Sudah dua hari berlalu sejak kepergian Nata di rumah mereka. Hal itu tentu membuat Hansen terus memikirkan sosok istrinya yang tak kunjung pulang setelah mendapatinya tengah bermain di ranjang yang sama dengan wanita lain.
"Hansen, aku tau hal ini pasti akan terjadi. Itu sebabnya aku memutuskan untuk bertemu dengan istrimu sebelum dia benar-benar pergi," cakap seorang lelaki yang tiba-tiba saja berada di hadapan Hansen.
"Jangan ikut campur dalam urusan rumah tanggaku! Lagipula, aku juga tidak pernah mengundangmu untuk datang ke rumahku dan Nata." Lantas Hansen berjalan menjauhi sosok lelaki itu yang tak lain adalah Harwell Gard, kakaknya sendiri.
"Aku harap semuanya berjalan dengan lancar sesuai keinginanmu. Lagipula, bukankah sejak awal kau hanya menginginkan warisan saham perusahaan dari kakek?" imbuh Harwell. Sontak Hansen menarik kerah pakaiannya yang sudah tertata rapi.
Raut wajah iba terpampang pada wajah Hansen. Ditambah, cengkeramannya semakin kuat hingga membuat Harwell kewalahan untuk bernafas.
"Dengar, aku tidak butuh omong kosong mu itu. Dan lagi, kau tidak tau apa-apa tentang hubungan kami!" sanggah Hansen yang kemudian melepaskan cengkeraman tangannya.
Harwell hanya memperlihatkan senyuman kecil sebagai jawaban.
Ditengah perkelahian di antara keduanya, tiba-tiba saja pintu rumah terbuka lebar. Nampak seorang wanita tengah berdiri dengan tegak di depan pintu tersebut.
Sontak keduanya menghentikan pertikaian mereka karena menyadari bahwa seseorang baru saja datang. Mata Hansen terbelalak begitu mendapati sosok wanita yang tengah dicari carinya selama dua hari ini.
Kakinya dengan cepat melangkah mendekati wanita yang tak lain adalah Nata. Dengan sigap, tangannya memeluk erat-erat tubuh Nata. Namun, tak sedikitpun ekspresi bahagia terpampang pada wajah wanita di hadapannya itu.
"Nata, akhirnya kau pulang juga. Aku sudah menunggumu sejak dua hari ini," cakap Hansen dengan lembut. Perlahan tangannya meraih wajah Nata yang tak memperlihatkan ekspresi.
"Jangan sentuh aku!" Nata menolak dengan kasar tangan Hansen yang hendak meraih wajahnya.
Sontak kedua pria kakak beradik itu terkejut akan sikap Nata yang tiba-tiba saja berubah.
"Na-- Nata, ada apa denganmu? Kenapa kau ...."
"Maaf, tapi kedatanganku ke sini bukan untuk hidup kembali bersamamu. Sekarang, aku ingin memberikan dua pilihan untukmu. Silahkan, kau akan tetap bersama dengan wanita itu, atau mau memperbaiki hubungan denganku," tegas Nata.
Ia kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah bahkan sebelum Hansen menyuruhnya untuk masuk.
Dua lelaki yang tengah berdiri memperhatikannya langsung mengikuti langkah kaki Nata dari belakang.
"Pilihlah."
Hansen menatap dalam wajah Harwell. Ia berharap kakaknya bisa memberikan jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan oleh Nata padanya.
Namun Harwell yang duduk berdampingan dengannya sama sekali tak membuka mulutnya untuk memberikan jawaban.
"Karena aku tidak bisa memikirkan jawaban yang tepat, lebih baik aku menunda waktu dulu," pikir Hansen berdalih menatap istrinya.
Dengan berat hati ia pun membuka mulut. Berharap Nata akan memberinya kesempatan untuk menunda waktu lebih dulu.
"Nata, aku tidak bisa menjawabnya hari ini juga. Aku harap, kau mau ...."
"Kau menyuruhku untuk menunggumu memberikan jawaban? Baiklah, jika itu yang kau minta. Aku akan memberimu waktu satu minggu untuk berpikir dengan jernih."
"Dan jika sampai saat hari itu juga kau tetap tidak memberikan jawabannya, maka aku akan menganggap bahwa tidak ada lagi hubungan di antara kita," lanjut ucap Nata menutup pembicaraan.
Setelahnya, ia langsung beranjak keluar dari rumahnya itu. Kedua lelaki yang masih berada di dalam hanya terdiam mematung satu sama lain. Hingga pada akhirnya, Hansen menghembuskan nafas panjang.
*****
Disisi lain, kehidupan kantor Hansen terasa jauh berbeda semenjak Nata tak pernah lagi menunjukkan sebatang hidung pun. Begitu juga dengan beberapa rekan kerja yang cukup dekat dengannya.
"Janse, apa kau tau kenapa Nata tidak pernah lagi datang ke kantor?" tanya Yilan pada wanita bernama Janse.
"Entahlah. Terakhir kali aku melihatnya itu ketika mengantarkan kopi untuknya," jawab Janse yang masih fokus pada kopi yang sedang di seduhnya.
"Apa aku harus bertanya pada Tn. Hansen? Tapi, aku lihat akhir-akhir ini raut wajahnya juga sedikit tidak senang. Tidak mungkin aku menemuinya hanya untuk menanyakan tentang Nata," pikir Yilan.
*****
Satu minggu sejak kedatangan Nata kembali ke rumah berlalu begitu cepat. Itu artinya, hari ini adalah hari penentuan apakah Hansen akan memilih untuk rujuk dengannya atau lebih memilih untuk memulai hubungan yang baru dengan Floryn.
*Tuk!! Tuk!! Tuk!!*
Suara langkah kaki terdengar begitu menggema di setiap anak tangga. Semakin lama, suara langkah kaki itu semakin terdengar mendekati Hansen yang tengah berpikir keras.
"Hansen ...." Suara itu sontak membuat Hansen berdalih menatapnya. Jantungnya berdegup dengan kencang, begitu juga dengan keringat dingin yang bercucuran di sekujur tubuhnya.
"Sekarang sudah waktunya kau menentukan siapa pilihanmu. Aku, atau Floryn?"
"Na-- Natalia ...."
"Jangan berbasa-basi! Kau ingin memilih siapa di antara ka--"
"Floryn Lawrence, aku memilihnya!"
"Baiklah, jika itu yang kau mau. Kau hanya perlu menandatangani surat ini. Kita tidak perlu membeberkan perceraian kita pada publik. Lagipula, sejak awal pernikahan kita juga dilakukan secara tertutup, bukan? Hanya keluargamu saja yang tau mengenai pernikahan kita," hardik Nata. Tanpa disadari, ia meneteskan cairan bening dari kedua bola matanya.
Hansen yang mendapati istrinya menangis, membuatnya ingin mengusap air mata itu dari wajah Nata. Namun, sungguh sulit baginya untuk memperlihatkan sisi baiknya pada sang istri.
Perlahan Nata meninggalkan ruangan yang hanya berisikan dua orang di dalamnya. Langkah demi langkah membuat sosoknya tak terlihat sedikitpun.
*Flashback on*
"Tumben kakek memanggilku. Apa yang sebenarnya ingin kakek inginkan?" gumam Hansen sembari terus berjalan memasuki ruangan kakeknya.
"Kakek, apa yang membuatmu memanggilku?" tanya Hansen dengan lirih. Berharap tak ada hal buruk yang terjadi.
"Ternyata wanita itu adalah wanita miskin yang bahkan sulit untuk mencari makan, Natalia Faralyn! Kau sungguh sengaja menutup kehidupan pribadinya padaku?" Pertanyaan yang dilontarkan oleh sang kakek sontak membuat Hansen tersentak kaget.
Tubuhnya mendadak tak bisa digerakkan bak manusia patung.
"Jika kau tidak ingin kehilangan saham perusahaan yang sudah ku berikan padamu, menikahlah dengan seorang wanita yang se perantara denganmu, camkan itu baik-baik."
"Ka-- Kakek!!! Bagaimana bisa aku menceraikannya begitu saja?!!" sanggah Hansen dengan suara lantang.
"Jangan bilang kau benar-benar mencintai wanita itu? Selera cucu pertamaku ternyata benar-benar aneh!"
"Tidak!! Aku tidak mau menceraikan Nata! Dia adalah wanita yang benar-benar aku cintai!!!"
*Flashback off*
"Padahal aku berpikir untuk menikahinya kembali jika kakek meninggal. Tak ku sangka sepertinya Nata benar-benar menganggap hal itu nyata. Tapi, apa ini semua salahku karena aku tidak menjelaskannya sejak awal pada Nata?" ucap Hansen pada dirinya sendiri.
Ia kemudian memegang dahinya yang tiba-tiba saja terasa sakit.
"Tidak, Nata tidak mungkin mau mendengarkan penjelasan ku dan mempercayainya begitu saja. Sudahlah, lagipula aku akan menikahinya kembali saat kakek sudah meninggal."
๐ฑ๐๐๐๐๐๐๐๐๐....
๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐, ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐, ๐๐๐๐, ๐๐๐๐๐, ๐๐๐๐ ๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐! ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ข๐!!!๐น๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐ข๐ ๐ข๐๐
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
๐ฎ๐ทโโIveโขะกษฦจโฮนษฮฑโขเฌฮต๐ฌโโฦ๊ฦโ๐ง
jangan lupa dukungannya ๐น
2023-05-13
0