Sesal Sampai Akhir

Sesal Sampai Akhir

Wasiat Perjodohan

Akari Nara, gadis berusia 22 tahun yang menjalani kesehariannya dengan bekerja di Cafetaria Injie. Dia terkenal agamis dan pendiam. Namun tetap ramah ketika menjalani profesinya sebagai pelayan cafe.

Sore hari ketika dia mendapat telepon dari Dina, tetangga sekaligus teman mengaji, Nara meminta izin untuk pulang lebih awal. Dan berjanji akan mengambil lembur untuk keesokan hari.

Kata-kata Dina, "Di rumah ada tamu penting, kata pak Rohim kamu disuruh pulang cepat." Begitu pesannya tadi.

Nara sangat penasaran dengan tamu yang bertandang ke rumahnya, sampai membuatnya tidak konsentrasi saat melayani pengunjung terakhirnya sore itu.

Hingga ….

Bruk!

"Ups!" 

Segelas orange jus tersenggol dan mengenai kemeja seseorang. Sesaat riuh suara musik dan obrolan pengunjung kafe tak terdengar. Dia sadar masalah yang akan dihadapi.

"Sayang, kemejamu jadi kotor," ujar seorang wanita yang tengah menggandeng pria itu. Terlihat mengibas-ngibaskan tangan di atas kemeja yang terkena tumpahan jus orange tadi.

"Apa kamu tidak punya mata. Ceroboh sekali," desis pria itu penuh penekanan. Mata tajamnya semakin terpancar aura mengintimidasi.

Nara berubah gugup bercampur takut. Dia segera meminta maaf untuk kesalahannya barusan.

"Maaf, Mas, saya tidak sengaja. Tadi jalan terburu-buru dan kaki saya tersandung kaki meja."

"Maaf-maaf, kamu kira hanya dengan kata maaf kemeja pacarku bisa bersih seperti semula?! Jadi pelayan sama sekali tidak becus! Kemeja ini mahal, apa kamu sanggup ganti?!" Wanita yang mengaku pacar dari pria itu memarahi Nara dengan suara lantang. Hingga pengunjung yang lain sempat terfokus pada mereka. 

"Ada apa ini?" Pria memakai kemeja putih berjalan mendekat. Dia adalah manajer kafe.

"Maaf, Pak, saya tidak sengaja menumpahkan minuman di baju Mas ini."

"Mas?! Panggilan macam apa itu?! Dikira gue Mas tukang siomay." Pria itu menggerutu. Kesal.

Nara mendengar, tapi memilih diam dan tetap menundukkan kepala.

"Maafkan kelalaian pelayan kami, Tuan. Sebagai biaya penanganan, Anda dibebaskan membayar tagihan. Karena sesuai kebijakan di cafe kami, jika ada pelayan yang teledor maka sebagai hukumannya harus mengganti rugi," jelas manager cafe tersebut.

"Tagihan di cafe ini gak cukup untuk mengganti kemeja yang terkena tumpahan jus. Bahkan untuk bayar laundry juga kurang," ujar wanita bertatapan sinis itu.

"Sa, udahlah gak usah diperpanjang. Buang-buang waktu aja."

"Tapi, Natan …."

"Waktuku terlalu berharga untuk ngurusin hal receh seperti ini. Ayo kita pergi." 

Dua pasangan itu pergi dengan manajer cafe yang meminta maaf berkali-kali, juga berpesan agar jangan kapok datang ke cafe itu lagi.

Setelah itu manajer cafe menyuruh Nara ikut ke ruangannya.

"Gak biasanya kamu ceroboh gini, Nara." Pria itu mulai memberi ultimatum. Bukan hanya Nara, tapi siapapun pekerja cafe akan mendapat wejangan kalau membuat kesalahan.

"Maaf, Pak, saya tadi buru-buru."

"Tau kamu bikin masalah gini, mending tadi gak aku kasih ijin balik," ujarnya.

Nara berwajah menyesal atas keteledorannya.

"Bill pesanan orang tadi kamu yang bayar."

Nara harus berpasrah dengan nasib itu.

"Jumlahnya satu juta lima ratus. Bisa potong gaji 30%." 

Nara terkejut. Jumlah yang disebutkan setara setengah gajinya. Butuh tiga kali pemotongan. 

Setelah membayar gojek, Nara berjalan ke rumahnya. Bangunan sederhana yang ditinggali kelihatan berbeda dari biasanya. Ada dua orang berdiri di depan rumahnya. Hal itu membuat Nara bertambah penasaran. 

"Assalamualaikum," ucapnya ketika memasuki rumah.

"Waalaikumsalam, Nak." Pria paruh baya yang menjawab salam adalah Pak Rohim. Dan satu lagi Nara tidak kenal.

"Duduk dulu, Nara. Bapak sudah nunggu kamu dari tadi."

Nara mengambil duduk di sebelah Pak Rohim. Sekilas tersenyum menyapa tamu itu.

"Ini putriku, Bi."

"Dia sangat cantik," puji Abimana. Sahabat dari Pak Rohim. 

"Nak, itu Pak Abimana, suaminya almarhum Bude Laksmi."

Nara mengangguk mengerti. Dulu, mendiang ibunya sering menceritakan tentang keluarga Abimana dan Laksmi. Namun baru kali ini dia bertemu langsung.

"Aku yakin, putraku akan langsung setuju dengan perjodohan ini."

Nara mendongak. Apa maksudnya dengan perjodohan ini? Lalu dia menoleh bapaknya. Bertanya lewat sorot matanya.

Pak Rohim sendiri sudah mengerti arti tatapan putrinya. Selama ini, dia maupun almarhum istrinya tidak pernah menyinggung soal perjodohan. Nara pasti bingung.

"Dari kamu dalam kandungan, Bude Laksmi sudah berujar ingin menjodohkan kamu dengan putranya. Saat itu ibumu menyetujui, bahkan sudah ditulis dalam surat wasiat, kamu harus menjadi menantunya."

"Kenapa sampai ada perjodohan seperti itu, Pak? Bukankah jodoh sudah diatur Allah?" Jantung Nara mendadak berdebar. Sudut matanya mulai menggenang cairan bening.

Sebagai gadis dewasa, dia sudah punya seseorang yang dikagumi. Anggara, pria sholeh dan tinggi ilmu agamanya, dia anak dari Kyai Ahmad. 

Nara sudah lama menyukai Gara dalam diam. Setiap bangun malam, dia selalu meminta takdir jodoh dengan pria itu. Tapi perjodohan ini … membuatnya syok. 

"Benar, tapi tidak ada salahnya menjalankan wasiat Bude Laksmi juga ibumu. Kamu dan anak Pak Abimana sudah sama-sama matang untuk berumah tangga. Ingat, Nak, wasiat dari ibumu."

Nara terdiam dengan lidah kelu. Memang benar, dia ingat sewaktu ibunya sakit pernah berkata punya wasiat yang harus dijalankan. Tapi waktu itu ibunya tidak mengatakan langsung. Sekarang dia baru tahu, ternyata wasiat itu tentang perjodohan.

Nara melepas mukena dan berdiam sejenak. Pikirannya tengah kacau sejak mengetahui tentang perjodohan itu.

Zaman sudah modern, tapi masih ada kisah tentang perjodohan.

Dia menghela napas yang terasa sesak. Bagaimana dia menolak perjodohan itu. Tidak ingin mengecewakan almarhum ibu dan bapaknya. Tapi bagaimana juga dengan nasib perasaanya.

"Ya Allah, berilah petunjuk-Mu."

Pagi harinya, Pak Rohim yang sedang menyeduh teh kembali menanyakan kepada Nara.

"Bagaimana, Nak? Apa kamu siap menikah dengan anak Pak Abimana?"

Nara tidak langsung menjawab, hatinya bimbang. Sementara Abimana tidak memberinya kesempatan untuk mengenal atau sekedar melihat rupa calon imamnya. Abimana menginginkan mereka langsung menikah.

Berat, sebenarnya sangat berat, tapi mau bagaimana lagi. Menolak pun dia tak kuasa.

"Bismillahirahmanirahim, inSya Allah, Nara siap, Pak."

"Alhamdulillah, Bapak tinggal bilang ke Pak Abimana. Mudah-mudahan ini jalan takdir indahmu ya, Nak."

"Aamiin, Pak."

Di rumah Abimana.

"Gila! Apa-apaan ini, Pa!" Natan membanting selembar kertas usang ke atas meja. Dadanya bergemuruh setelah membaca apa yang tercantum dalam kertas yang katanya wasiat itu. Dia tak percaya dan sulit mempercayainya.

Baginya, perjodohan itu hanya sebuah cerita dongeng. Tidak ada dalam kamusnya menikah karena perjodohan. Tidak! Sama sekali tidak ada. Bulshiet.

Akari Nara, entah siapa gadis itu, dan bagaimana rupanya, dia pun tak tahu. Terus bagaimana ceritanya dia harus menikahi gadis tersebut. Argh … aneh-aneh saja.

Terpopuler

Comments

Oh Dewi

Oh Dewi

Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya Caraku Menemukanmu

2023-06-23

0

Aliya Jazila

Aliya Jazila

aku suka cerita othor semua bagus asal jangan keluar dg iman kita

2023-05-09

0

Apriyanti

Apriyanti

lanjut thor

2023-05-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!