Pagi-pagi sekali Dokter Rama kembali datang ke rumah sakit karena di malam kemarin ia tidak ada jadwal piket. Hingga membuatnya datang lebih cepat demi sebuah pekerjaan yang mulia.
Belum sampai ia memasuki ruangan pribadinya tiba-tiba saja ia melihat seorang wanita berjalan mendekatinya. Rambut terurai indah dengan memakai gaun menarik berwarna merah, ditambah kacamata hitam dan high heels tinggi dengan memperlihatkan kaki jenjangnya. Layaknya sedang mengikuti sebuah acara fashion show ternama.
Tak pernah Dokter Rama bayangkan saat melihat wanita itu melepaskan kacamatanya. Ternyata Nala datang menemuinya dengan berpakaian seperti ingin mengajaknya berkencan. Meskipun wanita itu terlihat sangat cantik, namun hanya ada satu pertanyaan yang terselip di dalam benaknya Dokter Rama. ”Apa dia benar-benar tidak waras?”
Berbeda dengan Nala yang sangat percaya diri sekali untuk bisa membuat sang dokter muda tergoda dengannya. Penampilannya sungguh menawan, tapi baginya sendiri. Hanya saja Nala tidak sadar bahwa gaunnya itu telah salah tempat.
”Hai, Dokter Rama. Selamat pagi ...," sapa Nala dengan mengigit bibir bawahnya agar terlihat lebih menggoda.
Akan tetapi, Nala tidak tahu bahwa Dokter Rama paling benci dengan warna merah, terutama karena terlalu sering melihat darah merah. Ia merasa bahwa warna tersebut membuatnya memberikan kesan aneh. Bukannya membalas sapaan manja dari Nala, namun Dokter Rama lebih memilih masuk ke dalam ruangannya dengan sikap tak acuh.
Melihat situasi itu, beberapa suster yang sedang lewat pun menertawai Nala dengan sengaja. Hingga membuat Nala merasa malu, dan memilih bergegas pergi dari rumah sakit itu.
”Padahal penampilan ku sudah sangat menawan, tapi kenapa Dokter Rama tidak terpikat denganku? Jika begini caranya aku tidak bisa membalaskan dendam ini," gumamnya. Saat berada di dalam mobil taksi.
Hari pertama telah gagal, dan begitupun dengan hari-hari selanjutnya. Namun, Nala masih tetap tidak ingin berhenti agar bisa membuat Dokter Rama terpikat dengannya. Memakai gaun berwarna biru, dan ia merasa bahwa gaun tersebut sudah jauh lebih baik dengan apa yang ia kenakan di hari-hari sebelumnya.
”Kali ini aku tidak boleh gagal, dan jika perlu aku harus bisa meminta Dokter Rama mau menikahi ku,” tekadnya Nala yang kuat.
Untuk kesempatan kelima, dan Nala dengan sengaja datang lebih dulu untuk menunggu sang dokter di depan pintu ruangannya. Kali ini Dokter Rama tak bisa menjauh.
“Sebenarnya apa mau mu?” tanya Rama yang terlihat sedang ingin menentang Nala.
Membuat hati Nala senang ketika hari terakhir ia mendapat kesempatan untuk bisa berbincang dengan sang dokter. Dirinya bergegas mendekat, mengusap bahu pria itu dengan manja serta senyuman menggoda yang tak ingin ia lewatkan untuk memperlihatkan kepada sang dokter.
Meskipun tidak Nala ketahui bahwa gaun berwarna biru adalah warna kesukaan dari sang dokter.
”Dok, aku tidak mau apapun darimu. Tapi, bisakah kamu menyembuhkan hatiku ini? Rasanya sakit ... sekali, seperti ditusuk-tusuk jarum cintamu," ucap Nala dengan suara penuh kelembutan.
”Seharusnya kamu tidak berada di rumah sakit ini, tapi di rumah sakit jiwa. Obat tidak waras sudah habis, jadi pergilah sekarang,” usir Dokter Rama. Namun, pria itu ikut merasa kebingungan dengan apa yang sebenarnya wanita ini cari berhari-hari.
”Akan aku lakukan jika bisa bersama denganmu, Dok. Sembuhkan jiwaku jika itu mau mu." Nala semakin mendekat sembari ia mengarahkan satu jarinya ke leher sang dokter.
Merasa jika Nala semakin berbuat lebih jauh, dan Dokter Rama tidak mau kalau sampai imagenya menjadi buruk di mata pihak rumah sakit. Dengan cepat menarik tangannya Nala untuk masuk ke dalam ruangannya, dan tak lupa mengunci pintu.
Bukankah takut, namun Nala semakin terlihat senang. Ia tersenyum senang sembari duduk di atas meja Dokter Rama dengan sengaja sembari memperlihatkan bentuk tubuhnya yang menawan.
"Katakan apa mau, Nala? Kau bahkan tidak lebih seperti wanita yang sedang haus sentuhan. Aku rasa, aku bisa menunjukkan tempatmu di rumah bordil." Dokter Rama masih bersikap ketus.
"Ya ampun, Dok. Pasien mu ini sedang butuhkan pengobatan mu, tapi sepertinya aku akan lebih membutuhkan dirimu. Ah ... nikahi aku, Dokter Rama," bisik Nala dengan perlahan sembari menarik jas putih kebanggaannya.
”Kau benar-benar tidak waras, Nala! Sebaiknya minum obat tikus, bukan obat kuat," ketus Dokter Rama dengan sekedarnya.
"Ya, aku sudah tidak waras karena dirimu, Dok. Aku akan membuat mereka semua tahu bahwa aku ini adalah milikmu," sahut Nala dengan cepat sembari ia mulai perlahan membuka kancing gaun atasnya.
Semakin membuat Dokter Rama makin tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi kepada Nala. Dengan cepat ia menarik tangannya Nala agar wanita itu tidak berbuat semakin jauh.
”Ingat satu hal, Nala. Jangan coba-coba untuk membuat reputasi ku menjadi hancur hanya karena kamu marah atas kematian ibu dan adikmu," ancamnya. "Sekarang ke luar dari ruangan ku, dan jangan berharap aku akan menuruti permintaan bodoh mu ini," lanjut Dokter Rama dengan tegas.
“Come on, Doctor. Sentuh dan jamah lah tubuhku, Rama." Nala tidak takut, namun ia semakin menjadi-jadi hingga membuatnya semakin memperlihatkan gaya menawan demi bisa membuat Dokter Rama terpikat dengannya.
Sebagai seorang pria yang normal, Dokter Rama tahu bahwa dia bisa saja lemah dengan melihat Nala bertingkah konyol seperti sekarang. Namun, ia tahu bahwa wanita ini tidak akan berhenti begitu saja demi bisa membuatnya luluh. Akan tetapi sekarang, dirinya tak ada pilihan lain selain dengan mengusir Nala secara paksa, daripada ketahanannya sebagai seorang pria harus luntur di depan Nala.
Menarik tangannya Nala dengan kasar sembari sedikit mendorong agar bisa ke luar dari ruangannya. Nala pun berhasil ke luar dengan raut wajah yang penuh kekesalan. Namun tidak dengan Dokter Rama yang lebih memilih mengurung diri sampai Nala benar-benar pergi.
Lagi-lagi usaha Nala telah gagal dan ia harus pulang dengan menahan rasa malunya. Padahal, ia sudah menghabiskan banyak uang demi bisa membeli gaun indah seperti sekarang, namun semuanya telah sia-sia.
”Kurang ajar! Dia mencoba melawanku, tapi aku tidak boleh menyerah. Lihat saja, Dokter Rama," ancamnya, dan bergegas pergi ke luar dari rumah sakit.
Saat Nala pergi banyak mata memandang rendah kearahnya. Mereka yang kenal dekat dengan Dokter Rama ikut menatapnya sebelah mata, dan bahkan ada yang langsung mencibir Nala secara terang-terangan.
Semakin membuat Nala merasa sedih ketika ia tahu bahwa dia telah menggunakan cara yang kotor agar bisa membuat sang dokter tergoda. Ia pun merasa malu, dan memilih berjalan lebih cepat kearah taksi yang sudah ia pesan lebih dulu.
”Sial! Bagaimana aku bisa melanjutkan pembalasan dendam ini jika aku tidak bisa masuk ke dalam rumah sakit itu? Mereka akan pasti terus-menerus menghinaku," geram Nala dengan penuh kekecewaan.
Sang supir taksi hanya kebingungan ketika mendengar amarah dari penumpangnya.
"Maaf, Mbak. Tadi saya tidak sengaja mendengar kalau Mbak sedang butuh cara untuk masuk ke rumah sakit ini ya? Apa maksudnya ingin menjadi salah satu pekerja di sini?" tanyanya.
"Memangnya Anda tahu agar bisa masuk ke dalam rumah sakit ini? Jika memang tidak, tidak perlu banyak bertanya. Saya sedang pusing. Sebaliknya cepat bawa saya pulang ke tempat yang sudah saya berikan, tapi jika tidak saya akan ke luar," cetus Nala.
"Hehe maaf, Mbak. Bukan maksud saya ingin ikut campur. Tapi kelihatannya Mbak ini sedang butuh bantuan ya? Sebetulnya saya ada loh kenalan seorang suster yang bisa membawa Mbak masuk ke dalam rumah sakit ini. Dia gebetan saya."
Dengan tiba-tiba Nala pun terheran. "Aku setuju! Tapi sebaiknya menyingkir lah dariku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments