“Jangan pernah menyalahkan orang lain terhadap apa yang kamu rasakan. Kamu berkontribusi sendiri pada hal itu. Apa gunanya kamu menghancurkan kerta tugas Kirana? Supaya apa? Supaya dia masuk ke peringkat terakhir? Asal kamu tahu, Kirana bukan perempuan lemah yang bisa kamu jatuhkan hanya dengan merusak kertas tugasnya. Saya peringatkan sekali lagi ke kamu, di kampus kita belajar bukan menjatuhkan. Apalagi untuk hal yang bersifat pribadi dan tidak ada hubungannya dengan urusan kampus.”
“....”, Yana terkejut dan terdiam.
Dia tidak menyangka Pak Rian akan mengatakan hal seperti itu padanya.
“Dengan atau tanpa kamu ngelakuin ini ke Kirana, posisi kamu di kelas akan tetap sama. Kecuali, kamu bisa mengubah cara berpikir kamu sendiri.”, lanjut Rian lagi.
Kata - kata Rian begitu masuk ke hati Yana. Dia tidak menyangka pria itu tidak goyah dengan ancamannya dan malah men skak mat dirinya kembali. Yana tak bisa menahan dirinya. Pertahanannya runtuh dengan suara bariton kemarahan Rian barusan. Sambil menangis ia berusaha membuka pintu. Yana kembali berkaca ke belakang di sela - sela tangisnya.
Ia membuka pintu dan tanpa sengaja melihat siluet Kirana yang sedang berjalan kesini melalui sebuah pantulan cermin yang ada di salah satu ruangan tak jauh dari sana. Alhasil, sebuah ide muncul di kepala Yana.
Alih - alih melanjutkan langkahnya untuk keluar, dirinya malah membuka pintu lebar - lebar dan berlari ke arah Rian kemudian memeluknya.
Tentu saja Rian sangat terkejut dengan tindakan Yana. Dia merasa emosi namun tak bisa langsung mendorong gadis itu begitu saja. Dia hanya bisa menghela nafas tidak percaya dan emosi yang sudah sampai di ubun - ubun kepalanya.
‘Apa - apaan mahasiswa satu ini. Rian memejamkan matanya karena sedang menahan emosinya. Dia meremas kepalan tangannya karena marah.
Sayangnya, timing Kirana yang berencana masuk ke ruangan itu sangat tepat. Sesuai janji, dia memang harus bertemu dengan Pak Rian sore ini. Dia terpaku melihat apa yang ada di hadapannya. Saat itu, Rian tak menghadap ke pintu, sehingga dia tidak melihat kalau ada orang lain disana yang sedang melihatnya.
Kirana sempat terdiam sebentar sebelum kemudian berlari kencang. Saking tidak fokusnya, Kirana tak melihat apa yang ada di depannya dan justru hampir terjatuh setelah menabrak seseorang. Radit adalah pria yang ditabrak oleh Kirana.
Mereka ada janji untuk bertemu dan rapat dengan yang lainnya. Namun Kirana permisi sebentar untuk menemui Rian. Mereka yang lain juga belum berkumpul, Radit memilih menyusul Kirana agar nantinya bisa pergi bersama.
“Ran? Kamu gapapa?”, tanya Radit seketika saat menangkap tubuh Kirana yang hampir terjatuh.
Radit bisa dengan jelas melihat ada bulir air mata di wajahnya. Kirana yang sadar Radit memandangnya langsung menghapus pipinya. Kirana hanya bisa menggeleng dan segera berlari lagi mencari tempat dimana tidak ada orang disana.
Radit terheran dan sempat ingin mengejar Kirana. Namun, seseorang malah menghampirinya.
*************
“Eh ... lo liat Kirana nggak?”, tanya Radit pada setiap orang yang dia temui.
Radit sibuk bertanya – tanya mengenai keberadaan Kirana sampai seorang anak basket yang merupakan juniornya mengatakan bahwa Kirana terlihat berlari ke arah pintu gerbang kampus seperti terburu – buru mengejar sesuatu.
Tanpa pikir panjang, Radit segera menyambar tas miliknya beserta kunci mobilnya. Hari ini karena harus mengantarkan keperluan tim basket, ia harus membawa mobil.
Kirana terlihat berjalan di pinggiran ruko tempat penjualan alat elektronik
“Ran, lo kenapa? Ayo naik”, ujar Radit langsung menawarkan tumpangan.
Kirana masih belum menjawab.
“Ayo naik. Gue janji ga bakal tanya lo kenapa. Lo butuh teman kan sekarang. Ayo.”, ajak Radit berteriak dari dalam mobilnya.
Tanpa pikir panjang Kirana naik ke mobil Radit, mereka segera berbelok ke arah selatan. Kirana tak punya ide kemana Radit akan membawanya.
--------------
Radit membawa Kirana ke sebuah Cafe Live Music yang berada jauh dari kampus mereka. Sebenarnya, Kirana tak begitu mengerti mengapa Radit membawanya ke tempat ini. Tapi, berhubung dia sedang mencari pengalihan, dia ikut saja.
“Lo kenapa bawa gue kesini?”, tanya Rana begitu sampai di parkiran Cafe.
“Gue liat lo nangis, siapa tahu aja suasana disini bisa menenangkan lo.”, ucap Radit.
“Siapa bilang gue nangis, gue cuma kelilipan debu, tadi kan anginnya kencang. Lebay”, balas Rana.
“Apa? Terus kenapa lo lari?”, tanya Radit kebingungan.
“Gue capek pengen pulang, eh lo malah nyuruh gue naik mobil lo.”, Rana menjawab seolah - olah memang tidak terjadi apa - apa diantara mereka.
“Terus, gimana rapat acara yang mau diadakan? Tadi kan lo telpon gue buat rapat acara itu.”, tanya Radit.
“Gue udah kirim pesan ke anak - anak untuk diundur rapatnya jadi besok. Suasana hati gue sedang tidak baik. Lagian lo kan cuma advisor. Ga hadir rapat juga gapapa, kok. Gue mau bilang itu tadi, tapi lo dah buru - buru bilang, ‘Oke, oke gue dateng.’”, ujar Kirana menirukan gaya Radit menjawab teleponnya.
“Nah, itu benar suasana hati lo sedang tidak baik. Berarti bener dong gue ajak lo kesini.”, balas Radit tanpa menghiraukan kalimat Kirana selanjutnya.
“Ah udah – udah gue capek, pengen pulang.”, entah Kirana terlalu percaya diri atau tidak, tetapi Kirana merasa Radit seperti memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Sejak di toko kemarin, Kirana bisa merasakan kalau Radit sedang PDKT dengannya.
Kirana segera berjalan keluar ketika mobil Radit yang sudah berhenti di sebuah kafe yang cukup besar. Bentuknya ruko dengan desain kekinian. Dari luar Cafe sudah terdengar alunan musik yang sepertinya berasal dari rooftop.
BRAAK
“Raka?”, lagi dan lagi, Kirana bertabrakan dengan seseorang.
Entah apa yang terjadi dengan fokusnya hari ini. Dia berulang kali menabrak orang di jalan. Sekarang Raka? Kenapa laki - laki ini selalu saja berada di sekitarnya di saat - saat genting.
‘Kenapa dia bisa ada disini? Tunggu, dia mikir aneh ga, ya kalau liat gue bareng Radit. Aduh..’, Kirana langsung menyadari bagaimana posisinya saat ini.
“Kamu?”, Raka hanya bisa melontarkan kata itu pada Kirana.
Dia belum sempat berkenalan dengan cara yang normal dengan Kirana. Hanya saja, berkat pertemuan mereka yang tanpa sengaja beberapa kali, Raka cukup hapal siapa perempuan yang ada di depannya ini.
“Ngapain lo disini?”, Kirana bertanya dengan gaya sok ketusnya.
Tentu saja dia jadi merasa aneh ketika sebuah kebetulan malah terjadi berulang - ulang seperti ini.
“Radit? Jadi ini yang kamu bilang Rapat?”, tiba - tiba muncul kejutan yang lain di belakang mereka.
“Fay, bukannya kamu udah balik dari tadi?”, tanya Radit kebingungan.
Seingatnya sudah satu jam lebih berlalu sejak terakhir kali mereka bertemu disini. Radit membawa Kirana ke Cafe yang sama karena yakin Fay sudah tidak ada disana.
“Kenapa? Kamu pengen aku balik biar bisa berduaan ama cewek nggak tahu malu ini?”, emosi Fay membuatnya mengeluarkan semua kata - kata buruk yang ada di kepalanya. Intinya, tanpa proses filtrasi.
“Eh .. siapa yang lo bilang nggak tahu malu. Denger ya, kita kesini nggak mau ngapa – ngapain. Dan lagi, inget ya. Gue gak tertarik sama cowok orang”, ucap Kirana tegas.
Raka sedikit mengarahkan tatapannya pada Kirana. Emosi Fay bahkan membuat Kirana lebih emosi lagi. Bagaimana tidak, baru kali ini mereka berbicara, tapi Fay sudah meninggikan suaranya.
“Fay, kamu apa - apaan sih? Kita gak ngapa - ngapain.”, ucap Radit mencoba menengahi situasi.
“Gak ngapa - ngapain, tapi ke Cafe berdua? Kamu pikir aku bodoh.”, ucap Fay kali ini fokus pada Radit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Rita Riau
si Yana cupu licik,,, kaya nya konplek makin panas
2023-12-02
0
abdan syakura
Ayo ayo
Adu jotos...
Siapa Pemenang???🤕🤺
2023-05-31
0