"Milen, ayo cicipin! kamu minum aja dari tadi." tarik Ima, pada tangan Milen yang merasakan dingin sekali tangan dengan kegugupan.
"Ah! iy kak, Milen juga haus." senyumnya saat itu.
Lamunan hilang saat kakak pertamaku bernama Ima memanggilku tepat di hari ulang tahun ke 26. Aku memiliki satu kakak perempuan dan kami dua bersaudara. Ayahku sudah meninggal sejak aku berumur 6 tahun. Kami hanya tinggal berdua saja, sementara ibuku bekerja, berada di alzeera.
"Brian, setelah ini ada kejutan buatmu. Apa kau lupa ini hari ulang tahunmu?" ucapan kak Ima yang jelas berada di depanku sambil mengoceh.
"Iya kak, hehe aku masih ingat. Makasih ya kak, kakak libur hari ini?"
"Enggak, hari ini kakak terakhir mengucapkan ulang tahun. Kakak sempatin untuk kamu, karena kamu adik terbaik kakak. Ingat kamu harus jadi orang sukses!" ucap Ima, membuat yang mendengar kebingungan dengan kata katanya.
"Sukses tentu dong kak, tapi kenapa harus terakhir sih kak. Nakutin aja deh."
Suara nyanyian selamat ulang tahun mengejutkan Brian dari belakang. Awalnya, hatiku mengira ini kenyataan atau mereka yang terus mengusikku? Aku memantapkan hati dan memberanikan diri untuk menolehkan pandanganku ke arah belakang, terus berharap ini adalah nyata, yang Brian yakin Milen sudah berkomunikasi.
"Hei, Brian, kamu ini kenapa dari tadi kok gak noleh sih? Kamu tidak mau makan kue bikinan kakak, meski hias di toko kue sih? hehehe." Tangan itu menepuk pundak.
"Brian, ayo hadap sini. Lihatlah kue ini, ayo satu suap. Buka mulutmu!"
Segera ku balikkan tubuhku yang akhirnya merasa tenang mendengar suara kakak, Apalagi bau kue yang sangat harum menusuk hidungku. Aku melahap dengan bahagia saat ka Ima menyuapiku.
Took!! Took.
Suara gedoran dan teriakan suara warga, bising sangat jelas.
"Dek, Brian! dek Brian, cepat keluar!"
"Hah, ada apaan tuh. Bukan mau grebek kan?" tanya Milen, namun saat menoleh tidak ada Ima, sosok kakak itu hilang tanpa melangkah jejak.
"Kagak lah, bentar gue lihat dulu," ujar Brian. Milen takut pun mengekor pamit.
"Brian, inget bahagia selalu. Milen, titip Brian ya! jaga dia, kakak senang kalian bersama saling menjaga seperti ini." ujar Ima, yang membuat Milen terdiam, seolah tanda peringatan karena suara tanpa wujud memekik telinganya.
Milen dan Brian keluar, yang ia yakin ka Ima juga ikut mengekor. Tapi salah satu warga menggemparkan, membuat lutut dan hati Milen ikut melemas apa yang Brian rasakan.
"Eh, pak Edo. Ada apa ya?"
"Nak Brian, mau berangkat ya? pak Edo cuma mau mastiin, pak Edo minta maaf nak Brian yang tabah ya!"
"Pa Edo, ada apa sih ini? yang jelas dong kalau ngomong." panik Brian.
"Kakak mu Ima, kecelakaan di depan toko kue Gery. Ketabrak sedan dan truk. Ayo ikut kami, mastiin dek Brian! kalau kami salah, tapi ini tas milik kakak kamu kan." ucap pak Edo, sedikit gugup.
Deg!!
Brian dan Milen saling menatap, lalu ia menoleh ke arah belakangnya, tak ada sosok sang kakak. Dengan gemetar halus, jelas Brian nampak panik, padahal janggal itu sudah Milen rasakan namun bingung untuk bicara pada temannya.
Enggak! kak Imaaaa!! teriak Brian.
Warga pun seolah syok karena Brian mencari ke dalam rumah, terlebih dapur tadi tak ada sosok ka Ima, apalagi kue di meja dapur, berubah menjadi pasir hitam.
Hooooooaaaah! enggak, engggak mungkin. Ini pasti ga nyata kan Melin!! lirih Brian, menangis sesenggukan.
Sementara Milen mencoba mencerna bayangan jingga merah tadi, dan itu adalah benar arwah ka Ima yang baru saja kecelakaan, ia pulang untuk memberi kejutan terakhir pada adiknya.
Milen juga melihat sosok pria yang dengan perut berantakan, di bagian perut. Ia terdiam membungkuk seolah menunjuk, jika itu adalah arwah Ima yang tersenyum dengan wajah penuh darah setengah hancur.
Haaaaaaahkh!! tersendat Milen, ia mencoba kuat, untuk menguatkan Brian. Hingga Milen berusaha menghalangi, arwah kak Ima yang asli telah hancur dan menangis ke arah menatap Milen.
"Brian! ayo kita lihat, ikuti warga sekarang! kita pastiin, itu bukan ka Ima."
"Ga mungkin, warga tadi kasih tas milik ka Ima, dan pak Edo bilang ka Ima lagi jalan pulang, tapi truk dan sedan tabrakan, ke arah jalan yang kakak gue gak sadari, Aaaaaakh! ini ga adil, gue berharap ini mimpi Melin." menangis Brian. Memukul tembok, karena hatinya hancur dan lemas.
"lo yang tabah Brian ...!" ujarnya, andai dirinya dan Brian tidak kemah di paviliun, mungkin satu persatu orang yang mereka sayang tidak ikut sialnya.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments