Bola mata Vania membulat sempurna ketika melihat sosok pria tampan yang begitu dikenalnya dan jug sorot mata tajam miliknya. Tubuh Vania seketika menegang dan gemetaran tak menyangka akan bertemu kembali dengan laki-laki biadab tersebut.
"Ka–kamu?!" gugup Vania langsung menundukkan pandangannya. Tangannya mendekap erat pakaian kotor majikannya.
"Aku yang seharusnya bertanya, kau siapa dan sedang apa didalam kamarku."
"Siapa yang menizinkan wanita asing masuk sembarangan kekamarku, Hah?"
Tubuh Vania tersentak kaget dan semakin menegang mendengar suara bentakkan laki-laki yang sangat dibenci sekaligus ditakutinya itu.
"MA–MAMAA!"
Nyonya Helen berjalan tergoloh-gopoh ketika mendengar teriakkan keras putranya. "Ada apa sih, Liam. Kamu itu ya bisa ngak sehari saj ngak bikin kekisruhan. Apa tak bisa pelankan suaramu itu. sekarang ada masalah apa lagi?" Menatap jengkel sang putra.
"Ma, siapa yang mengizinkan orang asing masuk kekamarku dan bukankah sudah kuwanti-wanti kalau tidak boleh ada yang masuk tanpa seizinku.Ini...siapa dia?"
"Ya ampun Liam, mama kira ada apa.Ini keponakan bi Arum yang baru datang dari desa. Dia akan bekerja di sini. Namanya Vania. Vania kenalkan ini putra pertamaku namanya Liam."
"Iya, nyonya." Vania mengangguk mengerti.
"Ya sudah, Vania lanjutkan pekerjaanmu!"
"Baik nyonya. Permisi."
BRAKK
"Astaqfirullah haladzim. Ni anak bikin kaget aja." Nyonya Helen mengelus dadanya karena terkejut dengan suara pintu yang dibanting keras oleh Liam.
Sementara itu, Vania sudah memasukkan pakaian kotor sang tuan muda kedalam mesin cuci. Sambil melamun tanpa sadar bi Arum sudah berada di sampingnya.
"Vania–ngelamunin apa?"
"Ah, bibi.Tidak sedang ngelamunin apa-apa kok.hanya–." tak melanjutkan ucapannya.
"Apa kamu masih teringat kejadian kemarin malam?" Bi Arum bisa melihat kegalauan keponakannya itu.
Vania tersenyum lalu, mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Namun, senyum keterpaksaan yang di perlihatkan Vania tak bisa membohongi sang bibi.
"ya sudah kalau begitu, kamu fokus bekerjanya ya. Apalagi jika berhubungan dengan tuan muda Liam, kamu harus lebih berhati-hati soalnya beliau itu orangnya agak streng gitu lah."
"Maksud bibi galak?"
"Mendekatilah, kenapa memangnya? Apa jangan-jangan kamu barusan sudah bertemu dengan tuan muda Liam?"
Vania menjawab dengan mengangguk.
"Jadi benar, apa sudah terjadi sesuatu saat kamu bertemu dengan tuan muda. Soalnya tadi bibi sempat mendengar suara teriakan tuan muda, biasa kalau ada yang membuatnya marah ya seperti itu. Bukan kamu kan Van?" Tanya bi Arum penuh selidik.
"Itu–iya bi, tuan muda tadi marah ketika melihat aku ada di kamarnya dan untungnya ada nyonya Helen jadi ya beliau yang menjelaskan tentang keberadaanku di sini sebagai pembantu baru."
Bi Arum mengehela nafas panjang bersyukur karena ada yang menolong Vania dari sang tuan muda yang super galak dan angkuh itu.
"Syukurlah kalau hanya itu masalahnya. Lain kali kamu harus lebih berhati-hati kalau bekerja ya Van, terutama jika menyangkut urusan tuan muda. Dia sangat sensitif. Susah-susah gampang orangnya."
"Iya bi, aku mengerti."
"Ya sudah kalau begitu lanjutkan saja pekerjaanmu!"
"Siap, komandan."Bi Arum pun tersesenyum mengusap kepala Vania lalu, berlalu pergi meninggalkan gadis tersebut untuk melanjutkan pekerjaannya yang lain.
"Andai bibi tahu siapa laki-laki yang telah melecehkanku. Dialah si ba****** itu, bi dan yang telah menghancurkan masa depan keponakanmu ini." Batin Vania masih merasakan keaedihan yang amat dalam akan kejadian yang menimpanya.
Hampir tiga minggu sudah Vania bekerja di Mansion keluarga Ghazala. Dan sejak pertemuan kedua kalinya Vania dengan sang tuan muda juga kejadian mencak-mencaknya pada Vania.
Keduanya tak pernah bertatap muka lagi. Karena Vania pun sengaja tidak berkeliaran disekitar Liam, pun laki-laki itu kalau pulang sudah menjelang malam. Sungguh Vania masih begitu trauma atas perlakuan laki-laki itu pada dirinya.
Pagi ini entah mengapa tubuh Vania rasanya tak karuan. Lemas, pusing dan perutnya bergejolak ingin mengeluarkan isinya. Ia sudah berusaha menahannya namun, apa daya tubuhnya sudah tak kuat lagi.Vania berhambur masuk ke kamar mandi. Perutnya seakan dikocok-kocok hingga memuntahkan cairan yang berwarna kekuningan dengan rasa yang sangat pahit di lidahnya.
Tok tok tok
"Vania–Vania, kamu tidak apa-apa nak?"
Kriett
"Huwekk huweek huwekk–."
Untung saja pintu kamar mandinya tidak dikunci oleh gadis itu. Sehingga bi Arum bisa masuk. Sontak wanita paruh baya itu begitu terkejut melihat keadaan sang keponakan yang tengah terduduk lemas di dekat kloset sambil muntah-muntah.
"Ya Allah nak, apa yang terjadi padamu?" Bi Arum memijit-mijit tengkuk Vania.
"Ti‐dak tahu bi, sejak semalam rasanya perutku tidak enak." Jawabnya terbata-bata.
"Ayo, duduklah dulu disini. Bibi akan buatkan teh hangat dulu untukmu ya."
Setelah membantu Vania untuk duduk di atas tempat tidur, bi Arum pun segera menuju ke dapur untuk membuatkan minuman untuk Vania.
"Semoga tidak terjadi seperti apa yang aku pikirkan. Kasihan sekali nasib anak itu jika itu benar terjadi pada dirinya."
"Siapa anak yang bibi maksud?"
Tiba-tiba saja suara sang nyonya besar muncul dan menegurnya membuat bi Arum sampai terjingkat kaget.
"Oh–maaf nyonya, bukan siapa-siapa." Membungkukkan badannya lalu kembali beralih mengaduk gelas yang berisi teh hangat untuk keponakannya.
"Loh, teh itu untuk siapa bi?" Nyonya Helen menunjuk secangkir teh yang sudah siap.diatas baki kecil.
"Maaf Nyonya, teh ini untuk Vania keponakan saya. Sekalian saya mewakili Vania untuk izin tidak bekerja sehari ini saja karena anak itu sedang sakit. Maaf jika sekiranya pekerjaan keponakan saya belum baik Nyonya."
"Gadis cantik itu sakit? Kenapa bi, apa dia kecapean karena pekerjaan yang ditugaskan untuknya terlalu berat." Nyonya Helen jadi ikut mengkhawatirkan keadaan Vania yang katanya sedang sakit.
"Tidak kok Nyonya, bukan karena pekerjaan yang membuatnya sakit tapi, memang Vania sedang tidak enak badan saja. Setelah istirahat juga ia akan segera pulih seperti sedia kala. Nyonya tidak perlu khawatir Vania baik-baik saja tidak ada yang serius."
Nyonya Helen pun mengangguk lalu, menyuruh bi Arum agar segera memberikan teh tersebut kepada Vania.
Kriett
"Van, ini minumlah dulu agar perutmu hangat dan tidak mual lagi." Bi Arum memberikan secangkir teh tersebut kepada Vania yang masih duduk di tepi tempat tidur sambil memegangi perutnya.
"Apa masih terasa mual?"
"iya sedikit bi."
"Bi, apa jangan-jangan aku hamil. Gejala yang kurasakan sama seperti dulu saat mbak Dinda hamil.Benar kan bi? jika benar aku hamil lalu, aku harus bagaimana dan apa yang akan aku lakukan. Aku sangat takut, bi. Hiks...hiks." Vania mulai terisak ketika membayangakan dirinya hamil dari hasil perkosaan tersebut dan yang lebih parahnya lagi pria yang harus bertanggung jawab itu adalah sang tuan muda nya sendiri.
"Sisst–jangan berpikiran negatif dulu Van. Semoga saja itu tak terjadi.Tenangkanlah pikiranmu. Bibi tinggal dulu kedapur lagi mau menyiapkan sarapan pagi, sebentar lagi para majikan pasti sudah berkumpul di meja makan.Istrirahatlah, nanti akan bibi antarkan sarapanmu." Vania pun mengangguk patuh, kemudian gadis muda itu merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur.
Para majikan sudah berdatangan ke meja makan dan duduk di kursinya masing-masing. Semua anggota keluarga lengkap hadir, Tuan Bisma, Nyonya Helen dan Tuan muda Liam. Hanya satu orang yang tidak ada yaitu putra kedua di keluarga itu yang masih berada di luar negeri tengah melakukan perjalanan bisnisnya.
"Kamu sedang mencari siapa, Liam. Clingak clinguk begitu." Nyonya Helen bertanya pada sang putra karena sejak tadi ia perhatikan Liam tampak tengah mencari sesuatu atau seseorang.
Ditegur oleh sang mama Liam pun agak kikuk namun, ia.bersikap setenang mungkin. "Ah, enggak sedang mencari siapa-siapa kok ma."
"Loh bi, dimana keponakanmu katanya sudah datang dari desa?" Tuan Bisma memang belum bertemu dengan Vania sejak gadis itu tiba karena baru semalam beliau pulang dari perjalanan dinasnya ke luar negeri.
"Maaf Tuan, Vania sedang tidak enak badan jadi, saya mohon izin agar dia tidak bekerja untuk hari ini saja."
"Oh begitu, bawalah berobat bi kalau memang dia sakit."
"Iya Tuan."
"Jadi gadis yang bernama Vania itu sedang sakit. Sial sekali sih gue, jangan sampai papa dan mama tahu apa yang terjadi antara gue sama cewek itu. Bisa habis gue di hajar papa." Monolog Liam dari dalam hati.
Ditengah sarapan berlangsung tiba-tiba Liam memegang perutnya dan menutup mulutnya. Sang tuan muda itupun berlari menuju ke kamar mandi yang berada didekat dapur.
"Anak itu kenapa?" Tanya Tuan Bisma pada sang istri.
"Tidak tahu Pa, coba mama Lihat dulu, mungkin masuk angin. Kerjaannya keluyuran malam terus sih."
Nyonya Helen pun beranjak menyusul sang putra kekamar mandi untuk melihat kedaannya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Nora♡~
Aa... haaah... rasakan pembelasan si Pitung.... bagussss... Calon baby buat papa mu kesakitan pasti ituu ngidam, 🤪🤪🤣🤣🤣🤣biar ibumu yang merasa baik.... semoga ketahuan yaa menghamili Faiha... ngidam simpatik kah 🤔🤔lupa dah.. belas dendam di mulai 🤣🤣🤣bravo... bravo.. bravo... Baby kembar 👏👏👏buat papa mu yang bajet lebih sangsara... atas dosa2nya pada ibu mu... gituu... semangat thor... lanjuutt...
2023-05-16
1