Dari obrolan para iblis, Angga mengetahui kalau bencana pertama telah menyerang ras manusia. Semua musnah dalam sekejap. Tak ada satu orang pun yang selamat dan Angga tahu akan kebenaran dari hal tersebut. Dia pun tak akan bisa selamat kalau seandainya dirinya bukanlah penulis yang terperangkap di tempat ini dan menggunakan pengetahuan yang dia miliki untuk terhindar dari bahaya.
Angga segera pergi dari sana setelah dirasa aman, dia pergi saat para iblis sedang berpesta pora. Baru saja sampai di kaki gunung tempatnya tinggal, Angga bisa merasakan guncangan yang lebih dahsyat dari sebelumnya. Bisa dipastikan wilayah iblis juga luluh lantak seperti tempat tinggal para manusia. Kini Angga menjadi satu-satunya makhluk hidup yang bernapas di dunia ini.
"Wah, aku benar-benar sendiri rupanya," kekeh pemuda itu melihat tempatnya pertama kali datang ke sini habis tak bersisa. Tanah yang tandus, semakin kering.
"Ha-ha-ha, baiklah, saatnya bekerja!" Angga menaruh asal barang bawaannya yang tak seberapa. Dia ingin berkeliling, siapa yang tahu mungkin saja dia bisa mendapatkan sesuatu yang berguna untuk dia hidup ke depannya.
"Hmm, cukup banyak yang bisa kutemukan rupanya," tukasnya menatap berbagai alat yang terkubur di dalam tanah. Saat berkeliling tadi, Angga melihat beberapa alat yang bisa dia gunakan terkubur di tanah. Bagaimana caranya dia bisa melihat barang-barang yang terkubur di dalam tanah. Yah, anggap saja itu keberuntungan karena semua benda itu tak terkubur sepenuhnya. Sehingga Angga bisa menggali mereka menggunakan tangannya.
"Yang ini bisa aku gunakan untuk menggali tanah," katanya mengangkat cangkul sederhana yang sangat kotor karena lama tertimbun tanah.
Angga mulai menggali, berharap kalau dia bisa menemukan sumber air jika melakukan itu. Jika sudah menemukan air, maka masalah hidupnya akan selesai setidaknya setengahnya lah. Rencananya setelah mendapatkan air yang cukup banyak, Angga akan mencampurkan tanah yang dia gali dengan air dan membuat bata dari kedua campuran tadi. Entah kapan akan selesai, tapi dia harus membangun rumah meski kecil dan sederhana.
"Aku lapar dan juga sudah malam rupanya," tukasnya sambil mendongak ke langit. Angga memilih untuk memakan daging yang dia bawa, membakar beberapa iris dan kemudian pergi tidur setelahnya. Angga berbaring sambil menatap langit malam, cukup banyak bintang yang bertaburan di atas sana. Sayangnya, tak ada satu pun suara binatang kecil yang menemani malamnya seperti saat dia masih di dunianya dulu.
"Dulu aku benci kalau mendengar suara kucing yang lagi berantem. Tapi sekarang, aku malah berharap bisa mendengar suara binatang, bahkan kalau itu hanya suara jangkrik," kekehnya menertawakan pola pikirnya yang berubah banyak.
Begitulah yang Angga lakukan setiap hari, hingga rumah yang sangat mungil berhasil dia buat. Setidaknya dia dapat berlindung dari hujan dan panas. Hari ini, Angga berencana berkeliling lebih jauh. Dia ingin melihat-lihat siapa tahu bisa menemukan sesuatu yang bisa dia tanam di luar sana.
Berjalan sejauh apa pun, hasil yang didapatkan Angga tetap sama. Tak ada satu pun tanaman yang tumbuh, bahkan rumput sekali pun. Pemuda itu terduduk lemas, kakinya sudah lelah berjalan."Oi, setidaknya berikan saja satu tanaman yang bisa bertumbuh dan dimakan buah atau bagian lainnya," tukas Angga entah pada siapa. Tampaknya dia mulai stress karena stok makanan yang dia bawa semakin menipis meski dia menghemat makanan yang dia makan setiap kalinya.
Setelah napasnya mulai membaik, Angga kembali berjalan. Kaki pemuda itu menyepak sana-sini di setiap langkah yang dia ambil. "Kalau tak ada yang bisa aku lakukan lagi, setidaknya biarkan aku kembali ke dunia asalku!" gerutunya sambil menatap ke bawah.
Baru saja pemuda itu akan menendang lagi, dia segera menghentikan pergerakannya. Di sana, tepat di bawah kakinya, terdapat sebuah biji yang sudah bertunas meski sangat kecil. Mata Angga berbinar senang melihatnya, dia merasa kalau dirinya sudah berhasil menemukan harta karun yang terpendam.
"Ini dia yang aku cari!" katanya dengan cepat mengambil tunas kecil yang sangat berharga yang baru saja dia lihat.
"Ha-ha-ha, terima kasih, Tuhan, ya Dewa, dan para pencipta lainnya. Semoga ini bisa bertumbuh dengan cepat!" Angga bergegas pulang, tak sabar menumbuhkan bibit tanaman yang baru dia dapatkan. Mulai saat itu, keseharian baru Angga adalah merawat tanaman satu-satunya yang dia punya. Harapannya hanya satu, semoga itu tanaman yang bisa dimakan buah atau bagian yang lainnya.
Dua minggu berlalu, bibit yang ditanam Angga semakin subur di bawah perawatan pemuda itu. Angga menatap beberapa potong daging yang tersisa. Dia sangat berhemat, bahkan terkadang dia hanya makan sekali sehari dan terus menyibukkan diri dengan berbagai pekerjaan lain yang bisa dia lakukan.
"Haruskah aku pergi ke daerah iblis lagi?" ucap Angga pada dirinya sendiri.
Dia harus mencari bahan makanan tambahan, tetapi dia juga tak bisa begitu saja meninggalkan tanaman yang dia rawat.
Angga berpikir sejenak, sebelum memutuskan untuk berangkat dan membawa tanaman yang dia tanam di tanah yang dia buat menyerupai pot kecil. Meski cukup sulit membawa hal-hal seperti itu dalam perjalanan, tapi dia tak bisa begitu saja lepas tangan dan tak merawat tanaman ini.
Akhirnya, dengan kebulatan tekad yang kuat. Angga pun berangkat ke wilayah iblis sekali lagi dengan membawa beberapa barang bersama dirinya. Pisau kecil yang setia menemaninya selama ini, cangkul yang dia gunakan untuk menggali tanah, sisa makanan yang dia punya, pakaian yang dia buat, tanaman dan juga air yang sekiranya cukup untuk perjalananya.
Kali ini Angga tiba lebih cepat dari pada perjalanan pertamanya. Alasannya karena dia tak perlu berputar untuk menghindari mata penjaga di sini seperti sebelumnya. Tak ada lagi yang menguasai tempat ini, hanya dia satu-satunya yang hidup dan bernapas di bawah langit yang luas ini.
Angga kembali ke gua yang dia tempati. Rupanya di dalam sana masih banyak rumput-rumput aneh yang dulu dia tebas, Angga juga membuat berbagai macam benda dari sana.
Pemuda itu tersenyum tipis, dia bisa membuat pakaian dan juga selimut baru dengan banyaknya rumput yang tumbuh di sini. Jangan lupa, buat juga alas tidur dari bahan yang sama.
Kali ini Angga tak menebasnya, tapi mencabuti semuanya bersama dengan akar-akarnya. Pria itu berencana menanam rumput tadi agar tak perlu lagi berjalan ke sini kalau membutuhkannya.
Selesai dengan hal itu, Angga merangsak masuk semakin dalam. Dia melihat dia binatang kecil yang dulu sering dia tangkap. Tanpa pikir panjang, pemuda itu lalu menangkap mereka dan membawa pulang keduanya dalam keadaan hidup. Entah apa alasannya, yang jelas Angga mendapatkan perjalanan kembali yang cukup berat karena banyaknya barang bawaan yang dia bawa saat pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments