Angga yang tak pernah diperlakukan sebagai pelanggan VVIP pun hanya bisa bingung, tapi juga takjub. Bahkan hanya untuk makan saja, mereka melakukan drama yang sungguh tak diperlukan menurut pemuda itu.
Rika yang melihat Angga menarik napas panjang pun penasaran dan bertanya. "Kenapa? Kamu gak suka di sini?" tanya Rika berbisik pelan.
"Bukan begitu, hanya saja terlalu banyak drama untuk sepiring makanan saja," kekeh Angga dengan suara tertahan. Keduanya tak mau tertangkap basah sedang membicarakan tempat makan yang sedang mereka kunjungi saat ini.
"Maaf, sepetinya orang yang aku hubungi bersikap berlebihan karena tahu aku tak suka berkumpul di tempat yang banyak orangnya,"
"Eh, gak masalah kok. Aku cuma ngerasa lucu aja," ucap Angga tak enak hati.
"Sebenarnya aku juga ngerasain perasaan yang sama. Kayak gak perlu ngosongin restoran cuma buat makan doang, kan?" timpal Rika yang rupanya setuju dengan Angga.
"Betul. Terlebih buat apa kita di ruangan begini? Padahal di luar juga gak ada pelanggan lain yang bakal di terima selain kita, kan?" Angga semakin bersemangat karena merasa kalau ada yang mendukung pola pikirnya.
"Tapi karena sudah terlanjur di sini dan aku laper banget, ayo kita pesan saja!" tambah Angga memilih-milih menu makanan.
Keduanya makan dengan tenang, dan memutuskan untuk langsung pulang setelahnya. Tentu saja Angga mengantar Rika terlebih dahulu, baru setelahnya dia kembali ke rumahnya mengunakan motornya sendiri.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
Waktu berlalu dengan cepat, Rika masih terus membiasakan diri untuk berada di tengah keramaian. Meski dia sering kali terlihat gugup dan hanya diam saja, tapi hal itu tak membuat Rika menyerah. Dia selalu mengusahakan yang terbaik agar bisa lepas dari kebiasaannya yang terus mengurung diri dan tak bisa berbaur dengan orang lain.
Di sisi lain, Rika juga merasa sangat nyaman dan bisa bicara dengan bebas saat bersama Angga. Pemuda itu merupakan pendengar yang baik dan bisa diajak bercanda meski candaan yang Rika miliki sangat terbatas dan sering kali garing didengar.
"Kamu belum dapat kerjaan juga?" tanya Rika menikmati pemandangan danau yang ada di depan mereka. Angga mengajak Rika untuk rekreasi karena ini akhir pekan, sekalian untuk memastikan seberapa banyak kemajuan yang bisa dibuat partnernya itu.
"Belum, nih. Aku sudah ngelamar sana-sini tapi belum ada juga panggilan," tukas Angga dengan wajah biasanya saja. Yah, mungkin belum rejekinya untuk mendapatkan pekerjaan tetap. Dia masih harus bekerja paruh waktu mungkin.
"Bukan karena aku, kan?" tanya Rika lagi. Dia tak mau kalau sampai terlalu banyak menyita waktu Angga hanya untuk kepentingannya saja.
"Ya, bukanlah," balas pemuda itu cepat sambil tertawa kecil. "Lagian ini aku juga lagi kerja paruh waktu, kan?" tambahnya mengingatkan kalau dia dibayar per jam selama sesi pembelajaran.
"Aku terkadang lupa akan hal itu," gumam Rika menggaruk pipinya yang tak gatal.
"Ayo, balik. Matahari hampir terbenam tuh," ajak Angga. Dia berdiri dari duduknya sambil menepuk-nepuk bagian belakang celananya, memastikan tak ada debu atau kotoran yang menempel di sana. Dia tak ingin mengotori mobil Rika karena duduk tanpa membersihkan celananya.
"Gak bisa apa sekalian nunggu sampai benar-benar terbenam? Dari buku yang aku baca, pemandangan saat sunset itu tuh indah, jadi aku pengen liat setidaknya sekali ini aja, ya? Boleh, kan?" beginilah Rika sekarang, dia bisa mengatakan apa yang dia inginkan dengan lancar dan tak lagi ragu-ragu seperti di awal-awal. Yah, kemajuan yang cukup besar. Meski sayangnya hanya berlaku pada Angga saja, orang yang paling akrab dengannya saat ini.
Angga mengangguk, tak mempermasalahkannya sama sekali kalau Rika masih mau tetap di sini untuk waktu yang lebih lama. "Oke," katanya kembali duduk di tempatnya semula.
Keduanya diam, hanya ada suara angin yang bertiup di antara mereka. Rika menatap lurus ke depan, takjub akan pemandangan langsung yang dia lihat sekarang. "Ayo makan bersama setelah ini," ucap Rika masih terus menatap ke depan. Dia enggan untuk mengalihkan pandangannya barang sedetik pun.
"Tentu," balas Angga singkat. Dia sama sekali tak menikmati pemandangan seperti ini. Itu sudah menjadi hal biasa bagi Angga yang sering menghabiskan waktu di luar untuk kerja paruh waktu di jam segini. Mana bisa menikmati hal remeh seperti ini saat tugas pengantaran harus dilakukan tanpa telat barang satu detik. Kalau telat, pelanggan akan komplain, dan bosnya pasti mengomel panjang kali lebar tentang kemalasan dan keleletan mereka ujung-ujungnya.
"Masih tak butuh rekomendasi dari aku?" tanya Rika. Kini keduanya sedang dalam perjalanan ke resto yang sebelumnya mereka datangi. Makanannya sangat cocok di lidah Rika, jadi dia meminta untuk makan di sana lagi kali ini. Bedanya mereka tak akan memesan satu restoran penuh seperti sebelumnya dan hanya makan seperti pelanggan yang lain. Ini juga kemajuan kecil lain yang bisa dilakukan Rika sekarang. Dia tak terlalu masalah dan hanya sedikit gugup kalau berada di tengah orang banyak.
"Kurasa sedikit lagi kamu akan bisa berbaur dengan baik seperti mereka," tukas Angga memuji kemajuan Rika.
"Tapi aku masih grogi dan sering keringatan sendiri kalau ada yang liatin," balas Rika berbisik pelan.
"Tanamkan saja kalau mereka melihat karena kamu keren, cantik, atau hal positif lainnya yang bisa bikin kamu lebih percaya diri!" ucap Angga memberi saran.
"Akan kucoba meski aku gak tahu aku bisa atau gak nantinya," balas Rika sambil menganggukkan kepalanya.
"Semangat!!!" Angga tersenyum menatap Rika, pemuda itu memberi semangat pada rekannya agar terus berusaha dan semakin membuat kemajuan sehingga bisa berbaur dan berbicara dengan banyak orang yang lainnya selain dirinya (Angga).
Begitu makanan yang mereka pesan datang, keduanya makan dengan tenang tanpa banyak bicara lagi. Mereka begitu menikmati makan malam kali ini. Angga yang jarang-jarang makan enak dan Rika yang sangat menyukai semua rasa masakan yang dihidangkan di sini.
"Aku selalu puas dengan apa yang mereka sajikan," tukasnya tersenyum lebar. Keduanya sekarang sedang dalam perjalanan pulang ke rumah.
"Enak, mengenyangkan, tapi sayang kurang ramah untuk kantong aku selalu pas-pasan," timpal Angga setengah bercanda. Setengahnya lagi tentu saja dia jujur, tak mungkin dia mau makan di sana kalau harus bayar sendirian. Lebih baik dia memilih makan di warteg, walau kalah jauh kalau soal rasa, tapi tetap saja mengenyangkan.
"Sudah aku putuskan, ini akan jadi tempat makan favorit aku mulai sekarang!" tukas Rika penuh semangat. "Dan kamu akan menemani aku setiap aku makan di sini!" tambahnya yang tentu saja diterima Angga tanpa banyak pikir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments