..."Aku nggak mau tau! Kita harus melakukannya dalam keadaan sadar! Dan malam ini, layani aku sampai puas!" - Austin Xaquille Mendes...
...💨💨💨...
"Dasar binat-"
Umpatan Sasha terhenti saat tangan kekar Austin memegang dagunya dan mengarahkan kepalanya ke arah Austin.
Dua pasang mata yang saling terpaut dengan deruan nafas dari kedua tubuh yang saling menyapu lembut wajah keduanya. Jarak bibir kedua insan tersebut tak lebih dari lima senti.
"Ayo pilih," lirik Austin pelan. "Kalau kamu diam, ku anggap sebagai jawaban memilih melayaniku."
Austin menatap kedua bola mata amber milik Sasha. Bulu mata yang lentik, seketika memberikan debaran aneh di dadanya.
"Aneh ... aku udah ngeliat gadis ini sejak dia lahir. Tapi, kenapa hari ini dia berbeda?" gumam Austin dalam hati.
Sasha memejamkan kedua matanya. Tubuhnya memanas menahan emosi. Harga dirinya seolah-olah dipijak oleh pria yang ada di depannya. Tapi ... bukankah ia telah memutuskan untuk melakukan apapun untuk biaya pengobatan ayahnya di rumah sakit?
"Ck! Menyerah?" tanya Austin lirih. "Jadi ... kamu tipe yang ingin dilayani? Bukan melayani?"
"Not bad. Aku memakluminya karena ini pertama kalinya bagimu," sambungnya pelan.
Austin mendekatkan bibirnya ke bibir Sasha. Saat bibir Austin menempel ke bibir Sasha, debaran di jantungnya semakin tak karuan. Ia tak dapat mengontrol debaran yang sedang menggila itu. Kedua matanya terbelalak saat menyentuh lembutnya bibir gadis itu.
"M-maaf!" seru Sasha sambil mendorong tubuh Austin menjarak darinya. "A-aku nggak bisa. Gimanapun aku mencoba, a-aku nggak bisa!"
Austin menopang tubuh kekarnya dengan kedua tangan yang ia letakkan di belakang punggungnya ke atas ranjang. Pria itu menatap ke arah Sasha dengan tatapan yang ... sulit dipahami.
"Kak ... maaf. Aku bakalan terima bantuan yang Kakak tawarin beberapa hari yang lalu. Tolong biayai pengobatan Ayah," Sasha memelas dengan wajah yang sendu dan putus asa. Kedua alisnya melengkung ke bawah dan bibirnya juga ikut melengkung ke bawah.
Austin menengadahkan kepalanya ke atas. Dengan mata yang terpejam menghadap langit-langit kamar.
"Haaa ... kenapa wajah sendunya semakin memancing sesuatu yang buas dalam diriku," lirih Austin dalam hati.
Cukup lama Austin menengadahkan kepalanya. Ia berusaha menahan gejolak di dada yang sedang meluap-luap. Tak bisa ia pungkiri, naluri lelakinya mulai bangkit. Terlebih lagi saat melihat belahan dada Sasha yang sedikit terlihat di balik dress ketatnya.
"Kak ... Austin?" panggil Sasha ragu-ragu.
Beberapa detik berlalu. Austin tak kunjung memberikan jawaban.
Merasa tak ada harapan, Sasha memutuskan untuk menarik kembali ucapannya.
"Lupakan. Anggap aku nggak pernah ngomong apa-apa soal tadi, Kak," gumam Sasha putus asa. Ia pun memutuskan untuk berdiri.
Lagi-lagi, tangan gadis itu di tahan oleh Austin. Malah, kini tubuh gadis itu di tarik mendekat ke arah Austin, lalu Austin merebahkan tubuhnya ke atas ranjang. Dengan begitu, kini tubuh Sasha menimpa tubuh Austin.
Geraian rambut Sasha menutupi wajah Austin. Namun, dengan perlahan, Austin menepikan rambut Sasha yang menutupi wajahnya dari atas.
"Kenapa kamu nggak pernah konsisten dengan apa yang telah kamu ucapkan?" tanya Austin dingin.
Kedua tangan kekar pria itu melingkar di pinggang Sasha, lalu menekannya ke bawah sehingga tubuh mereka benar-benar lengket tanpa sedikitpun udara yang dapat masuk.
"K-Kak ..." Sasha mengerutkan dahinya. Ia merasa tak nyaman dengan sesuatu yang keras milik pria itu. Wajahnya memerah menahan malu.
"Kenapa? Ada benda asing yang mengusikmu?" tanya Austin sembari menaikkan sebelah alisnya.
"A-aku mau pulang!" Sasha berusaha melepaskan tubuhnya dari eratnya lingkaran tangan Austin.
"Fine ... jangan salahkan aku kalau nama baikmu tercemar," ancam Austin dengan nada yang dingin.
Sasha terhenyak. Ia melupakan tawaran pria itu. Tapi ... ia tetap tak bisa melakukannya.
"K-Kak ... katanya, kalo minum alkohol bisa bikin kita nggak sadar," ucap Sasha tiba-tiba.
Austin mengerutkan keningnya.
"Biarkan aku minum itu. Setelah itu ... Kakak bebas ngelakuin apapun, tapi ... jangan lupa transfer sisa uangnya ya?" ucap Sasha sambil menebalkan wajahnya.
Tak ada jalan lain bukan? Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ayahnya hanya dengan cara itu.
"Cih! Kamu pikir aku ini cowo bajingan yang seenaknya memperkosa cewe yang sedang tak sadar?!" geram Austin merasa ia direndahkan.
"Tapi aku 'kan udah mengizinkan?" Sasha kukuh dengan argumennya.
"Aku nggak mau tau! Kita harus melakukannya dalam keadaan sadar! Dan malam ini, layani aku sampai puas!" bentak Austin dengan lantang.
Sesaat kemudian, Austin mengubah posisinya. Sasha di bawah dan dia di atas. Kedua tangan Austin tertahan di atas ranjang guna menopang tubuhnya di atas Sasha. Matanya menatap Sasha dengan tatapan yang lapar.
Sasha yang sadar bahwa ia tak mungkin bisa kabur, ia pun memejamkan matanya memasrahkan diri.
Austin menyeringai. Di tatapnya gadis tersebut dengan seksama. Bulu mata yang lentik, hidung mancung, alis yang tebal dan rapi tanpa pensil alis, serta bibir sensual yang begitu menggemaskan.
"Cantik ... kenapa aku tak pernah menyadarinya? Selama ini ... aku terlalu membenci semua yang ada di rumah, bahkan ... orang yang tak seharusnya ku benci juga kena getahnya," gumam Austin pelan.
Tanpa berlama-lama, Austin pun menempelkan bibirnya ke bibir Sasha. Perlahan, ia melu.mat bibir gadis itu dengan gejolak yang sedang meledak-ledak di dada.
Bibir yang begitu gurih, manis, hangat dan lembut itu membuat Austin tak mampu hanya sekedar bermain di luar. Perlahan, lidahnya mulai masuk menyelinap ke dalam bibir gadis itu.
Kini ... lidah mereka saling bertemu dan saling bersentuhan.
"**!*!!! Kenapa seenak ini?!" pekik Austin dalam hati.
...💨💨💨...
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
lenong
awas ketagihan entar
2023-10-25
0