Nasib Buruk!

Pintu utama rumah itu ternyata tidak terkunci, sehingga tak sulit bagi Prisca untuk segera memasuki ruangan di dalamnya. Di sisi lain, ia pun sangat bersyukur sebab tidak perlu menekan tombol yang bisa saja mengundang macan menjijikkan semacam Burhan, ayah tirinya yang selalu terlihat mengerikan. Mengerikan dalam artian mata keranjang.

Miris memang, ketika anak dari pemilik rumah justru takut untuk menyambangi rumah dari orang tuanya sendiri. Bahkan, Prisca selalu tinggal di sana sejak sebelum ibunya menikah lagi. Meski sudah bekerja sendiri, tanpa perlu mengagung-agungkan nama perusahaan milik ibunya, Prisca masih belum memiliki kuasa untuk tinggal di rumah lain. Selain itu, ia tidak ingin membiarkan ibunya dikuasai oleh sang suami baru. Meski Prisca sendiri harus menahan segala kegusaran sejak memiliki ayah pengganti selama kurang lebih dua tahun ini. Hal se-demikian ironis sudah bukan sesuatu yang asing baginya sejak Burhan tinggal di sana.

Empat tahun setelah menjadi janda, Laksmi—ibu kandung Prisca—memang telah dinikahi oleh Burhan, seorang pria yang lebih muda tujuh tahun darinya. Bagi Laksmi, Burhan merupakan sosok yang sempurna dengan segala perhatian dan kasih sayang. Namun tidak bagi Prisca, pria itu bukanlah orang yang baik, justru tampak picik, berbahaya, dan paling fatalnya adalah sikap mata keranjang. Prisca juga menduga jika Burhan tidak benar-benar mencintai ibunya, melainkan hanya mengincar harta, selain harta adalah niat buruk terhadap dirinya.

Saat Prisca memasuki ruangan utama dari rumah itu, justru keheningan yang menyambutnya. Jam setengah tujuh tak biasanya sesepi itu. Dua asisten rumah tangga selalu bergosip di tengah-tengah ruangan. Ibunya pun duduk sembari menyantap kopi di kursi goyang dekat jendela. Lalu, Burhan? Entahlah, Prisca tidak ingin membayangkan. Situasi yang senyap tersebut sudah sangat merisaukan, seolah akan ada sesuatu tak baik yang akan menimpa. Atau mungkin hanya perasaan Prisca saja.

"Ah ... mungkin Mama sama si Om lagi di kamar." Setelah meyakinkan dirinya, Prisca berjalan menuju lantai dua di mana kamar pribadinya berada dengan menaiki para anak tangga yang bergaya klasik elegan.

"Anak Papa sudah pulang toh?" Namun sial! Tiba-tiba terdengar suara berat yang parau milik Burhan.

Langkah Prisca menjadi terhenti detik itu juga. Ia terpaku tanpa bisa menggerakkan anggota tubuhnya. Namun, ia berusaha untuk menghilangkan ketegangan itu dengan cara menghela napas panjang sampai beberapa kali.

Setelah dirasa cukup tenang, Prisca menoleh sedikit ke arah belakang. Dari ekor matanya, ia bisa memastikan jika saat ini Burhan tengah berdiri tegak sekitar lima meter darinya.

Tidak perlu ada yang dikhawatirkan, seharusnya aku menghindar seperti sebelum-sebelumnya saja, batin Prisca. Tanpa memberikan sapaan sedikit pun, Prisca memilih melanjutkan langkah kakinya untuk menuju kamar. Namun ... lima kali mengambil langkah, Prisca merasa ada sesuatu yang lebih aneh.

Ayah tirinya itu seperti tengah mengikuti dirinya. Itu tidak mungkin, bukan? Sepertinya Burhan hanya ingin ke balkon saja! Prisca masih berusaha menenangkan dirinya. Hal seperti ini bukan sesuatu yang asing. Burhan memang kerap melakukan sikap yang seaneh itu.

Sayangnya, meski sudah beberapa kali mencoba berpikir jernih, Prisca justru semakin diliputi ketakutan. Ia rasa, pikirannya terlalu berlebihan, tetapi hatinya justru semakin tidak nyaman. Namun, setidaknya sekitar tujuh meter lagi ia bisa sampai di kamarnya, ia akan langsung masuk dan mengunci diri! Maka semua hal tentang Burhan tak akan lagi membuatnya terganggu, saat pintu kamar itu bisa melindungi dirinya.

Aku pikir aku yang berlebihan, tapi, kenapa sejak tadi Om Burhan tak lekas pergi? Bukankah kalau ke balkon bisa langsung mendahuluiku? Batin Prisca bertanya-tanya. Kecurigaan pun bertambah besar ketika Burhan masih saja membuntutinya. Haruskah ia segera berlari? Namun, mengapa kakinya lemas sekali? Kegugupan membuat seluruh dayanya nyaris hilang sepenuhnya.

Ayolah!

Demi mencegah sesuatu hal, diam-diam Prisca tetap merogoh ponsel dari dalam tas jinjingnya, dengan rencana untuk menghubungi Nares—calon suaminya. Ah! Sial sekali! Ponsel justru terjatuh ketika tangan Prisca semakin gemetar tak terkendali.

"Prisca sayang." Mendadak suara Burhan terdengar. Posisinya pun semakin maju dan nyaris mendekati Prisca. "Hei?"

Prisca menelan saliva. Ayolah! Sedikit lagi, Prisca sampai di dalam kamar tanpa mendapatkan masalah. Segera setelah itu, ia berusaha mencari kunci pintu kamarnya dari saku rok span yang saat ini ia kenakan. Sementara Burhan masih terus mengawasinya dari belakang. Langkah Burhan yang kian mendekat pada dirinya, membuktikan bahwa ayah tirinya itu memiliki suatu rencana! Rencana yang buruk!

"Prisca, kenapa tidak menyapa Papa dulu?" tanya Burhan yang kembali mengambil suara sembari mencengkeram lengan Prisca yang hampir berhasil membuka handle pintu.

Ketegangan kian menyergap diri Prisca. Bahkan, tengkuk lehernya terasa kaku dan sulit digerakkan.

"Prisca, Papa ini sayang sama kamu lho," ucap Burhan lagi. Kali ini, ia mulai kurang ajar dengan menyentuh leher sang anak tiri.  "Kenapa tidak pernah melihat Papa, Nak? Usia kita juga tidak terpaut terlalu jauh lho. Papa rasa kita bisa saling mengakrabkan diri."

"Ja-jangan macam-macam, Om! Prisca laporkan pada Mama nanti!" tegas Prisca dengan suara bergetar sesaat setelah dirinya memutar badan sekaligus menepis jemari milik Burhan. Kini terbukti bahwa kecurigaannya terhadap Burhan bukan hanya sebatas perasaan berlebihan, tetapi pria itu memang sedang mengincar.

"Mama kamu sudah K.O di dalam, lagi pula mau bilang apa kamu? Papa kan tidak berbuat macam-macam, Papa sayang sama kamu, Nak. Papa mau menyenangkan hatimu, sebelum suamimu ... ayolah jangan sungkan sama ayah sendiri. Tentu saja, kamu membutuhkan pelajaran untuk menyenangkan hati suami kamu kelak, 'kan?"

"Mama ...?"

"Mama kamu aman, dia tidur tenang. Jadi, Papa bisa meluangkan waktu buat kamu."

"Ja-jangan macam-macam! Na-nares!"

"Nares? Hahaha, sudah Papa bilang, Papa harus menjadi orang pertama untuk membuat kamu bahagia!"

Powerless mendera diri Prisca. Air matanya mulai bercucuran dengan getaran tubuh yang luar biasa. Hal itu membuatnya sama sekali tidak bisa melawan. Seluruh tubuhnya langsung lemas sesaat setelah ketegangan itu menghinggap.

Sementara Burhan semakin gencar berbuat kurang ajar pada wanita itu. Membuat Prisca ingin sekali berteriak, sialnya suaranya justru tersendat di tenggorokan. Saat itu Prisca hanya bisa terpejam dalam isakan, terkulai lemah tanpa bisa melawan.

Aku harus bisa melawan. Lawan, Prisca! Batin Prisca berteriak, membantu tubuhnya dalam mengumpulkan energi saat lukisan wajah Nares muncul di benaknya.

Setelah mengumpulkan sejumlah tenaga, Prisca mendorong tubuh Burhan sampai pria itu nyaris terjatuh ke lantai. Sayangnya pria jahat itu justru mencekal kedua tangan Prisca, sehingga tubuhnya lebih bisa mempertahankan posisinya.

"Selagi Papa berlembut hati, jangan melawan, Sayang. Nanti kamu jadi sakit!" ucap Burhan penuh penekanan.

"Lepas! Lepas! Lepasin aku, Om!" tegas Prisca dengan rintihan begitu memilukan. Suara isak tangisnya benar-benar menyedihkan. Selain memikirkan dirinya sendiri, ia juga harus memikirkan keselamatan ibunya yang entah diapakan oleh Burhan.

Tidak ada sesuatu yang mustahil selama masih berjuang, itulah yang saat ini Prisca yakini. Ia terus meronta dan berusaha melepaskan cengkeraman tangan Burhan. Suasana seketika gaduh oleh suara dua orang yang saling menyerang. Sayangnya tidak ada orang lain yang mendengar, karena rumah itu memang sangat luas. Selain itu, Burhan sudah meminta sang sekuriti untuk pergi melakukan tugas yang ia minta.

"Dasar jahat! Tidak tahu diri kamu! Huaaa! Lepaskan aku!" Prisca masih melawan dengan segenap tenaga yang tersisa.

Namun Burhan justru tertawa keras dan bangga, penuh kemenangan. Tenaganya yang begitu besar tidak mampu Prisca tandingi. Yang ada Prisca justru kesakitan ketika memberikan perlawanan, lantaran kedua tangan hina Burhan semakin gencar mencengkeram dirinya.

"Sudah Papa bilang jangan melawan! Anak durhaka!" tegas Burhan lagi dengan suara parau yang kini justru menggelegar.

"Lepasin aku! Tolooong! Tolooong! Mamaaa! Nareees!"

Sabetan telapak tangan menyambar pipi kanan Prisca sampai membuat sudut bibir wanita itu mengeluarkan cairan berwarna merah. Tubuhnya yang sudah dibawa masuk ke dalam kamar, kini dilemparkan begitu saja di atas ranjang oleh sang ayah tiri. Prisca terkulai lemas dan sudah tidak berdaya. Hanya isak tangisnya yang keluar begitu memilukan.

Sementara Burhan yang sudah berhasil mengunci pintu kamar itu kini semakin buas saja. Dan ya! Ia menerkam tubuh Prisca dengan garang. Tiada ampun sedikit pun! Saat ini, Burhan tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang bahkan belum tentu datang untuk kedua kalinya. Sejatinya, ia menikahi ibu Prisca hanya untuk harta sekaligus mengincar diri Prisca. Sungguh! Bahkan, ia tidak peduli tentang hukum karma.

"Bunuh saja aku, Om ...," rintih Prisca dengan suara lemah.

"Tenang saja, Sayang, Papa akan membuat kamu senang."

Deraian air mata membanjiri kedua pipi Prisca. Beberapa persendian dan bagian tubuhnya terasa nyeri tak terhingga, sampai membuatnya benar-benar kehilangan daya. Namun, ia masih saja berharap jika saat ini hanyalah bagian dari mimpi buruk di malam yang panjang. Atau berharap setidaknya ada satu pasang telinga orang lain yang mendengar rintihannya, selain Burhan. Ia butuh pertolongan, tetapi takdir baik sepertinya enggan untuk datang.

Segala perbuatan biadab berisi hasrat gila, tak segan-segan Burhan lakukan terhadap Prisca. Tak ada kelembutan, karena ia cukup berselera dalam memenuhi rasa lapar atas hasrat gila itu. Kejam!

"Maafkan aku, Nares ...," lirih Prisca. Selain nestapa, kini ada rasa bersalah yang berangsur memenuhi hatinya.

Malam tanggung itu menjadi waktu di mana mahkota kehormatan milik Prisca lenyap. Sungguh ironis, ketika ayah tirinya menjadi pelaku kejadian keji itu.

Bagi Burhan, tentu kejadian itu menjadi kepuasan tersendiri, rasa penasaran terhadap diri Prisca sudah terbayar dengan tuntas! Bahkan, ia menang dari Nares—calon suami Prisca.

Entah apa yang akan terjadi setelah kejadian itu. Kemungkinan besar adalah kehancuran mental Prisca yang masih syok berat. Untuk rencana pernikahannya dengan Nares, bisa terancam batal, kecuali jika Prisca memilih membuat suatu kebohongan.

Namun, apakah Prisca mampu berbohong demi kelancaran sebuah pernikahan? Momen yang tentu saja seharusnya menjadi kebahagiaan. Prisca belum bisa menentukan langkah apa pun, sebab ia tidak kuasa meski hanya memikirkannya.

***

Terpopuler

Comments

Yani Hendayani

Yani Hendayani

biadab kamu Burhan gue do'ain lu impoten atau di kebiri org, dan mendekam di penjara

2023-10-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!