Mr. Lawyer Fatal Attraction
POV Author
Allison Austin melihat kerumunan di beach club Miami itu. Kate yang bersamanya ikut melihat arah yang dia tuju.
"Kau melihat siapa?"
"Bukan siapa-siapa..."
"Penjaga pantai di sini tampan semua."
"Aku benci pria tampan." Dia baru saja putus dari Alton Mason yang merupakan gambaran sempurna dari seorang pria. Yang ternyata cuma menjadikannya target sempurna untuk batu loncatan kariernya. Terima kasih buat Sara yang sudah memergokinya, thanks God akhirnya dia melihat siapa Alton Mason itu.
"Tak semua pria tampan breng*sek."
"Oh ya, kurasa itu artinya semua pria yang mendekatiku brengsek." Dari dulu dia punya standarnya sendiri, good looking mendekati sempurna, pintar, punya pekerjaan bagus. Tapi ternyata semua standartnya itu tak cukup menolongnya mendapatkan apa yang dia inginkan. Di 32 tahun hidupnya dia menemukan semua pria tampan adalah masalah.
Sekarang dia benci pria tampan. Dia akan mencoret semua pria tampan dari hidupnya.
"Jangan begitu. Kau menyamakan semua orang."
"Aku sudah cukup dengan mereka, mungkin aku harus menggunakan pria tampan sebagai alat saja. Habis dipakai buang saja, performa jelek buang saja, kalau bagus boleh dipakai lama sedikit." Allison membuat rencana masa depannya.
Kate tertawa dengan renyah. Dia tahu Allison masih dendam dengan Alton Mason, dia memastikan Alton membayar semua tuntutan, bahkan memberikan pekerjaan itu pada pengacara keluarganya yang kejam Tn. Xavier Hancock.
"Kau jangan sekejam itu. Sudah kubilang tak semuanya begitu."
"Aku menganggapnya seperti itu. Mungkin bagi orang tidak, tapi selama ini yang kudapat adalah kesialan." Allison tidak menghiraukan nasehat Kate.
Matanya menjelajah ke area pantai. Menemukan beberapa orang sedang bersiap menarik parasut para layang.
Dia melihat pengacara keluarganya Tuan Xavier sedang bersiap.
"Ada Tuan Xavier di sini."
"Xavier? Maksudmu pengacara keluargamu?"
"Itu disana." Dia menunjuk sekelompok orang yang ada tak begitu jauh dari mereka.
"Ohh iya, well aku tak pernah melihat pengacara dalam baju pantai. Dia terlihat agak berbeda." Iya, dia terlihat berbeda dari setelan jas formal yang selalu digunakannya.
Allison menilainya dari standart ketampanan. Yah, 65 dari 100, dia punya wajah yang tangguh, tidak jelek, lebih ke manly, tapi kalo dalam kriteria tampannya mungkin tidak, Allison tahu dia duda, jika dia melihatnya di pekerjaan cara berbicaranya tenang berwibawa, bukan semacam Alton Mason yang bisa menarik perhatian di detik pertama dia bicara. Tapi jika di pikir jika pengacara berwajah tampan seperti Alton Mason dia tidak akan dianggap.
Jelasnya pekerjaannya memang tidak memerlukan good looking, otakmu yang harus berjalan, kata-katamu yang harus tajam. Selain itu ketampanan bahkan bernilai 40 bisa diterima.
Sepertinya ikut para layang akan seru. Dia melihat persiapan di depannya. Mr. Xavier naik sendiri nampaknya dia tidak memakai harness ganda. Mungkin dia bisa ikut, dia tidak berani kalau tanpa pemandu.
"Aku akan ikut saja..." Allison langsung beranjak dari tempat duduknya.
"Hei mau kemana kau?"
"Ikut parasail." Allison berlari ke bibir pantai.
"Tuan Xavier." Xavier melihat siapa yang memanggilnya. Ternyata anak seorang klien besarnya.
"Nona Austin?"
"Boleh aku ikut?"
"Ikut? Ikut tandem maksudmu..."
"Iya." Kenapa sumber masalah ini ingin ikut bersamanya? Dia menganggap anak orang berkuasa adalah sumber masalah. Yah namun ironisnya mengurus masalah adalah sumber pendapatannya.
"Aku bukan instruktur. Kau boleh mendaftar ke orang ini." Dia menunjuk orang yang membantunya memasang harness.
"Aku mau ikut denganmu. Kan kau tinggal menggantinya dengan harness tandem, bukan begitu tuan instruktur tampan.
"Iya Nona, jika kau ingin tandem Anthony bisa membawamu, tapi setelah ini." Instruktur itu menunjuk seorang pria tampan yang membantu wisatawan yang lain.
"Sebenarnya aku tak nyaman dengan orang yang tidak ku kenal. Bisakah aku naik dengan Tuan Xavier saja." Xavier ingin mengatakan bahwa dia juga tak nyaman jika orang ikut dengannya.
"Kau lebih baik ikut instruktur berpengalaman saja Nona." Instruktur itu memberikan saran.
"Tuan Xavier juga pengalaman, lihat dia bisa pasang harness dengan cepat." Tapi kelihatannya Nona ini tak mau kalah.
"Kau lebih baik ikut instruktur saja." Xavier Hancock ingin liburannya jauh dari sumber masalah.
"Tuan Xavier, aku ringan cuma 58."
"Itu tak ada hubungannya dengan berat seseorang, kau bisa naik sendiri dengan aman, jika kau takut ada instruktur. " Xavier masih berupaya menyelamatkan kesendiriannya.
"Jadi kau tidak ingin membantuku." Itu ancaman, aku sudah memberiku pekerjaan tapi kau tidak mau membantuku sekali saja. Para putri ini mereka dilatih mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan segala cara termasuk mendapatkan kesempatan ini.
Xavier menghela napas. Dia tidak akan menang bukan.
"Ya baiklah. Kau menang, Anthony aku minta harness ganda." Selesailah sudah kesempatannya menikmati pantai biru sendirian. Ada seorang gadis pembuat masalah yang akan berteriak di sampingnya.
Di depannya Allison tersenyum manis karena mendapatkan apa yang dia mau.
"Terima kasih, kau terbaik." Allison memujinya, sekarang dia hanya bisa tersenyum masam pada gadis itu.
Mereka bersiap naik parasail, motor boat yang akan membawa mereka berlayar agak ke tengah.
"Si brengsek Mason sudah melakukan berapa pembayaran Tuan Xavier?" Dia bertanya dengan pikiran masih dendam ke Aston, walau 3 bulan sudah berlalu.
"Sekitar 40% kurasa, dia minta waktu 2 minggu untuk 10% lagi. Dia bilang down payment penjualan assetnya baru masuk dua minggu lagi. Aku tak mengurusnya langsung, seorang staff di kantorku yang melapor padaku."
"Ohh setengahnya saja belum. Dia hanya mengulur waktu. Kau yakin dia akan membayarnya?"
"Dia akan membayar. Jika tidak dia tidak akan selamat jika berita skandalnya keluar. Sementara politisi yang terlibat juga diancam dengan bukti itu. Karena dia sudah memberikan nomor rekening mereka aku bersikap sedikit lunak, kupastikan dia membayar."
"Bagus." Wanita yang bisa membuat masalah besar. Dan Alton Mason itu salah sangka dia bisa menjadikan Allison Austin batu loncatannya. Yah tetap saja, walau dia dipukul hingga babak belur oleh
"Kalian bersiap." Mereka sudah mencapai jarak maksimal untuk melepas parasut. Petugas yang menarik mereka membuat membuat mereka duduk di ujung. Tak lama mereka mengudara dan pemandangan Miami beachline terpampang di hadapan mereka.
"Woohoooooo, as*sho*le pergilah ke nerakaaa! " Xavier meringis mendengar teriakan itu. Langit yang biru dan lautan topaz tak cukup membuat hati Allison lebih berwarna.
Dia tak menanggapi curahan hati gadis itu. Membiarkannya sendiri lebih baik, lagipula dia tak ingin di ganggu dalam liburannya.
"Terima kasih sudah membiarkanku naik Sir."
"Tentu. Aku kembali ke kamarku dulu oke."
Allison tak ingin menganggu pengacara senior itu. Dia agak menyeramkan. Tapi kalau soal mengurus masalah dia ahlinya.
\=\=\=\=\=
Allison menghabiskan waktu sendiri di beach bar. Kekasih Kate menyusul ke Miami, jadi mereka pergi sementara dia menghabiskan malam sendiri. Ide berlibur dengan Kate ini ternyata membuatnya tambah gloomy. Dia terjebak minum sendiri di meja bar beach club ini.
"Nona, ada yang akan membelikanmu minuman di ujung sana." Seorang pria tampan tersenyum dan mengedipkan mata padanya. Satu lagi pria tampan yang penuh omong kosong. Allison menyumpah dalam hati.
"Bilang padanya aku seorang biarawati." Allison memutuskan untuk tidak menanggapinya. Dan kata-katanya jelas, dia tidak mau diganggu.
Pria itu meninggalkannya dalam damai.Thanks God. Tapi kedamaian itu tidak bertahan lama.
"Kau yang tercantik sayang." Allison merasa dia mengenal nada suaranya.
"Kau bilang Allison yang tercantik dua bulan yang lalu, dimana wanita sombong itu sekarang bagimu?" What the hell! Siapa yang menyebut namanya?!
"Dia putri manja psikopat yang menyusahkan. Kau tak usah menyebut namanya lagi." Kurang ajar?! Dia melihat dua bangku di samping kirinya, wanita yang dikenalnya, Joan Jenner serta musuh abadinya Alton Mason tengah bermesraan. Darahnya langsung naik ke ubun-ubun.
...Alton Mason yang sempurna ...
"Siapa yang kau bilang psikopat heh?!A*ssh*ole!" Dua orang itu melotot melihat orang yang mereka bicarakan ada di depan mereka. "Dan kau mengatakan aku sombing tapi menjilat kakìku saat ada di depanku. B*itch!" Wanita itu Joan Jenner, tidak berani berkutik saat Allison mencercanya balik. Orang-orang mulai melihat ke arah mereka tapi Allison masih belum selesai.
Tapi bukan Allison jika dia berhenti di sini saja. Dia belum selesai dengan Alton Mason.
"Kau rupanya benar bajingan, kau menganggapku psikopat manja, sementara kau memanfaatkanku?!" Dia mendorong dada Alton Mason membenturkannya ke meja bar. "Kau pikir kau siapa?!" Dia mengambil gelas seorang di meja dan melemparkannya ke arah Alton. Untungnya jarak lemparannya dekat sehingga dia tidak terluka.
"Kau pikir aku akan diam kau hina begitu." Tapi dia belum selesai, sebuah botol bir kecil siap menjadi senjatanya.
"Wanita gil*a! Apa yang kau inginkan? Kita sudah putus, apa yang kukatakan itu urusanku." Dulu dia menganggap diantara kekasihnya Alton adalah yang paling sempurna. Dia begitu percaya padanya, membanggakan Alton di depan teman-temannya tapi ternyata balasan yang dia terima sangat mengecewakan.
As*sho*le ini adalah bajingan sejati, baru dua bulan dia sudah pergi liburan dengan wanita baru. Kemarin dia masih mengiba mengingatkan Allison bahwa mereka pernah bersama. Allison pernah berpikir bahwa ini memang karena dia mengejar kariernya sebenarnya dia mencintainya, tapi sekarang dia tahu itu hanyalah bibir manis.
Dia benar menyesal ke sini. Pantai ini mengingatkannya atas semua kisah cinta manis yang mereka pernah lewati yang ternyata hanya salah satu episode wanita cantik yang dijalani Alton Mason.
"Aku menyesal pernah mengenalmu."
"Kau pikir aku tak menyesal mengenalmu. Kau yang terburuk yang pernah kukenal." Alton juga tak menyangka dia harus kehilangan banyak uang karena Allison Austin, dia tak menyangka dia bermain dengan singa.
Botol yang dipegang Allison melayang sasarannya adalah kepala Alton, tapi berhenti di udara saat seseorang menghentikannya.
"Sudah cukup." Xavier menghentikan gadis itu di saat yang tepat, dia tidak mau liburannya berhenti di kantor polisi karena dia harus mengurus laporan penganiayaan. "Ayo keluar." Dia meninggalkan lembaran uang di meja bar dan menarik botol di tangan Allison.
"Lepaskan aku Sir,..." Allison memberontak ketika dia ditarik pengacara senior Ayahnya itu.
"Jika kau sampai memecahkan botol itu ke kepalanya, kau akan berakhir di kantor polisi. Gunakan otakmu bukan emosimu! Ayo keluar!" Dia menarik Allison yang habis dibentaknya keluar. Tuan Lyold Austin tak akan menyalahkan dia karena ini dia yakin, dia masih membiarkan Allison mencerca pria itu tapi kalau sudah membuatnya cedera itu berbahaya. Dia harus mengirim gadis ini ke kamarnya kembali.
Allison yang kesal tak bisa melampiaskan emosinya melampiaskannya dengan menangis sepanjang jalan. Orang-orang melihatnya seakan dia sudah menganiaya sugar babynya.
"Dimana kamarmu? Ayo kuantar."
Dia masih menangis dengan keras. Astaga! Mimpi buruk apa ini?
"Nona kau baik-baik saja. Apa pria ini memukulmu?" Seorang keamanan bahkan mendekatinya dan bertanya dengan curiga.
"Allison, bisa kau jelaskan."
"Tidak aku tak dipukul, yang memukulku di dalam bar sana."
"Siapa? Kau bisa tunjukkan orangnya?"
"Tidak...tidak, kita tak usah memperlebar masalah. Allison kembali ke kamarmu atau ketelepon Ayahmu."
"Kenapa kau mencampuri urusanku."
"Jika kau masuk ke kantor polisi karena memukuli orang, memangnya itu bukan urusanku?!" Sekarang dia emosi. Gadis ini sekarang membuatnya emosi.
"Aku bisa mengurus diriku sendiri! Kau tak usah ikut campur Tuan pengacara!"
"Kau mabuk!?" Tiba-tiba dia mengerti kenapa gadis ini hari ini lepas kendali. Biasanya Allison Austin cukup logis dan punya perhitungan seperti Ayahnya. Orang mabuk memang mendatangkan masalah.
"Baiklah ini urusan kalian, tapi jangan menganggu tamu lain, sihlakan kalian bertengkar di kamar." Keamanan itu akhirnya meninggalkan mereka.
"Sorry, ayo kuantar ke kamar. Tidak ada gunanya kau mempermalukan dirimu sendiri di sini. Ban*gsat Mason itu akan senang melihatmu menangis di sini. Siapa yang kau tangisi, kau menangisi dia? Jangan membuat lelah dirimu sendiri..."
Dia membujuknya dengan suara pelan. Allison sekarang menurut dia menghapus air matanya dengan cepat, menyembunyikan wajahnya sepanjang jalan, dan kembali ke kamarnya tanpa bicara. Dia masih menangis, menangis tanpa air mata, ternyata dia masih patah hati dengan pria tampan itu. Xavier mengasihaninya...
Mereka sampai ke kamar Allison. Perasaannya membaik karena sudah menangis, tapi satu hal dia kesal karena dia sudah mempermalukan dirinya sendiri.
"Kau mau teman bicara? Teman minum? Anggap saja ini bagian dari pekerjaanku ..." Yang satu ini terlalu bertanggung jawab atas pekerjaannya, begitu pikiran
"Kau akan menertawakanku bukan, tak usah memperdulikanku." Allison menutup pintunya, tapi dia menahannya.
"Apa ..."
"Kau tak punya teman? Bukankah kau bilang kau bersama seseorang di sini?" Dia takut gadis itu melakukan hal bodoh.
"Sir saya baik-baik saja. Aku tidak akan melakukan hal bodoh yang Anda sangkakan, cuma kesal tak bisa membuatnya sengsara. Tidak usah mengasihaniku. Kau boleh pergi. Maaf saya menyulitkan Anda." Allison merasa dia pasti terlihat seperti gadis bodoh tadi. Dia menyesal sudah begitu emosional di depan pengacara ini. Sementara Xavier sadar gadis itu sudah memasang topeng tegarnya lagi.
"Baiklah aku ada di kamar ujung sana 718 kalau kau perlu sesuatu."
"Iya, terima kasih. Tidak ada, maaf menyulitkan Anda hari ini." Allison menutup pintu. Hancur sudah image putri Lyold Austin yang dia buat selama ini. Hancur karena dia sakit hati dengan bangs*at Mason itu.
Dia menyesal terpancing menangis tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
siti salamah
thorr blik ke NT 😌dong..Nt pegimne sihh Author yang karya nya bgus"malah pda minggat,,
2024-05-31
0
lisna
baru prolog ada sudah suka😍...karya otornya selalu kereenn ga mo berhenti baca
2024-04-23
0
rekno wahyuningsih
ternyata aku terlambat,maaak...aku hadiiir😁
2024-01-13
0