Ch. 15. SMA Mahardika

Bab. 15

Zacky semakin uring-uringan mendapat kabar dari Arsya barusan. Bagaimana tidak kesal bercampur marah, tugas yang seharusnya diselesaikan oleh asistennya itu, malah dilempar kepada dirinya sendiri.

"Udah dibilang nanti Tusha pulang. Malah nyuruh gue ke sana. Nggak becus banget kerjanya!" gerutu Zacky sembari memukul setir mobilnya.

Namun Zacky tetap datang ke sana. Entah, alasan apa yang akan ia pakai nanti. Karena ia juga tidak menyangka kalau Arsya menemukan gadis itu dengan sangat cepat.

Selang beberapa menit mobil yang dikemudikan oleh Zacky sampai di kawasan sekolah Mahardika. Di mana sekolah ini juga merupakan Tempak mengajar kakaknya.

"Gila! Gue udah nidurin anak SMA," gumam Zacky seraya meremas rambutnya sendiri.

Tidak pernah ada dalam angan kalau dirinya bakalan melakukan hal tersebut dengan gadis yang masih sangat muda.

"Jangan bilang kalah dia usianya di bawah kakak ipar gue. Yang ada gue malah dihabisi oleh Mas Rio," ujarnya lagi.

Zacky belum berani bercerita kepada keluarganya. Terutama kakaknya itu. Ia ingin memastikan terlebih dulu dan membicarakan semua ini dengan gadis tersebut. Bagaimana baiknya. Tidak langsung menikahi begitu saja. Karena dia sendiri juga mempunyai rencana ke depannya seperti apa, pun begitu dengan gadis tersebut.

Pria itu mengedarkan pandangannya di saat dekat dengan SMA Mahardika. Mencari sosok yang menyuruhnya ke sini. Hingga kemudian ia menemukan Arsya yang tengah menikmati jajanan di depan sekolah.

"Ck! Gue lagi bingung mau bicara apa, dia malah enak-enakan jajan di sini," decak Zacky begitu kesal melihat Arsya yang malah tampak tebar pesona dengan para murid yang sudah keluar dari sana.

Mencari tempat parkir yang aman dan tidak mengganggu pengendara lain, Zacky kemudian turun dan menghampiri asisten minim akhlak itu.

Plak!

Sebuah pukulan pun ia layangkan tepat di pundak Arsya. Sampai-sampai membuat Arsya hampir tersedak ketika menikmati cilor yang baru saja dia beli.

"Gue suruh kerja malah enak-enakan di sini!" tegur Zacky dengan wajah dinginnya.

Arsya yang tersedak berusaha untuk menormalkan dirinya terlebih dulu. Bukannya diberi minuman atau apa, ia malah mendapat semprotan dari atasannya yang sangat menyebalkan.

"Astaga Bos ... namanya juga memanfaatkan waktu sebaik mungkin," sahut Arsya. "Kan sayang kalau udah sampai sini nggak jajan. Enak loh!"

Kemudian Arsya menyodorkan jajanan tersebut kepada Zacky, namun di dorong oleh pria yang menjunjung tinggi imagenya jika sedang berada di luar tersebut.

"Mana anaknya?" tanya Zacky langsung.

Tatapannya mengedar ke sekitar yang tampak ramai murid bergantian keluar gerbang. Ada juga yang dengan sengaja berhenti di pinggir gerbang, entah sedang menunggu jemputan atau menunggu temannya.

"Anaknya siapa, Bos? Udah jadi memangnya?" sahut Arsya yang terdengar begitu menyebalkan.

Zacky harus menahan rasa geramnya pada asisten lucknut ini. Karena mereka sedang berada di tempat umum. Kalau saja berada di kantor, mungkin kursi kerjanya sudah melayang ke arah Arsya.

Sementara Arsya sendiri hapal bet bagaimana sikap sahabatnya itu. Dia tidak akan marah, walau sedang berada di tingkat emosi paling tinggi sekali pun. Karena image dan namanya lebih utama di banding rasa kesalnya.

"Gaji lo gue potong selama tiga bulan," ucap Zacky mendekat, lalu berbisik dengan suara penuh penekanan.

Arsya mendelik tidak percaya. Dia langsung berubah panik.

"Nggak bisa gitu dong, Bro!" protes Arsya tidak terima. "Lo tau sendiri kalau gue sedang bangun rumah. Yang ada nanti malah mangkrak itu bangunan kalau uangnya lo potong-potong terus," imbuhnya dengan wajah memelas. Tidak peduli jika mereka saat ini menjadi pusat perhatian di sana karena perdebatan mereka. Di sisi lain juga penampilan serta wajah mereka yang membuat para siswi, bahkan guru muda yang lewat pun terpesona.