Ch. 19. Trauma?

Bab. 19

"Saya mau bicara serius sama kamu," ucap Zacky dengan nada dingin.

Sedangkan yang diajak bicara terlihat sangat santai.

"Tinggal bicara aja, Om. Nggak usah ribet banget. Keburu pulang," sahut Sila.

Zacky tidak menyangka jika sikap gadis di depannya ini ternyata cukup membuatnya mudah naik darah.

Helaan napas berat terdengar dari pria itu. Meski Sila sangat ingat betul siapa dia, namun ia berusaha untuk bersikap tenang dan tidak memperlihatkan keadaan dirinya yang sebenarnya. Walau rasa-rasanya ingin menonjok om setengah mateng yang seenaknya menyuruh dirinya untuk duduk dan mendengarkan dia berbicara.

"Nggak jadi?" tanya Sila mengangkat wajahnya, menatap pria yang ternyata wajahnya sedikit tidak asing.

'Kayak nggak asing gitu ya?' gumam Sila dalam hati sembari menatap wajah Zacky.

Bukan asing yang baru pertama melihat, tapi lebih ke seperti mirip seseorang. Tapi lupa siapa.

"Bisa kita pindah saja bicaranya?" tawar Zacky.

Keadaan sekitar sangat ramai, dan itu tidak memungkinkan bagi Zacky untuk membicarakan hal yang sangat sensitif bagi mereka.

"Nggak!" tolak Sila. "Saya nggak punya banyak waktu. Harus cepet pulang," imbuhnya lagi mengenai alasan kenapa dirinya menolak.

Lalu Zacky teringat kalau motor Sila kehabisan bensin. Dengan satu lirikan mematikan mengarah kepada seseorang, orang itu langsung beranjak tanpa Zacky mengutarakan maksudnya.

Sila yang melihat lirikan Zacky pun juga mengikuti arah pandang pria itu. Hingga kemudian ia di buat terkejut di saat orang yang dilirik Zacky kini membawa motornya.

"Loh, itu kan motor gue! Kenapa lo ambil? Mau maling ya, lo!" teriak Sila sambil berdiri.

Suaranya yang keras seraya tangannya yang menunjuk ke arah motor, membuat beberapa orang serta siswa yang ada di sana pun kini menatap ke satu titik. Yakni Arsya yang ingin mendorong motor Sila dan berniat membelikan bensin di kios terdekat. Semua itu karena perintah tak kasat mata dari atasannya.

"Eh ... jangan salah paham dulu! Gue cuma mau beliin es buat motor lo. Katanya haus, kan?" ujar Arsya sembari melambaikan tangan di depan dada.

Sila mengangguk begitu saja. Membuat Zacky semakin menahan geramnya. Bisa-bisanya dua orang absurd ini bertemu.

"Ya udah, nurut. Kalau emang gue nyolong ini motor, lo minta ganti rugi sama om yang ada di depan lo aja," usul Arsya yang kemudian mendorong motor Sila sambil menatap ke arah orang-orang yang kini tengah menatap ke arahnya. "Tenang saja, saya bukan pencuri. Masa iya pencuri make jas? Dia teman saya, dan omnya Sila," ujar Arsya seenak jidat tanpa memikirkan konsekuensi dari ucapannya barusan.

Mendengar penjelasan Arsya, beberapa orang yang bersiap ingin menghajar terduga maling, lantas mereka membubarkan diri dan melanjutkan langkah mereka.

Sedangkan Zacky tidak tahan lagi jika harus menahan malu akibat sikap Sila yang ternyata sangat ceplas ceplos.

Tanpa ijin, Zacky meraih tangan Sila dan mengajaknya menuju ke mobil yang terparkir tidak jauh dari sana.

"Ikut saya!" ajak Zacky menyeret Sila begitu saja.

Sedangkan Sila yang sedari tadi bersikap waspada, namun masih dipaksa juga. Apa lagi ketika melihat mobil lucknut itu, gegas Sila memberikan perlawanan.

"Nggak mau!" pekiknya. Membuat Zacky menoleh ke belakang dan menatapnya dengan tatapan tidak mau dibantah. Akan tetapi Sila tetap melakukan pemberontakan. "Om nggak sedang ...."

Sila tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Terasa berat hanya untuk memperjelas dugaannya.

Zacky mengerti akan ketakutan gadis ini dari tangannya yang tiba-tiba saja gemetar, serta tatapannya seolah takut ketika melihat mobilnya.

"Kalau begitu di tempat lain saja. Saya cuma mau bicara," ujar Zacky yang kemudian mengajak Sila berjalan ke arah berlawanan. Menjauh dari mobil yang mungkin membuat gadis itu trauma.