Waktu berlalu dan hari pun berganti begitu cepat, tanpa terasa 10 hari sudah pernikahan itu berlalu dan hari ini Adinda bersama Reza sudah pindah ke rumah baru, hadiah pernikahan dari bapak dan ibu Suryo.
"Mulai sekarang, kita akan tinggal di sini. Kamu boleh melakukan apa saja sesuka hatimu, asalkan tidak merusak nama baik saya dan juga keluarga besar kita! Apa kamu paham?" Tatapan pria itu sungguh membuat Adinda merasa selalu takut.
Adinda hanya mengangguk pelan tanpa menoleh pada lelaki yang sudah menjadi suaminya itu. Ingin rasanya gadis itu membantah tetapi apalah daya Adinda tidak punya kuasa apa-apa selain hanya bisa menerima.
"Paham, Mas. Dinda akan nurut sama apa saja yang Mas katakan, yang penting aku tetap bisa kuliah dan tak mau berkurung terus di rumah ini!" sahutnya pelan, persis sama seperti seorang pelayan yang masih bekerja pada majikannya.
Dengan sedikit rasa takut akhirnya gadis itu menyampaikan keinginan yang memang sudah sesuai dengan surat perjanjian bersama Pak Suryo. Bahwa keluarga majikan bundanya itu akan memberikan dana pendidikan untuknya dan Aisyah hingga mendapatkan gelar sarjana nanti.
"Hum … masalah kuliahmu sudah diurus semua sama papa, jadi kamu nggak usah mengkhawatirkan apapun karena orang papa sudah mengatakan, kalau kamu hanya tinggal masuk saja sesuai dengan jurusan yang sudah kamu ambil."
Reza menjawab dengan tangan yang mulai melepas jas hitam di badannya. Melemparkan di kursi sofa ruang keluarga secara sembarangan, seolah Adinda memang lah hanya seorang pembantu yang harus selalu melayaninya.
"Ingat pesan saya, kita tidak boleh terlihat saling kenal ketika bertemu di luar dan kamu juga jangan pernah sekali pun untuk bertegur sapa dengan saya, apabila tanpa sengaja kita bertemu! Saya nggak mau dapat malu punya bini gadis kampungan sepertimu!" lanjutnya dengan sarkas.
Deg!
Setelah mengucapkan kata yang mampu menoreh luka menancap ke dalam jiwa, pria itu langsung pergi tanpa permisi meninggalkan sang istri yang mulai meneteskan air mata. Reza masuk ke dalam kamarnya setelah membanting pintu begitu keras, sementara Adinda hanya bisa menatap pintu itu yang sudah tertutup rapat tanpa mengetahui sampai kapan dirinya terkurung dalam pernikahan yang tak jelas seperti ini.
Sebegitu rendahkah dirinya di mata sang suami? Padahal Adinda telah mengorbankan masa depannya demi menyelamatkan keluarga pria arrogant itu dari rasa malu, sungguh semua terasa sangat tidak masuk akal.
Adinda hanya bisa menatap punggung suaminya yang sudah berlalu pergi masuk ke dalam kamar utama tanpa mengajaknya.
Rumah hadiah dari mertuanya terdiri dari dua lantai, di atas ada kamar utama yang dilengkapi perpustakaan serta ruang olahraga, sedangkan di bawah ada tiga kamar lagi yang salah satunya ditempati Adinda sendiri.
"Ya Allah … apa aku bakalan kuat menjadi istri si kulkas dua pintu itu? Pernikahan kami saja baru berusia 10 hari tapi rasanya aku ingin menyerah aja! Apa aku pulang kampung lagi ya, biar aja si Reza dapat malu sendirian daripada tak dianggap seperti manusia tinggal satu atap dengannya," monolog Adinda sembari mematung ke arah pintu yang sudah tertutup rapat.
Tiba-tiba saja Adinda teringat akan Ibu Hanum yang menginginkan dirinya menikah cukup sekali dalam seumur hidup. Namun kenyataan hidup yang dijalaninya saat ini malah merupakan permohonan ibunya sendiri demi membalas budi pada keluarga pak Suryo, tetapi sungguh Adinda merasa begitu berat menjalankan permintaan Bundanya ke depan setelah berada satu atap dengan sosok suaminya yang begitu acuh dan tak punya hati.
"Ah … anggap aja lah kalau aku lagi kos gratis di rumah ini dari pada punya banyak beban pikiran, jadi lebih baik menganggap kalau aku hanya tinggal sendiri di sini tanpa ada orang lain! Dia itu hanya orang lain yang numpang tidur di kamar atas dan aku di sini merupakan orang yang akan menjaga dan merawat rumah ini!” tekadnya di dalam hati untuk mencoba membuat semua terasa jauh lebih mudah tanpa harus banyak pikiran.
Gadis itu mengambil nafas lalu melangkah ke arah dapur, memasak apa pun yang sedang diinginkan seleranya. Tubuh mungil Adinda terlihat begitu cekatan kesana kemari dalam mempersiapkan segalanya karena sesaat lagi waktu makan siang telah tiba, sementara di rumah nan besar itu belum ada makanan yang tersedia.
Satu jam kemudian semua menu makanan yang dimasak nya sudah terhidang dan tersusun rapi di atas meja, sekarang waktunya Adinda memanggil sang suami untuk makan siang bersama.
Dengan perasaan sedikit gugup, perempuan itu melangkahkan kaki naik ke lantai dua, berdiri sesaat di depan pintu sebelum jarinya mengetuk untuk memanggil sang suami.
Tok! Tok! Tok!
"Mas … aku baru selesai masak, kita makan siang dulu yuk!" ajak nya berusaha menekan rasa sakit hati, apabila nanti Reza tidak menanggapi.
'Aku pasti bisa melakukannya dan aku juga bertekad untuk tak peduli pada tanggapannya nanti, yang penting tugasku sudah dilakukan sebagai seorang istri. Bukankah seharusnya aku lebih berusaha sedikit untuk membuat suamiku jadi menyukaiku? Apa mungkin kami bisa pacaran setelah menikah karena memang dari awal kami tidak memiliki rasa di hati masing-masing?'
Ceklek!
Lamunan Adinda buyar seketika saat pintu kamar Reza terbuka lebar dan menampakkan wajah datar nan dingin memberikan tatapan tajam padanya.
"Kamu makan aja sendiri kena selera saya langsung ilang melihat wajahmu itu! Oh ya satu lagi, nanti akan ada pelayan dari rumah Mama yang ikut menemanimu di sini! Jadi kamu nggak perlu melakukan apapun juga di rumah ini karena hanya tinggal menyuruh nyuruh pembantu itu saja!"
Entah kenapa seperti ada jarum yang sedang menusuk dadanya tapi Adinda berusaha untuk bersabar paling tidak sesuai janjinya terhadap sang ibu, kalau dirinya akan pergi apabila Reza berselingkuh di belakangnya.
Adinda juga mengatakan hal yang sama kepada Pak Suryo bahwa dirinya akan tetap bertahan selagi Reza tidak menduakan nya.
"Apa kau tuli!! Kenapa nggak menyahut omongan suami?" bentak Reza hingga Adinda terlonjak kaget.
"I-ya Mas. Dinda udah ngerti. Jadi mulai sekarang saya nggak bakal mengajak Mas Reza makan lagi, kapan perlu kita tak perlu bertegur sapa di rumah ini!" sahut Adinda yang sudah mulai tak sabar menghadapi sifat kasar suaminya.
"Ya sudah, aku mau pergi dan gak usah menunggu saya! Kamu kalau mau tidur jangan lupa periksa pintu terlebih dahulu, pastikan semua telah terkunci rapat!" serunya dingin tanpa memperdulikan perasaan istrinya.
Pria itu langsung berlalu tanpa menoleh lagi sedikit pun, meninggalkan wanita berstatus istrinya dengan raut wajah sendu penuh duka.
Bukan ini rumah tangga yang diharapkan Adinda selama ini tapi takdir berkata lain yang mengharuskannya menjalankan semua.
“Ya Tuhan, sampai kapan aku harus menjalankan ini semua? Jika Mas Reza lelaki pilihan dari Mu maka tolong bukakan pintu hatinya untuk hamba tapi kalau Mas Reza bukan jodohku dari Mu maka tolong pisahkan kami dalam waktu dekat, serta jangan timbulkan rasa cinta sedikit pun di hati hamba untuknya,” harap Adinda sembari mengusap air matanya.
Adinda segera ke bawah lagi dan menutup serta mengunci pintu. Memikirkan apa yang bisa dilakukannya di rumah besar seperti ini.
Sementara Reza baru saja sampai di suatu tempat, “Hei Reza … akhirnya lo datang juga. Kenalkan, ini Aluna!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 260 Episodes
Comments
Ney maniez
tinggal in ajj tuhh,,, manusia gk punya hati,,, mn jatuh cinta ma yg bgtu
2024-01-25
1
@🍾⃝ͩʙᷞᴀͧʙᷠʏᷧ ɢɪʀʟʟ㊍㊍✅
din mnding kmu hapy aja, jngn mkirin sikanebo ples flizer Din,mau jungkir balik jga udah ga usah dipikirin Din,yg ada mkn jntung kmu Din,,biarin dia mau nyungseb kek,ga usah diperhtiin,pling" tobatnya pas sekarat cba aja ntar nysel seumur Din sikanebo
2024-01-23
2
@C͜͡R7🍾⃝ᴀͩnᷞnͧiᷠsͣa✰͜͡w⃠࿈⃟ࣧ
wah Reza mulai main api ni ,moga aja cepet ketahuan jadi Dinda bisa langsung pergi
2023-10-21
5