Setibanya di kampus Intan segera menuju kantin untuk mengisi perutnya yang memang belum makan apapun sedari tadi. Saat ia ingin duduk tak sengaja netranya menatap pasangan kekasih yang sedang duduk di meja pojokan.
Kembali hatinya merasa tak nyaman melihat pemandangan itu. hatinya terasa nyeri, namun tak mempunyai hak untuk marah, bahkan untuk cemburu saja ia tak di izinkan.
Intan menyurutkan langkahnya untuk kembali keluar dari kantin. Ia memilih untuk menepi sejenak sembari menunggu pasangan itu selesai makan.
Tak banyak yang ia lakukan hanya duduk di taman sembari membaca bermacam artikel terkait materi pelajarannya. Gadis itu tampak fokus, ia berusaha menekan perasaan yang sedang tak menentu.
"Disini rupanya, kamu tidak sarapan?" tanya Erland sembari duduk disampingnya.
"Ah, iya, ini mau sarapan," jawab Intan segera beranjak meninggalkan Pria itu duduk sendiri disana.
Intan berusaha untuk menguasai perasaannya, menjauh dari Pria itu adalah hal yang tepat demi kebaikan hati dan pikirannya. Tak ingin mengusik kebahagiaan mereka.
Walau Intan selalu menghindar, namun Erland selalu menjaga dan mengawasi meskipun dari kejauhan. Ia tahu saat ini Intan sedang menepi untuk kebaikan diri dan perasaannya.
Erland mencoba untuk memahami hal itu. Ia juga tak ingin menyakiti perasaan Intan dengan kehadirannya yang dianggap oleh Intan sebagai seorang lelaki yang memberi perhatian palsu.
***
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, hari ini adalah hari bersejarah bagi Erland, yaitu ia baru saja menyelesaikan studinya. Erland berhasil meraih gelar sarjana ekonomi dan mendapat nilai terbaik.
Intan ikut bahagia atas kelulusan Pria yang selama ini ia cintai. Dari kejauhan ia memperhatikan betapa tampannya Pria itu dengan atribut wisuda yang sedang ia kenakan.
"Semoga setelah ini kamu bisa mencapai cita-citamu, Bang. Do'aku untukmu akan selalu aku langitkan." Gadis cantik itu bergumam dalam hati sembari tersenyum menatap wajah tampan itu.
Erland berdiri didepan podium untuk memberi ungkapan rasa terima kasih pada seluruh jajaran dosen pembimbingnya selama ini, hingga ia menjadi mahasiswa teladan dan berhasil mendapat peringkat terbaik di universitas yang ada di kota itu.
"Dan apa yang telah saya raih hari ini, yaitu tak lepas dari dukungan seorang gadis cantik yang selama ini selalu memberi saya semangat dan memotivasi saya agar tetap gigih dalam menuntut ilmu..."
Netranya mencari-cari sosok itu. Intan sudah firasat bahwa yang sedang dicari Erland adalah kekasihnya. Namun sesaat tatapan itu bertemu dengannya. Seulas senyum terukir di bibir Pria tampan yang berumur dua puluh enam tahun itu.
"Gadis itu adalah dia..." Erland menunjuk Intan yang sedang duduk di kursi bagian paling pojok. Seketika tubuhnya menjadi kaku saat semua mata tertuju padanya. Dan bermacam seruan yang keluar dari mereka. Tentu saja mereka mengira bahwa Intan adalah kekasihnya. Namun seketika Pria itu meluruskan.
"Dia adalah adik saya," ungkapan itu kembali di suarakan oleh Erland, sehingga semua orang tahu bahwa Intan adalah adiknya.
Gadis itu tak tahu harus bagaimana mengeksprersikan perasaannya, apakah dia harus senang mendengarnya? Atau sedihkah, seakan Erland sedang menyadarkan dirinya agar sadar bahwa hubungan mereka memang sebatas Kakak adik.
Intan berusaha untuk tersenyum senang mendengar ucapan Pria itu. Atas permintaan Erland Intan naik keatas panggung untuk memberikan sebuah ucapan selamat padanya.
"Selamat buat Abang, aku selalu mendo'akan yang terbaik. Tentunya yang utama kebahagiaan Abang. Sukses selalu, Bang." Intan menyalami tangan Pria itu. Setelah sekian lama ia menjaga jarak, hari ini kembali ada skinship diantara mereka. Erland memeluk gadis itu sembari mengucapkan rasa terima kasih.
"Terimakasih, Dek, Abang masih berharap hubungan kita masih bisa seperti dulu. Jadilah Intanku yang manja dan selalu membutuhkan pertolongan aku," lirihnya sembari mengusap punggungnya dengan lembut.
Air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya jatuh jua saat mendengar ucapan Pria itu. Intan tak tahu apakah dirinya mampu bersikap sedemikian yang diminta oleh Erland. Ia sudah berusaha untuk mencobanya, namun hati kecilnya sangat sulit dibujuk.
Intan hanya mengangguk pelan, sembari menyusut air matanya, lalu melepaskan pelukan pria itu. Tak ada anggukan ataupun suara mengiyakan seakan menandakan bahwa hatinya belum rela.
Intan beranjak meninggalkan tempat itu. Kembali ia menepi untuk mencari ketenangan. Tempat yang nyaman ia kunjungi adalah taman yang ada di belakang kampus itu.
"Hati, kenapa kamu keras sekali? Ayo berdamailah dengan kenyataan yang ada. Bang Erland hanya menganggapmu sebagai adik, tolong jangan menyimpannya lagi, hapus dia mulai sekarang," gumam gadis itu seorang diri.
Hatinya terasa begitu perih, tak rela harus menghapus nama Pria yang selama ini telah mengusiknya. "Tidak! Aku tidak akan menghapus namanya dalam hati ini. Sampai kapanpun dia akan tetap menjadi cinta pertama dan terakhirku."
Pendiriannya begitu teguh, sehingga ia memutuskan akan selalu menyimpan nama Pria itu dalam relung hati yang paling dalam. Biarkan jika takdir tak mempersatukan mereka, namun segala kenangan akan tetap segar dalam ingatan.
Intan duduk seorang diri hingga hatinya merasa sedikit tenang. Perlahan ia meninggalkan gedung tempat dirinya menuntut ilmu. Tentunya untuk hari-hari selanjutnya ia akan melangsungkan sendiri tanpa kehadiran Pria itu lagi.
Saat Intan hendak meninggalkan taman belakang, tak sengaja ia mendengar suara sepasang kekasih sedang adu argumen dengan pembenaran masing-masing.
"Kenapa kamu masih saja cemburu padanya? Bukankah aku sudah mengatakan bahwa dia sudah seperti adikku sendiri! Sedari kecil kami hidup bersama. Kami dibesarkan oleh wanita yang sama. Dan aku sudah berjanji pada ibunya untuk menjaga dan melindungi dia seperti adik kandungku sendiri!" tegas Pria itu pada Nindi, yang tak lain adalah kekasihnya.
"Tapi aku melihat dia tidak bisa menganggapmu sebagai kakak! Seharusnya kamu bisa memberikan jarak!" seru Nindi tak ingin kalah.
Sesaat Erland dan Intan terpaku mendengar pernyataan gadis cantik nan modis itu. Intan semakin menyembunyikan tubuhnya dibalik gundukan bunga yang ada di taman itu.
Apakah segitu besar perasaannya hingga ketara dari raut wajahnya bila sedang bersama Pria itu. Intan berusaha untuk tetap tenang dan menguasai hatinya yang sedang membuncah.
Ternyata perasaan yang ia sembunyikan dari orang lain dapat jua terlihat. Sungguh perasaan ini menyulitkan dirinya, bahkan untuk hubungan Erland dan Nindi. Kembali buliran bening menetes disudut matanya.
Intan mempercepat langkahnya untuk segera menjauh dari kedua pasangan itu. Setibanya dirumah ia menghempaskan tubuhnya diatas ranjang sederhana yang ada di kamarnya.
Kembali racauan keluar dari bibirnya dengan air mata yang setia menetes. Tak tahu harus berbuat apa. Sepertinya berpisah adalah jalan terbaik untuk kebaikan hati dan hubungan mereka.
Bersambung....
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
ADW&RAW
💪
2024-08-17
0
Ria Dardiri
cinta sendirian emang menyakitkan
2023-07-11
2
Syarifah
ikutan sesak jadi intan
2023-05-10
1