Flashback semester kedua perkuliahan.
“Lo ngapain?”, tanya Ghea yang kebingungan karena sedari tadi Kirana celingak - celinguk tidak jelas melihat kiri dan kanan.
Mereka sedang memasuki area ruangan dosen karena harus mengantar tugas kampus. Biasanya mereka hanya perlu mengantarkannya ke ruangan asisten dosen, tapi entah kenapa hari ini mereka harus langsung mengantarkannya ke ruangan dosen.
Bukan mata kuliah Fisika, tetapi mata kuliah lain. Namun, Kirana tentu saja masih ingat kalau ini adalah area ruangan dosen Fisika juga.
“Kirana, ngapain sih? Kalau lo jalannya seperti siput begitu, kapan kita sampainya. Ingat, kita harus antar ini sebelum jam 3 sore. Sekarang udah jam setengah tiga sore lebih dikit. Bisa cepetan, ga? Gue ga mau ya, ngulang mata kuliah ini gara - gara lo.”, ucap Ghea.
“Wah.. yang bikin kita telat kumpul siapa? Gue minta kita datang pagi biar bisa cepet ngerjain. Lo malah datang siang. Ya salah lo, lah.”, ucap Kirana kembali mengingatkan Ghea kalau dai yang datang telat hari ini.
“Ya.. mana gue tahu kalau mobil bokap gue rusak dan harus ke bengkel dulu.”, balas Ghea.
“Heh.. alasan itu udah ga mempan, ya. Bokap lo bulan lalu baru jual mobil dan ganti motor. Orang tadi gue lihat kok lo naik motor. Sejak kapan mobilnya mogok.”, kata Kirana mengingatkan Ghea yang memang tukang cari - cari alasan.
“Ya.. bokap gue baru beli lagi. Dan mogok. Makanya gue naik motor.”, balas Ghea tidak mau kalah.
Debat kusir merekapun kembali dimulai lagi.
“Hah… ini gue doang yang lo boongin atau ke semua orang lo juga boong ga sih? Gue jadi mempertanyakan kenapa gue masih bertahan sahabatan sama lo.”, pikir Kirana.
“Wah…ternyata lo gini ya Ran. Sebentar banget setia kawan lo bertahan.”, lanjut Ghea.
“Ah.. mau ampe kapan nih kita disini. Yang ada telat dan dosennya ga mau terima.”, Kirana kembali fokus pada tujuan mereka kesini.
“Ya.. kan lo duluan yang bikin lama.”, kata Ghea lagi.
“Salahin lagi.”
“Heh.. bisa tenang sedikit ga sih? Disini ruangan dosen. Kalian mau kemana?”, tanya seseorang muncul dari salah satu ruangan dosen sambil mengetuk pintunya agar kedua mahasiswa yang berdebat di lorong bisa mendengarnya.
‘Hah? Pak Rian… Iiih gara - gara Ghea sih. Kan jadi ketemu Pak Rian. Rese banget memang.’, bukannya menoleh pada Rian, Kirana justru menoleh ke arah sebaliknya dan bermaksud untuk pergi dari sana.
“Maafin kita Pak. Kita cuma mau ke ruangan dosen kalkulus aja kok, Pak.”, balas Ghea dengan sopan sambil menyunggingkan senyum tipis.
“Yuk Ran.”, kata Ghea yang menoleh ke samping namun Kirana sudah perlahan berjalan meninggalkannya.
“Heh… mau kemana lo? Ruangan dosennya ada disana. Lo ga mau ngumpulin tugas?”, tanya Ghea bingung.
“Oh?”, Kirana berbalik namun masih tak ingin melihat ke samping.
Rian menarik nafas dalam dan masuk kembali ke ruangannya. Dia paham betul Kirana merasa tidak nyaman berada di dekatnya.
Di kesempatan lainnya.
“Hah… bener banget Ran. Kalau sedang lelah, panas, capek itu memang mantepnya minum yang dingin - dingin.”, ucap Ghea pada Rana.
Mereka sedang berjalan menuju mesin penjual minuman yang ada di sudut ruangan lantai 1 salah satu gedung di fakultas teknik.
Posisi mesin penjual minuman berada di sudut antara dua jalu yang berlawanan.
“Bener banget….”, kata Kirana.
Namun tiba - tiba suaranya terhenti ketika dari kejauhan dia juga melihat Pak Rian menuju mesin yang sama. Entahlah, apa dia menuju mesin penjual minuman atau hanya ingin melewati lorong yang sama.
“Ghe… kayanya minuman yang kita cari ga ada di mesin itu. Kita ke kantin aja.”, kata Kirana langsung berbalik dan menarik Ghea untuk ikut bersamanya.
“Hah? Lengkap kok disana. Lagian lima menit lagi kita harus masuk kelas yang dekat - dekat sana juga, kan? Ngapain harus capek - capek ke kantin? Jauh.. tar yang ada kita telat.”, teriak Ghea karena Kirana sudah menarik tangannya.
Di kesempatan lainnya.
“Ran, lo semester depan ambil Fisaka, kan? Rencana ambil kelas siapa?”, tanya Ghea pada Kirana.
“Huh?”, Kirana yang menyeruput es teh manis nya di kantin memberikan tatapan bingung.
‘Yang penting bukan kelas Pak Rian.’, ujar Kirana kemudian dalam hati.
“Hm.. lo kan ambis tuh kuliahnya. Cocok deh kalau ambil mata kuliah Pak Rian. Beliau itu disiplin banget, persentase presensi diitung, tugasnya banyak, dan nilainya objektif banget. Plus, doi gantengggggggg dan masih muda.”, ujar Ghea membuka ponselnya sambil melihat pilihan kelas Fisika berikut informasi dosen yang mengajar.
“Kalau kelas Bu Rika, fleksibel banget. Masuk ga masuk kelas, doi ga peduli. Yang penting tugas ngerjain, ujian datang. Nilai tetap tergantung sama proporsi yang sudah ditentukan.”, lanjut Ghea.
“Nah, ada satu lagi nih dosen Fisika. Jarang masuk, jarang tugas, tahu - tahu tar nilainya ada aja. Tapi, susah banget dapetin kelas ini. Kuotanya terbatas, dan doi cuma buka satu kelas doang, isi 60 orang.”, Ghea kembali meneruskan.
“Mau yang mana?”, tanya Ghea kemudian.
“Bu Rika aja.”, jawab Kirana singkat.
“Beneran? Ga mau ambil kelas Pak Rian? Biasanya lo suka ambil kelas dosen - dosen tipikal Pak Rian.”, ujar Ghea mengikuti Kirana yang sudah berdiri dari tempat duduknya.
“Gue gak pinter Fisika. Lebih baik sama dosen yang aman modelan Bu Rika.”, jawab Kirana.
***********
Masih flashback semester tahun pertama.
“Kamu belum pulang?”, tanya seseorang mengejutkan Kirana.
Kirana langsung mengambil tasnya dan pergi. Saat itu sudah malam. Kirana belum pulang karena sibuk mengerjakan tugas di perpustakaan. Ghea? Dia sudah pulang sejak sore. Kirana duduk di sudut perpustakaan bahkan sampai tidak sadar kalau jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.
Tak disangka, saat itu orang yang menjaga perpustakaan tiba - tiba berganti menjadi Pak Rian, entah bagaimana ceritanya.
“Kamu pulang naik apa? Biar saya antar.”, ucap Rian memegang lengan Kirana karena gadis itu sudah buru - buru mau pergi dari sana.
“Bukan urusan Bapak.”, balas Kirana dingin.
“Tunggu saya di parkiran, saya antar kamu.”, kata Rian tegas.
“Ga usah sok baik. Lepasin saya, sebelum saya teriak.”, ucap Kirana celingak - celinguk melihat apakah masih ada orang di perpustakaan atau tidak.
Nihil. Sepertinya memang dia penghuni terakhir malam ini. Besok sudah akhir pekan. Mana ada yang ke kampus sampai malam begini.
“Ran, saya tahu kamu menghindari saya terus. Tapi ini sudah jam 10 malam. Kamu mau pulang naik apa?”, tanya Rian.
“Bukan urusan kamu. Rana sama kak Rian udah ga ada hubungan apa - apa. Aku gak mau mama tahu kalau kak Rian ada disini. Aku udah pernah bilangkan. Aku ga mau mama kembali ke masa lalu.”, kata Kirana melepaskan pegangan tangan Rian.
“Ran…”, panggil Rian lirih dan Kirana sempat berhenti sejenak, seolah menunggu apa kalimat pria itu.
“Kita sudah melewati waktu yang panjang untuk sampai ke titik itu.”, Rian sempat terdiam sebentar.
Redup malam lampu perpustakaan yang memiliki tema cokelat itu makin memberikan kesan sendu diantara mereka. Siluet bayangan itu seperti ingin saling menarik namun si pemilik bayangan terus memberikan jarak.
“Mas Rian yang menghancurkan perjalanan itu sendiri. Bukan aku.”, jawab Kirana lugas.
“Ran…”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
abdan syakura
wahhhhhhh Kak Thor
buat penisirrriinnnn aje....
mereka knp yaaa????
2023-05-29
1