"Wih hari Senin sudah sumringah saja wajahmu, Her. Pasti dapat jatah malam yang banyak nih dari istri," ucap Asep seraya terkekeh.
"Kang Asep tahu saja. Ya begini ini Kang, resikonya LDR an. Harus serba tahan. Tahan kangen, tahan godaan dan tahan puasa sebelum berbuka. Tahan banting pokoknya," ucap Heru dengan kekehan.
"Nanti kalau uangmu sudah banyak. Kamu ngontrak rumah kayak aku di Jakarta. Jadi istrimu kamu bawa ke Jakarta. Biar enggak jauhan lagi kayak sekarang. Di Jakarta suruh jualan atau kerja di depot kan bisa. Upahnya lumayan kok. Aku sudah setahun ini ngajak istriku pindah ke Jakarta. Nanti dibantu sama istriku supaya istrimu dapat pekerjaan di Jakarta," ucap Asep dengan tulus.
"Makasih banyak Kang Asep. Saya belum bisa balas apapun nih sudah dibantu banyak sama akang. Nanti hal itu coba saya rundingkan dulu sama Nia kalau pulang ke Bandung. Oh ya saya pamit dulu Kang, mau antar kopi ke ruangan Bu Agustine. Takut ditungguin," ucap Heru dengan nada sopan.
"Ya sudah sana. Nanti keburu ngamuk macan betina satu itu," ledek Asep.
"Ah, akang bisa saja. Pamit dulu ya Kang," ucap Heru seraya bergegas keluar dari pantry menuju ruang wakil direktur.
"Hem,"
Tak lama Heru pun tiba di depan ruangan Agustine. Ia mengetuk pintu terlebih dahulu dan sang empunya ruangan kemudian menyuruhnya masuk.
Ceklek...
Derit pintu terbuka, dan Agustine memberi kode pada Heru bahwa kopi yang ia minta untuk diletakkan di meja kerjanya. Kebetulan Agustine sedang berdiri menghadap kaca melihat keramaian ibukota Jakarta yang dikenal tak pernah tidur. Sebab kesibukan dan keramaian selalu ada di mana-mana selama dua puluh empat jam penuh.
Dirinya tengah menelepon seseorang yang tentu saja Heru tidak mengetahui siapa yang ditelepon oleh wakil direkturnya itu.
"Brengsek! Mana mungkin kalian tidak menemukannya. Cepat cari dan jangan kehilangan jejak kembali. Kamu awasi dia kemanapun pergi dan segera laporkan pada saya apa saja kegiatannya," ucap Agustine dengan nada tinggi pada orang yang tengah ia telepon.
Kilat marah dan geram sangat kentara pada raut wajahnya yang masih terlihat sangat cantik di usianya yang sudah mencapai setengah abad.
Deg...
Tanpa sadar bentakan Agustine tadi membuat Heru mendadak terkejut dan sedikit gemetaran. Sehingga tanpa sengaja saat meletakkan kopinya di meja Agustine, kopi tersebut tumpah sedikit dan mengenai berkas yang ada di atas meja.
"Aduh," cicit Heru terkejut karena kopi yang ia bawa tumpah.
Sontak Agustine langsung menoleh dengan ponsel masih di telinganya. Ia langsung menatap tajam Heru yang menumpahkan kopi di atas berkas pentingnya.
"Astaga, apa-apaan kamu! Kerja enggak becus. Lihat ini! Berkasku jadi kotor semua kena kopi. Minta dipecat kamu, hah!" pekik Agustine menyalang tajam pada Heru.
"Maaf, Bu Agustine. Saya enggak sengaja. Jangan pecat saya, Bu. Saya mohon," ucap Heru memelas bahkan ia langsung berlutut di hadapan Agustine.
Heru tentunya takut jika dipecat. Sebab tabungannya sudah lumayan terkumpul untuk niat membayar kontrakan rumah seperti yang Kang Asep sarankan tadi di pantry. Jika dirinya dipecat selain gagal hidup di Jakarta bersama istrinya, maka bisa-bisa ibu mertuanya akan mengamuk.
Yang Heru lebih takutkan lagi kalau ibu mertuanya akan membuat dirinya dan sang istri bercerai. Sebab tak bisa memberi materi yang cukup untuk menghidupi mereka. Semalam dirinya mimpi begitu indah. Namun pagi ini sudah kena semprot Wakil Direktur akibat dirinya yang kurang hati-hati dalam bekerja.
"Keluar kamu dari ruangan saya! Dan saya pastikan kamu akan dipecat hari ini juga!" usir Agustine dengan nada tinggi dan menunjuk ke arah pintu.
Heru pun yang sudah membereskan meja Agustine dan berpamitan keluar dari ruangan itu. Sebelumnya ia mencoba berpamitan dengan baik, namun Agustine enggan menanggapi dan melihatnya.
Di dalam, Agustine berdecak sebal sebab berkas pentingnya yang terkena tumpahan kopi tadi belum sempat ia gandakan. Sehingga ia tak memiliki salinan ulang.
"Huft, dasar OB sialan!" gerutu Agustine seraya merapikan kembali mejanya.
Sedangkan di pantry, Asep berusaha menenangkan Heru yang tengah sedih dan gemetaran. Heru sangat takut jika sampai dirinya dipecat secara tak terhormat. Tentu saja pesangon atau bisa jadi gajinya bulan ini akan terancam hilang.
"Sabar, Her. Banyak-banyak berdoa saja. Semoga ada jalan terbaik. Akang doakan semoga kamu enggak dipecat," ucap Asep seraya menepuk pundak Heru.
"Amin," ucap Heru.
Tak lama tiba-tiba ada salah satu security memanggil Heru di pantry.
"Her, kamu dipanggil bagian HRD. Disuruh segera ke sana menghadap Pak Tono selaku kepala HRD," ucap security tersebut.
Deg...
🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Inyoman Raka
dasar lKi laki cemen
2024-10-21
0
Yaser Levi
minimal dia tu berani.walau miskin..lah ini gampang banget gemetaran..tdk sesuai kekmya jd ceo..klu penakut bgtu payah...
2024-10-18
0
George Lovink
Heru itu banci yach...dimarahi saja sampai gemetaran...cemen banget tuh laki laki...cihh !!! tokoh utama ganti dengan banci saja
2024-06-24
0