganteng banget deh, bi." Jawab Vania asal dan bi Arum tahu siapa hantu yang dimaksud.
"Vania Vania...nanti kalau Tuan Liam dengar bisa bahaya kamu, Van."
"Huh, biarin aja. Habis orang itu sangat menyebalkan aku tidak suka. Bi...ya malah pergi si bibi."
"Siapa yang menyebalkan?"
Sontak Vania menoleh kearah suara orang tersebut dan seketika tubuhnya langsung menegang dan dengan susah payah menelan salivanya.
"Duh, habislah aku."
"Aku tanya, siapa yang kamu bilang menyebalkan? Kenapa diam? Sini kamu, ayo ikut aku!" Dengan gerakan cepat Liam langsung menarik tangan Vania lalu, memaksanya untuk ikut, sampai didepan sebuah pintu kamar...Liam langsung menyeretnya masuk kedalam.
"Heh, anda mau apa Tuan Muda? Jangan macam-macam ya. Kalau anda sampai melecehkan saya lagi, saya akan berteriak dan membuka rahasia akan perbuatan biadab anda terhadap diri saya."
"Coba kalau kamu berani, akan aku terkam beneran kamu sekarang juga–." Liam mendorong tubuh mungil Vania sampai membentur kearah tembok lalu, mengukungnya.
"Ti–emmpp...Ja...emmpp."
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Nora♡~
Ahaaah... bermula lah Aksi kecemburuan Liam.... apabila perangai dan kelakuan Liam menyebalkan dan perangai Wira yang ramah... sifat mereka bagaikan langit dan bumi.. gituu lanjuutt...
2023-05-18
1