Tok tok
Terdengar suara pintu ruangan dosen dibuka. Tepatnya ruangan dimana Pak Rian dan beberapa dosen Fisika lainnya berada. Hanya ada 4 orang dosen Fisika di kampus itu. Dua orang dosen mengajar mata kuliah Fisika lanjutan untuk tingkat akhir dan dua orang dosen mengajar mata kuliah Fisika Dasar untuk mahasiswa tingkat pertama dan kedua.
Khusus untuk Pak Rian, beliau juga sekarang mengajar mahasiswa tingkat pertama dan kedua. Sisanya belum mengajar mahasiswa S2 dan bimbingan skripsi.
“Ada Rian?”, tanya seorang pria paruh baya yang merupakan dekan Fakultas Teknik di kampus itu.
“Rian lagi ke toilet, nah itu dia Pak.”, jawab seorang dosen Fisika lain yang sedang berada disana.
Rian yang tadi habis dari toilet ternyata sudah berada di belakang sang Dekan.
“Iya, kenapa Pak?”, tanya Rian.
Pria itu hanya mengenakan sandal jepit saja. Tangan dan wajahnya nampak basah. Sepertinya dia tengah bersiap - siap untuk menunaikan ibadah sholat.
“Mau sholat, ya?”, Pak Dekan langsung to the point.
“Iya Pak. Rencananya begitu.”, ucap Rian yang seolah memberikan kode bahwa untuk pembicaraan 5-10 menit, dia masih oke.
“Ya sudah. Saya ganggu sebentar ya. Kamu bisa bantu ajar kelas yang diambil Rika?”, tanya Dekan langsung masuk ke inti.
“Eh? Memangnya Rika mau kemana, Pak?”, tanya Rian.
Siapapun dosen yang mendapatkan pertanyaan seperti itu, pasti akan membalas dengan pertanyaan yang sama.
“Alhamdulillah dia hamil, setelah 5 tahun menunggu. Sayangnya, kondisi kehamilannya sangat lemah. Jadi, anjuran dokter, dia harus lebih banyak bed rest di rumah. Aktivitas bisa, tapi tidak boleh banyak. Karena itu, saya mau mengganti semua kelas yang dia ajar untuk tahun pertama dan kedua ke kamu. Dia masih akan mengajar tahun pertama, tapi hanya satu kelas saja.”, jelas Dekan.
“Masih ada sekitar 10 siswa S1 bimbingan skripsi dengannya. Saya juga mau transfer 5 orangnya ke kamu. Jadi kamu total megang 15, ya?”, tanya Dekan itu memastikan.
“Kalau ditambah dengan yang S2, jadi 20 Pak sebenarnya. Saya pegang 12 siswa sekarang. Kalau 5 di transfer dari Bu Rika, plus 3 mahasiswa pasca sarjana, total jadi 20, pak.”, balas Rian.
“Bisalah.. 20 orang, ya Rian. Kamu kan masih single. Kamu bisa ambil kelas tahun pertama kemudian kedua. Untuk mata kuliah di fakultas lain, saya coba diskusikan dengan Dekan terkait. Seharusnya jangan pakai kamu terus.”, kata Dekan tersebut.
‘Tahun kedua. Kelas Kirana. Bagaimana ekspresinya kalau dosen yang paling dia hindari jadi dosen mata kuliah yang paling dia benci.’, pikir Rian dalam hati.
**************
“Hah? Bu Rika ngomong apa barusan? Diganti?”, tanya Kirana langsung syok dan memegang lengan Ghea.
Ekspresinya seperti orang yang hampir tertangkap orang tua sedang bolos sekolah.
“Hm.. diganti sama Pak Rian. Mulai minggu depan.”, ucap Ghea memperjelas statement yang baru beberapa detik yang lalu disebutkan oleh Bu Rika.
Kalimat selanjutnya? Jangan ditanya. Kirana sudah tidak memperhatikannya lagi.
‘Kenapa harus begini? Satu tahun dia berhasil menghindar dari kelasnya Pak Rian. Dia sudah rela pasang WiFi super kenceng dengan uang jajannya untuk dapat kelas Bu Rika. Sekarang malah harus ganti?
“Kalau begini ngapain gue capek - capek war pagi - pagi cuma buat ambil kelas Bu Rika.”, ekspresi Kirana sudah tidak karuan.
Ternyata, Kirana bukanlah satu - satunya yang memasang wajah sedih, panik, cemas, dan takut. Tapi hampir semua mahasiswa di ruangan tersebut langsung mengeluh.
Rian, Dosen Mata Kuliah Fisika yang baru mengajar sekitar 2 setengah tahun yang lalu itu adalah Dosen paling dihindari di kampus. Dia gak hanya killer tapi kejamnya luar biasa. Sudah tiga mahasiswa yang dia buat ‘I’ di transkrip mereka. ‘I’ alias Incomplete.
Siapapun yang dapat huruf itu di transkrip bahkan jauh sebelum kuliah semester itu selesai, sudah otomatis harus mengulang kembali. Rian, dia tidak segan - segan memberikan hukuman paling mengerikan itu untuk mahasiswa yang tidak mendengarkan nya, meremehkan nya, dan curang / plagiat sudah pasti berpotensi untuk mendapatkan nilai itu.
Untuk Kirana, semua itu tidak masalah, tetapi bertemu lagi dengan Rian merupakan penyiksaan untuknya.
‘Setelah apa yang aku lakukan untuk terhindar darinya. Kenapa sekarang malah kembali bertemu lagi?’, teriak Kirana dalam hati.
Dua tahun yang lalu.
Tint Tint Tint
Sebuah mobil mendekati Kirana yang berjalan dari jalan depan menuju pintu gerbang kampus.
“Ke kampus?”, tanya orang itu saat membuka jendela mobilnya.
Kirana mengenal suara itu. Dia tidak menjawab dan terus melanjutkan langkahnya. Kirana menepi sampai ke pinggir trotoar tanpa melihat ke kanan sama sekali.
Dua bulan kemudian di kantin. Kirana pulang kemalaman karena ada satu tugas yang masih harus dia kerjakan di lab kampus. Mayoritas teman - temannya sudah pulang lebih dulu. Sebelum melanjutkan tugasnya yang tinggal sedikit lagi, Kirana kelaparan dan mencoba mencari sesuatu ke kantin.
Beruntung masih ada dua tiga tempat yang masih buka.
“Pulang malam?”, suara seseorang dari belakang di sebuah lorong mengejutkan Kirana.
Kali ini dia menoleh.
“Hn. Saya mohon Bapak tidak bersikap sok kenal dengan saya. Permisi.’, ucap Kirana melanjutkan langkahnya.
Namun, tidak seperti sebelum - sebelumnya dimana Rian tak mencegatnya sama sekali, kali ini tangannya ditarik.
“Apa - apaan sih Pak. Ini di kampus.”, kata Kirana terkejut.
Belanjaan di tangannya hampir terjatuh.
“Kamu benar - benar ingin bersikap tidak saling kenal?”, tanya Rian memastikan.
“Untuk apa saya harus bersikap kenal dengan Bapak. Toh hanya akan menimbulkan pertanyaan di antara teman - teman saya dan juga sesama dosen. Bukankah begitu? Jadi, lebih baik bersikap tidak saling kenal. Karena, sejak hari itu memang kita sudah tidak ingin saling kenal lagi kan? Saya tidak tahu kenapa tiba - tiba Bapak bisa ada di kampus ini menjadi dosen.”, kata Kirana dengan tatapan yang tajam dan marah.
Beberapa bulan setelah percakapan intensi itu, libur semester dimulai dan Kirana tak pernah bertemu lagi dengan Rian untuk waktu yang cukup lama.
Brak.. suara sebuah benda dihempaskan ke meja mengejutkan Kirana yang saat itu sedang menuju ke ruangan dekan. Untuk pergi ke ruangan Dekan, dia harus melewati beberapa ruangan - ruangan dosen.
Itu adalah saat dia pertama kali berjalan ke area dosen. Mereka bahkan bertemu di perpustakaan untuk bimbingan dengan pembimbing akademis. Kirana dan sekitar 20 orang lainnya yang memiliki dosen pembimbing akademis yang sama.
“Saya sudah cukup jelas mengatakan. Plagiat tidak ada dalam kamus saya. Lebih baik kamu cari dosen pembimbing lain.”, suara yang terdengar di balik dinding jelas - jelas adalah suara Rian.
Dan benar sekali, beberapa saat kemudian pria itu keluar dari pintu dengan wajah serius. Jantung Kirana langsung berdetak kencang.
‘Deg.’
Rian memang sempat berhenti sebentar di samping Kirana. Namun, dia langsung pergi lagi tanpa mengatakan sepatah katapun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments