Raut wajah kesal Amavista menghampiri area gerombolan guru-guru lainnya yang sedang istirahat, di teras sekolah. Semua guru duduk melingkar di teras pintu luar sekolah.
''Kebiasaan Bu Murti, hobinya marah-marah.'' Celoteh Amavista sambil membenarkan posisi duduknya.
''Emang kenapa, Bu Murti?'' Tanya salah satu guru senior.
Amavista menjelaskan kejadian yang menimpanya, ''Anu bu, saya tidak tau jika token listrik habis. Kemudian saya dibentak-bentak oleh Bu Murti, padahal saya sedang mengajar.''
''Apalagi kalau Bu Murti nyuruh tidak tau waktu. Kemarin, saya sedang mengganti pampers salah satu anak, tiba-tiba dia datang dan menyuruh saya untuk mengerjakan laporan keuangan kelas harus selesai pada hari itu, sedangkan posisinya saya belum makan siang pada saat itu.'' Tambah Amavista dengan kesal.
Salah satu guru berusaha menenangkan Amavista yang sedang kesal dengan tingkah laku Bu Murti, ''Sabar, Bu Amavista. Kalau mengajar di sini, harus lebih kuat mental dengan kediktatoran kepala sekolah kita.''
Ketika sedang asyik mengobrol,
Krek... Krek.... Semua guru serentak menengok sumber bunyi.
Keluar dari dalam kantor sosok kepala sekolah dengan dengan menjinjing tas hijau di sebelah tangan kiri.
Perlahan-lahan Bu Murti menutup pintu. Sosok kepala sekolah itu bergegas menghampiri gerombolan guru-guru yang sedang istirahat, mencari sosok untuk dimintai tolong.
''Amavista,'' Teriak kepala sekolah,
Dalam hati Amavista, " Amavista lagi, Amavista lagi.''
Amavista langsung berdiri ketika namanya dipanggil, ''Iya Bu, ada apa?'' Tanya Amavista.
Sambil merogoh isi dalam tas, Bu Murti mencari sesuatu. Didapatnya selembar kertas dan koin berharga. '' Amavista, dispenser di kantor airnya sudah habis. Saya minta kamu yang beli galon air kemudian ganti galon lama yang di kantor saya dengan galon baru.'' Ungkap Bu Murti dengan nada sewot.
''Seharusnya kamu harus lebih peka, jangan saya yang nyuruh kamu,'' Ketus Bu Murti.
''Siap, Bu.'' Jawab Amavista dengan senyum getir.
Amavista ingin berteriak sekencang-kencangnya, Bu Murti terus menyuruh Amavista tanpa memberikan istirahat untuknya. Bukankah Bu Murti memang sudah mengetahui padatnya kegiatan mengajar.
***
Satu pesan masuk ke whatsapp, kemudian Amavista langsung membukanya. Ternyata pesan tersebut dari seorang HRD.
Kesekian banyak perusahaan yang Amavista kirim berkas untuk melamar kerja. Berjuang selama enam bulan, tidak sia-sia.
Isi whatsapp HRD dengan Amavista
Undangan interview
Yth. Amavista
Terimakasih atas kesediaan anda mengikuti tahapan rekrutmen untuk posisi di perusahaan ini. Berikut diinformasikan terkait proses tahapan rekrutmen selanjutnya yaitu User Interview yang diadakan offline diadakan esok hari. Mohon untuk membalas pesan berikut untuk konfirmasinya. Terimakasih
Amavista hanya melihat dan bingung untuk membalas, dikarenakan sulitnya kepala sekolah memberikan perizinan semua guru untuk tidak masuk kerja.
Lima jam kemudian,
HRD menelfon.
Drett... Drett....
Bunyi nada masuk dan getaran gadget di tangan. Ia hanya melihat sekilas dari atas layar. Amavista membiarkan nada dering berbunyi sampai berhenti. Tak berani untuk mengangkat gadget karena bekal untuk memberi keputusan kepada HRD belum ada.
Langkah mondar mandir, isi kepala yang ruwet, Amavista tetap berusaha mencari alasan untuk izin esok hari.
***
Flashback
Amavista pernah berdiskusi dengan ayah dan ibu tentang alasan izin ketika dipanggil tes interview. Kedua orang tua memberi Amavista semangat.
Perkataan mereka yang akan selalu teringat di benaknya adalah "setiap kesempatan adalah peluang, setiap peluang harus berani mengambil resiko.''
***
Amavista teringat sekilas di memori ingatannya dengan perkataan kedua orang tua. Sebelum memberi jawaban kepada isi pesan HRD, Amavista memberanikan diri bergegas untuk menemui kepala sekolah meminta izin tidak masuk kerja esok hari.
Kaki kanan dan kiri bergetar saat memasuki area ruangan kantor Bu Murti, kedua tangannya mengepal kuat, Amavista menegakkan badan sambil terus melangkah mendekati meja Bu Murti. Jantungnya berdegup kencang.
Tiba di depan kantor, hanya ada kepala sekolah dan ditemani salah satu guru senior, keadaan pintu kantor kepala sekolah sedang tidak tertutup.
''Selamat siang, bu''. Salam Amavista di depan pintu dengan penuh semangat.
''Silahkan masuk.'' Bu Murti membalas salam dari Amavista.
''Ada perlu apa kamu kesini? Tidak seperti biasanya kamu kemari''. Tanya Bu Murti.
''Saya kemari untuk meminta izin bu. Besok saya tidak masuk kerja dikarenakan akan pergi ke Jakarta.'' Ungkap Amavista.
''Ada keperluan apa kamu pergi ke Jakarta?'' Tanya Bu Murti lebih detail.
''Keperluan untuk tes wawancara di salah satu perusahaan, bu.'' Ungkap Amavista dengan berani. Karena tak suka jawaban Amavista, Bu Murti menggebrak meja.
Brak…
''Apa? Beraninya kamu pergi ke Jakarta dan meninggalkan anak-anak di sekolah sendiri. Siapa yang akan menggantikan mu?
Kamu manusia tidak tau di untung, sudah saya berikan lapangan pekerjaan malah berkhianat!
Oke, Berarti kamu tidak lanjut untuk mengajar di sini?''
Amavista di cerca berbagai pertanyaan, belum sempat dijawab pertanyaan dari kepala sekolah, tiba-tiba Bu Murti menyeru guru senior itu untuk memanggil semua guru datang ke kantor.
Amavista akan disidangkan di hadapan oleh semua guru waktu itu juga.
''Bu, tolong panggil semua guru untuk datang ke ruangan saya.'' Seru Bu Murti.
Balas guru senior itu dengan penuh tidak semangat. ''Baik bu.''
Lima menit kemudian semua guru berkumpul, satu sama lain saling bertanya. Mereka tidak ada yang tau alasan mereka dikumpulkan secara mendadak.
''Selamat siang, Bu Guru semua. Maaf, saya mengumpulkan anda semua tanpa pemberitahuan sebelumnya. Begini, Amavista besok izin untuk mengikuti serangkaian proses dari perekrutan di salah satu perusahaan yang ada di Jakarta. Menurut kalian semua apakah Amavista setelah izin ditindak lanjuti untuk meninggalkan sekolah ini?'' Tanya Bu Murti kepada guru lain.
Salah satu guru junior menanggapi pertanyaan Bu Murti, ''Karena Bu Murti disini sebagai kepala sekolah yang kekuasaannya lebih tinggi daripada kami, semua kebijakan ada di tangan ibu.'' Tuturnya dengan jelas.
''Saya tidak menyukai guru yang tidak satu linear dengan jurusan. Seperti ini kasus Amavista, mencoba melamar pekerjaan yang baru artinya jiwa dan hati tidak sungguh-sungguh bekerja di sekolah ini. Saya ingin semua guru disini mengabdi lima sampai sepuluh tahun tidak mencoba-coba untuk melamar pekerjaan lainnya.'' Tegas Bu Murti dengan wajah seperti orang sedang dalam masalah besar.
Dua jam lamanya, akhirnya semua guru meninggalkan kepala sekolah. Mereka keluar dari kantor, mencari tempat untuk berkumpul bersama kecuali kepala sekolah.
Mereka ingin mengucapkan kata perpisahan untuk Amavista, satu persatu mereka saling berpelukan saling erat satu dengan air mata tak terbendung mengalir di pipi.
Mereka tidak percaya perpisahan dengan Amavista, hari ini adalah hari terakhir esok sudah tidak lagi bersama begitu mendadak.
Seusai berkumpul dengan guru-guru, Amavista segera mengambil gadget dari loker untuk membalas pesan dari HRD untuk ikut serta proses interview offline.
Mereka segera membuat postingan poster lowongan guru baru, sesuai perintah Bu Murti. Hanya guru yang terlibat dalam pertemuan itu mengetahui jika poster tersebut sebagai tanda berakhirnya Amavista bekerja di sekolah Amanah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Elprida wati tarigan
semangat kakak💪💪
2023-06-02
1
Liu Zhi
ish harusnya bilang alasan lain aja, acara keluarga or ada yang meninggal gtu
2023-05-14
1
Liu Zhi
tapi kalau kepala sekolahnya gtu mending di pecat aja gak sih
2023-05-14
1