“Mimpi apaan sih gue? Pertama Kak Rian. Ngapain coba dia peluk - peluk cewek di sekolah? Udah gila, apa? Itu tu di kampus. Udah kehilangan moral kali ya tu orang!”, Kirana berbicara mengeluarkan emosinya di dalam kamar.
‘Otaknya udah nggak waras apa?’, protes Kirana dalam hati sambil menjatuhkan tubuhnya di atas kasur.
‘Trus si anak baru itu, ada hubungan apa dia ama cewe nggak tahu malu itu. Main nuduh – nuduh orang sembarangan aja. Radit si lamban itu juga. Dia kira gue suka ama dia. Playboy cap jari kelingking juga. Sombong amat.’, omel Kirana.
Kirana seperti mendengar suara mamanya yang naik ke atas. Akhirnya dia memilih untuk berbicara pelan di dalam hati saja.
“Ran, kamu sudah tidur?”, tanya Mamanya dari luar sambil mengetuk pintu.
“Iyaa.. mas.. Ini Kirana udah matiin lampu. Mama juga tidur ya. Jangan malam - malam tidurnya.”, balas Kirana mematikan lampu utama kamarnya.
Sementara lampu nakas masih dia nyalakan. Dia masih belum selesai untuk mengeluarkan emosinya malam ini. Banyak sekali yang terjadi hari ini di kampus.
Mungkin anaknya ini punya masalah besar, begitu kira - kira pikir bunda Kirana. Putrinya mengatakan sudah mau tidur. Jadi, bunda Kirana memilih untuk mundur teratur. Bundanya tahu, putrinya sudah menghadapi banyak masalah besar sebelumnya. Ia pasti bisa mengatasi persoalan – persoalan kecil seperti ini. Ya.. entah apa itu.
Mama Kirana memang belum mengetahui bahwasanya Rian, mantan menantunya sudah kembali ke Indonesia. Bahkan sudah sejak dua tahun yang lalu. Saat tanpa sengaja bertemu di kampus, Kirana sudah mewanti - wanti pada Rian agar tidak perlu sok baik menemui mereka.
Anggap saja semuanya tidak pernah terjadi. Agar lebih meyakinkan, Kirana mengatakan bahwa seperti itulah permintaan mamanya. Rian hanya bisa menghormati permintaan itu tanpa melayangkan protes sedikitpun.
Kirana tahu, mamanya masih mengharapkan Rian dan masih terus membelanya setiap topik itu muncul kembali. Tapi tidak untuk Kirana. Setelah perselingkuhan papanya terbongkar di depan matanya sendiri, Kirana sudah menutup semua pintu penjelasan. Termasuk jika itu Rian sekalipun.
‘Semua laki - laki sama saja.’, begitu kira - kira kesimpulan yang diambil oleh Kirana.
Mama Kirana berjalan pelan ke kamarnya. Dia tidak khawatir pada Kirana karena putrinya itu sudah beranjak dewasa. Sebentar lagi dia lulus kuliah. Dua tahun bukalah waktu yang lama.
Namun, hanya satu hal yang mengganggu pikiran mamanya, Rian. Tatkala Kirana menyebut nama itu, ibundanya merasa ingin menanyakannya. Apakah Rian yang dia maksud itu sama dengan yang dia pikirkan.
Kirana memang beberapa kali sempat keceplosan menyebutkan nama Rian karena rasa kesalnya. Namun, tentu saja Kirana segera menekankan bahwa Rian yang sedang dibahas bukan seperti yang sedang dipikiran mamanya.
Beberapa kali mamanya ingin bertanya dengan serius. Tapi kemudian ia urungkan niatnya untuk bertanya. Begitu banyak orang yang bernama Rian di dunia ini. Dan Rian juga tidak mungkin ada kaitannya dengan tempat Kirana kuliah, jadi tidak mungkin Rian yang ia maksud itu adalah seperti yang dipikirkannya.
Pria itu sudah kembali ke Perancis. Lagipula, jikalau dia ke Indonesia, tidak mungkin pria sepertinya tidak mengunjungi rumah mereka. Meski semua sudah masa lalu, tapi hubungan mereka tetap baik. Tidak dengan Kirana, tapi setidaknya dengan mamanya masih baik.
*************
Jarum jam, bulan dan matahari seperti cepat sekali berganti. Rasanya baru beberapa jam yang lalu Kirana terlelap. Sekarang sudah pagi lagi. Sudah harus ke kampus lagi. Sudah harus menjalani aktivitas lagi.
“Kamu jangan kebiasaan pulang malam.”, ujar mama Kirana membuka topik di meja makan pagi ini.
“Kemarin itu Kirana ada rapat ma. Kan Kirana udah bilang sama mama kalau Kirana itu terpilih jadi Project Officer untuk acara pagelaran seni modern di kampus Kirana. Jarang - jarang loh ma, PO nya itu perempuan. Kirana mau memanfaatkan kesempatan ini agar dapat nilai plus nanti saat melamar pekerjaan.”, tutur Kirana memberikan penjelasan.
Segelas susu masih ada di tangannya. Sarapan khas Kirana pagi hari adalah segelas susu murni dan sepotong sandwich. Kombinasi yang tidak pernah tinggal. Dulu dia tidak menyukainya, tapi kebiasaan ini justru malah balik melekat padanya. Mengingatkannya kembali pada orang yang selalu ingin dia lupakan.
‘Bagaimana melupakannya kalau dia selalu saja muncul di kampus.’, sejenak pikiran Kirana mengarah kesana tanpa dia sadari.
“Sebaiknya, kamu jangan terlalu memforsis diri kamu. Katanya mau lulus 3.5 tahun, tapi juga mau aktif di organisasi. Terlalu sibuk malah nanti mengganggu kesehatan kamu loh, sayang.”, bunda Kirana menaruh satu telor setengah matang ke atas piringnya.
“Maa.. Kirana gak suka telur seperti ini. Buat mama aja, yah. Sarapan Kirana sudah selesai. Cukup dua ini saja.”, ungkap Kirana meletakkan kembali telor setengah matang itu ke meja mamanya.
Mama Kirana hanya bisa melayangkan tatapan pasrah pada anak semata wayangnya ini.
“Gimana kuliah kamu? Lancar?”, tanya mamanya mengganti topik yang sebenarnya tidak jauh - jauh lagi dari urusan kampus.
Pertanyaan itu membuat Kirana kembali teringat pada nilai tugas Fisika dasarnya.
Ia masih menyimpan kemarahan itu. Ia yakin ada yang aneh. Ia datang pukul 6 teng dan mengumpulkannya. Memang dia sempat tertidur sebentar, tapi belum ada Pak Rian dan dia juga menaruhnya di atas mejanya.
Tidak mungkin tertukar dengan orang lain. Tapi kalaupun itu benar lembar jawabannya, nilainya tidak mungkin segitu.
‘Hah.. padahal Kak Rian sudah bersedia untuk mendiskusikannya. Tapi malah ada insiden peluk - peluk. Ih… tuhkan bikin bete lagi. Bikin mood jadi jelek aja.’, Kirana merengut sendiri tanpa sadar mamanya sedang memperhatikannya.
“Rana, kamu lagi mikirin apa?”, tanya bunda Kirana akhirnya bertanya.
“Hahaha…eggak ada apa – apa kok ma. Enggak apa - apa. Oiya, tadi mama nanya apa?”, sahut Kirana tertawa canggung.
“Mama tanya, kuliah kamu gimana? Kenapa sih belakangan suka bengong. Kamu pasti simpen sesuatu ya?”, tanya mamanya mulai curiga.
“Idih.. simpen apa sih ma. Ga ada. Kirana cuma sedang mikirin nanti ada kuliah apa aja. Kuliah Kirana Alhamdulillah lancar kok, ma. Mama ga usah khawatir.”, balas Kirana sambil memasukkan potongan sandwich terakhirnya.
“Masuk jam berapa hari ini?”, tanya mama Kirana lagi.
“Ini Kirana sudah mau jalan kok, ma. Tinggal beres - beres sedikit di kamar terus berangkat. Ghea mau jemput ke rumah. Katanya dia sudah dapat izin untuk bawa mobil lama papanya. Jadi untuk mata kuliah yang kita ambil bareng, Kirana bisa nebeng Ghea. Lumayan kan, ma.”, jawab Kirana.
“Ghea bisa bawa mobil?”
“Bisa ma. Sudah setahunan dia bawa. Biasanya bawa punya kakaknya. Tapi sekarang udah bisa bawa punya bokapnya yang lama kok, ma.”, jelas Kirana.
“Hm.. harusnya mama gak jual mobil kita waktu itu.”, ucap Bundanya lesu.
“Kenapa, ma? Gapapa kok. Kirana gak butuh - butuh banget mobil. Banyak transportasi umum kok dan lebih nyaman, gak macet - macetan. Ini kebetulan aja ada Ghea. Kita mau mampir - mampir dulu. Mama gak perlu sedih gitu, dong.”, ujar Kirana menghibur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Nurhayatins Aqil
thor syng tmbh upx dong
2023-06-02
0