...📝 Nampaknya Aku melakukannya lagi, Dan itu membunuhku ketika melihatmu seperti ini....
...Seharusnya aku tahu dari momen kita bertemu, Aku akan menghancurkan hatimu....
...Aku rasa aku sudah belajar dari masa lalu....
...Kau bilang, kau akan mati demi cinta!...
...Tapi aku tak pernah mencintaimu, maaf! 📝...
...----------------...
Syafiq kembali mengantar Asha ke apartemen, "Apa aku boleh masuk?" Tanya Syafiq, sambil meraih tangan Asha yang hendak keluar dari mobil.
Asha menoleh, "Tidak untuk malam ini. Aku merasa sangat mengantuk." Tolak Asha.
"Baiklah, masuk dan istirahatlah. Aku akan menjemputmu besok." Ujar Syafiq tak memaksa.
"Menjemputku?" Asha mengernyitkan keningnya.
"Iya, aku akan membawamu kesuatu tempat." Dengan senyuman yang merekah di bibirnya.
"Kemana?" Sepertinya Asha penasaran, ia bahkan sampai mengurungkan niatnya untuk turun dari mobil.
"Rahasia, kau akan tahu besok." Syafiq tersenyum penuh arti. Membuat Asha semakin penasaran.
"Hemm baiklah.." Asha mengangguk anggukkan kepalanya, lalu kembali berniat untuk turun dari mobil.
Namun lagi lagi Syafiq menahannya. "Bukankah kau melupakan sesuatu.."
Asha kembali menoleh, "No, ingat! Aku masih belum sepenuhnya memaafkanmu." Imbuh Asha, penuh penekanan.
"Baiklah baiklah.." Syafiq langsung memasang wajah cemberutnya.
"Take care!" Ujar Asha, lalu turun dari mobil. Terus melangkah masuk ke dalam gedung apartemen tampa menoleh lagi ke belakang.
Sepertinya, Syafiq sudah bisa menghela nafas lega sekarang. Asha kembali melunak, tampaknya ia akan segera memaafkan Syafiq.
Syafiq kembali menghidupkan mobilnya, lalu melaju menuju kediamannya.
*
Asha masuk kedalam apartemen, melempar sling bag nya ke sembarang arah. Lalu merebahkan tubuhnya ke atas sofa. Walau bagaimana pun, perasaannya tidak mungkin bisa berubah langsung baik baik saja setelah apa yang terjadi.
Apa lagi kini ia kembali berjumpa dengan sosok pria itu, Hayat. Ingatan tentang malam itu kembali terngiang dalam ingatan Asha.
"Arghh.." Asha meremas geram rambutnya lalu menghentak hentakkan kakinya. "Seperti apa aku harus menjelaskannya pada Syafiq." Asha bangkit, lalu mondar mandir sambil menggigit ujung kuku jarinya. "Apa aku jujur saja?" Gumam Asha, dan bertanya pada dirinya sendiri. "Lalu, bagaimana jika Syafiq tak bisa menerimanya dan minta berpisah?" Lagi lagi, Asha bertanya tanpa ada yang bisa menjawabnya.
Terlepas dari kesalahan yang dilakukan oleh Syafiq, sebenarnya Asha juga khawatir dengan kesalahan yang ia lakukan.
Syafiq, adalah dunianya kini. Tanpa Syafiq, mungkin Asha tak akan bisa hidup. Belum ada yang mencintai Asha, seperti Syafiq mencintainya. Begitulah yang dirasakan Asha selama 6 tahun menjalani hubungan dengan Syafiq. Tak akan ada yang bisa menggantikan Syafiq, cintanya pada Syafiq, melebihi segalanya.
"Tidak tidak..! Aku harus rahasiakan ini, mungkin saja nanti saat aku melakukannya dengan Syafiq, ia tidak akan menyadarinya." Tekad Asha.
"Oh S**t!" Maki Asha, ketika jantungnya semakin berdegup dengan kencang.
"Apa aku harus bertanya solusinya pada Mia?" Asha meraih ponselnya, dan berniat untuk menghubungi Mia. "No! Memberitahunya sama juga dengan aku memberitahukan pada dunia tentang itu." Asha kembali melempar ponselnya ke atas sofa.
Ia benar benar dibingungkan oleh kesalahan yang ia buat sendiri.
"Hal pertama yang harus aku lakukan, memastikan pria itu tak memberitahukannya pada siapapun. Ya, aku harus membungkamnya."
*
Hayat mengayuh sepedanya, menyusuri jalanan yang basah. Setelah musim hujan tiba, kini bumi lebih sering basah, bahkan kini gerimis perlahan mulai turun. Hembusan angin sesekali menerpa, menerobos masuk kedalam hati Hayat yang terasa gersang.
Pov Hayat.
Dalam hidupku, dalam pikiranku. Dimana aku selalu mengarang cerita. Dan aku berpura pura bahwa aku bukan seseorang! Dibiarkan menghadapi dunia sendirian. Akhir akhir ini aku tidak lagi sama, aku berharap ada seseorang yang memanggil namaku.
Jalanan ini terlalu panjang jika aku harus menghadapinya seorang diri.
Paling tidak, aku butuh seseorang dimana dihapannya aku tidak perlu berpura pura.
Pov Author.
"Hayat!" Dengan cepat, Hayat menarik rem dan menghentikan sepedanya.
Seseorang berlari ke arahnya, ia tak peduli gerimis yang mungkin bisa saja membasahinya. Gadis itu, berlari kecil menghampiri Hayat.
"Bisa kita bicara?" Tanya gadis itu setelahnya, gadis yang semalaman tak bisa tidur karena ingin cepat cepat bertemu dengan Hayat. Saking berniatnya, ia pagi pagi sekali sudah berdiri di halte bus menunggu Hayat melewati jalanan itu menuju tempat kerjanya. Dan gadis itu, Asha! Ia bahkan bersikap seperti tak pernah punya salah. Setelah menampar Hayat di tengah kerumunan dan memaki Hayat sejadi-jadinya. Dan kini, ia berdiri tampa dosa dihadapan Hayat.
Hayat hanya menatap gadis itu tampa berkata. Hayat akhirnya memilih turun dari sepeda, lalu berjalan mengikuti langkah Asha yang sudah terlebih dulu berjalan mencari tempat untuk berteduh karena kini gerimis mulai diganti dengan hujan.
Dan Asha harus memastikan jika tempat itu sepi dan tak ada yang bisa mendengar percakapan mereka. Pilihan Asha jatuh ke mobilnya, tempat yang menurutnya paling aman.
Hayat masuk kedalam mobil Asha, sambil menepuk nepuk bajunya yang basah.
"Rahasiakan apa yang pernah terjadi di antar kita." Asha langsung to the point.
"Sampai kapan?" Pertanyaan datar itu membuat Asha mengernyitkan keningnya.
"Tentu saja selamanya, anggap saja di antara kita tak pernah terjadi apa apa." Asha bersikeras.
"Apa kau yakin?" Hayat terkekeh, "Cepat atau lambat, tunanganmu pasti akan tahu." Lanjut Hayat, dengan tatapan masih tertuju kedepan, ia bahkan tak menoleh ke arah Asha.
"Itu urusanku, kau tak perlu perdulikan itu. Yang perlu kau lakukan adalah, lupakan kejadian itu dan anggap hal itu tidak pernah terjadi." Asha menegaskan, lalu menyodorkan sebuah amplop pada Hayat.
Hayat menatap heran, lalu menerima amplop itu dan melihat isinya. Ada sebalok uang didalam sana, sudut bibir Hayat terangkat. Ia tersenyum kecut, "Emp, kau tenang saja." Imbuh Hayat, lalu turun dari mobil Asha. Dan tak lupa meletakkan amplop itu di atas dashboard mobil. Hayat tak perdulikan hujan yang semakin deras. Ia berjalan santai di tengah tengah hujan, menuju ke arah dimana sepeda terparkir.
Asha menoleh ke arah amplop yang diletakkan Hayat di atas dashboard. Asha tersenyum dengan sudut bibirnya, "Kau munafik sekali!" Imbuh Asha lalu mengalihkan pandangannya ke arah Hayat yang kembali mengayuh sepeda sportnya.
Sikap acuh Hayat, cukup menarik perhatian.
Hayat kembali mengayuh sepedanya, melewati mobil Asha yang masih belum beranjak dari sana.
Sedangkan tatapan Asha, entah mengapa tak bisa teralihkan dari sosok pria itu.
"Asha! Apa yang kau perhatikan? Sekarang waktunya kau kembali. Urusan mu dengan pria itu sudah selesai. Dan tak ada alasan bagi kalian untuk bertemu lagi." Asha menjitak kepalanya sendiri. Kesal dan ingin menepis kenyataan bahwa Hayat cukup menarik perhatiannya.
Next ✔️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Maria_azis
bukan mendayung, mengayuh, kalau mendayung itu perahu
2023-09-02
1