Episode 3

"Buseh, Le. Cape banget gua!" Tara berujar seraya mengempaskan tubuhnya menelungkup di atas kasur milik Austin.

Le adalah kependekan dari sapaan 'Bule', panggilan Bintara khusus untuk Austin. Mereka berdua bersahabat. Persahabatan yang nyaris tanpa disadari kapan kedekatan itu dimulai.

Bintara, pria muda berambut gondrong sebahu itu adalah manusia yang paling berpengaruh untuk segala sisi perjalanan hidup Austin selama berada di negara ini--hingga kini.

Austin si beku jenis kulkas lima pintu, kini lebih ekspresif sama seperti Tara--sama-sama tak beres.

"Gua kagak !" balas Austin sekenanya. Ia memilih sofa untuk menyandarkan tubuh yang sebenarnya sama penat dengan Tara.

“Cihh!” decih Tara.

Jam sebelas lewat dikit malam ini.

Tara membalik tubuhnya menjadi telentang. Melipat kedua tangan untuk ia jadikan penyangga kepala. Lampu dengan bentuk jantung pisang di atas langit-langit menjadi sejurus tatapnya saat ini. "Le, menurut lu, tu cewek bakal baek-baek aja gak, ya?" tanyanya dengan sirat sedikit khawatir.

Berbeda dengan Tara, lengan sofa dijadikan Austin sebagai bantalan untuk menyangga kepala. "Emang kenapa, Tar?" Austin balik bertanya, bernada tanpa minat. Dia mulai sibuk memainkan ponsel yang dua detik mengeluarkan suara dering singkat, pertanda sebuah pesan chat baru saja masuk melalui aplikasi Wangsapp miliknya.

"Gua takut tu cewek jadi gila, Le."

"Apaan sih, lu!” hardik Austin. “Salah dia sendiri ngapa berdiri di situ. Pan gua jadi keterusan," decak kesalnya seraya menggeliatkan tubuh sedikit naik, mencari posisi nyaman di atas sofa.

"Beneran, Le. Gua serius." Tara mengangkat bangkit tubuhnya, dan mendapati Austin ternyata tak begitu fokus pada dirinya. "Heleh, si Kampret! Bacod gua dianggurin!" Sebuah bantal dilemparkannya pada si Bule yang saat ini mulai menunjukkan gejala seperti orang tak waras--terkekeh-kekeh sendiri bersama ponselnya. "Yodah dah, gua mandi dulu. Pedut bacod sama lu!" Dia turun dari ranjang seraya bersungut-sungut.

"Hmm ...." Sesingkat itu Austin menyahuti.

"Taek emang lu!"

"Memang! Pan elu yang ajarin!"

"Gua gibeng, jelek lu!" Tara melanting masuk ke kamar mandi. Sedangkan Austin masih terlena dengan goyangan jarinya di layar ponsel.

....

Tak perlu menunggu sampai subuh, Tara sudah keluar dari dalam kamar mandi yang masih berada dalam petak ruangan yang sama itu.

Rambut basah dengan aroma manly terasa menyeruak di sekitaran, dikeringkan Tara dengan sehelai handuk berwarna putih bergambar kartun Woody dan kawan-kawannya--tokoh-tokoh animasi Toys Story. "Mumpung baru mau tengah malem, karaoke yuk, Le!" Tara mengajak seraya duduk nyerempet di sofa yang ditiduri Austin.

"Lu ngapa mepet-mepetin gua, sih?!" hardik Austin sembari menarik baring tubuhnya menjadi duduk.

"Ikut yak yok!" Sepasang alis Tara dibuatnya naik dan turun.

"Kagak! Pala gua sakit, Tar!" tolak Austin dramatis. Telapak kiri tangannya mulai naik melakukan gerak memijat di bagian kening dengan siku tertumpu paha. “Lagian katanya lu capek!”

"Kagak! Pan uda mandi!” ujar Tara. “Sakit pala lu pasti sembuh kalo udah ketemu cewek-cewek gemoy di sana! Ayolah, Leee ...."

"Ayu aja blon ampe kelar gua garap. Dan itu gegara lu, Sialan!" Sekali hentak dorongan, tubuh Tara tersungkur ke lantai di bawah kaki Austin.

"Bang-ke! Gua sesep muke lu, ambyar!"

"Muka gua tampan permanen!" Austin membalas seenak udel. "Lagi elu, lembek dipiara!" Ia bangkit dari tempatnya. Melangkah menuju sebuah nakas di mana charger ia letakkan di sana. Ponsel yang nyaris ko'it mulai ia isi.

"Kalo Pak Lurah tahu, anak gadisnya mo lu obrak-abrik, modyar lu, Le!" Tara mengacak isi lemari Austin yang berdiri berdampingan dengan sofa yang tadi mereka singgahi, mencari sesuatu untuk membalut tubuhnya yang masih setengah lanjang.

"Mana ada!" sanggah Austin. Dengan langkah tenang, si bule mendekati Tara lalu berbisik tepat di depan telinganya, "Lu gak amnesia, 'pan?" katanya menyeringai. "Gua ini mafia. Dan Pak Lurah yang lu kata itu ... cuma upil.”

Tara membeliak. "Ya ya ya ... Mafia pasar gembrong!"

Gelak Austin membahana lantang menendang sunyi. "Ya udah deh! Gua mo mandi. Abis tu molor. Tenaga gua kudu full besok."

“Ya udah lah, sono! Baek-baek lu ngadepin Sigi besok.”

 

Keesokan harinya.

Pukul 02.00 pm.

Suasana di Sirkuit Sentul bagian timur kota Bogor itu telah nampak penuh disesaki orang-orang yang perlahan memadati balkon penonton di sekelilingnya. Bendera-bendera berkibar saling melambai satu sama lain di tiap kubu pendukung, bertuliskan nama pembalap idola mereka masing-masing.

Austin Bennedict dan Bastian Sigi.

Hanya dua nama itu yang ramai dielu-elukan. Meskipun di lintasan jelas tak hanya mereka yang bertanding memacu kuda besi khas MotoGp tersebut.

Bintara telah siap dengan team-nya di pihak Austin tentu saja. Rambut yang diikat serampangan nampak keren menunjukkan sejuta karisma dalam dirinya.

Pun dengan Austin yang juga siap di posisi garis start.

Sejenak Austin beradu pandang dengan lawan balap di sebelahnya--Bastian Sigi. Ekspresi mereka tak dapat dilukiskan karena terhalang helmet.

Dan fokus mereka kembali setelah seorang grid girl mulai bersiap mengibarkan bendera kode memulai laju.

Dan ....

BREEEEEEETTTTT ....

Suara berderet motor dengan pautan gas penuh semangat, menggelegar menyentak telinga.

Lap demi lap, dilewati dengan persaingan ketat.

Hingga di sekian waktu kemudian ....

"LEEEEEEEE ...!!!!!" Teriakan Tara membahana. Dengan langkah-langkah lebar berkecepatan turbo, ia berlari menyongsong Austin yang berguling-guling di area lintasan.

Roda motor yang dipacu Austin nampak masih brputar mandiri, setelah terpelanting cukup jauh akibat tersenggol motor milik pembalap lainnya yang kehilangan kendali cukup keras.

"Le, bangun, Le!" Telapak tangan Tara mengguncang-guncang tubuh Austin yang telah terkulai, tak sadarkan diri. Wajah Tara cemas bukan kepalang. Helm yang menutupi kepala Austin telah dilepas salah seorang lainnya yang berperan sebagai mekanik dari team-nya. Terlihatlah wajah naas Austin dengan rambut berantakan yang menutupi bagian wajahnya.

"Le ... lu jangan bikin gua takut, dong?! Jangan mati dulu!"

Terpopuler

Comments

🌺💐H@5#🌺💐

🌺💐H@5#🌺💐

Austin ini ya kurasa si bule kampret yg perkese Jasmine
seperti nya malaikat pencabut nyawa lagi ngetes ni orang dengan ujian pertama masih bisa bertahan hidup kh untuk bertobat atau......🤔🤔🤔

2023-05-07

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!