Reza sudah terlihat begitu fresh sehabis mandi dan mengenakan pakaian casual karena dirinya hanya akan berada di rumah saja setelah menikahi Adinda.
“Ayo sekarang kita turun karena sebentar lagi Saatnya makan siang, mama biasanya paling tidak suka kalau harus menunggu terlalu lama di meja makan!” ajaknya berjalan keluar kamar, meninggalkan Adinda yang malah terfokus pada jam yang ada di dinding.
Beberapa detik kemudian, Adinda masih saja duduk di bibir ranjang karena buka kebiasaan untuknya makan siang sebelum shalat zuhur dilaksanakan.
“Hei, Babu! Telingamu tuli, ya?” bentak Reza kesal yang kembali masuk ke kamar setelah menunggu Adinda beberapa saat di dekat tangga tetapi istrinya itu sama sekali tak menyusul juga hingga mau tak mau tubuh jangkungnya terpaksa berbalik lagi.
Hati Adinda semakin terasa miris karena mendengar kata kasar yang meluncur tanpa dosa dari bibir lelaki yang telah menikahinya. Apa mulut Reza benar-benar tidak bisa mengeluarkan perkataan dengan sedikit lembut?
“Maaf, Den Reza … telinga saya masih normal dan saya memang anak dari seorang babu tak berharga sampai kedua orang tua Anda berlutut memohon minta bantuan.” Gadis itu dengan sengaja menjeda ucapannya, merasa perkataan Reza benar-benar sangat keterlaluan kali ini mengatainya dengan seorang ‘babu’ walau kenyataan dirinya memanglah hanya anak dari seorang pembantu.
“Saya memang tidak membiasakan diri makan sebelum melakukan shalat zuhur. Bunda saya pernah berkata, kalau sebaiknya kita melakukan sesuatu yang berhubungan dengan pemberi rezeki terlebih dulu sebelum mendapatkan upah dari sang pencipta sebab rezeki yang akan masuk ke dalam perut itu merupakan milik Nya.” Adinda mulai merasa tak sabar menghadapi sikap sombong suaminya dan dia tak bisa menerima begitu saja perlakuan dan juga penghinaan secara verbal dari lelaki itu. Adinda bukannya patuh dengan berjalan keluar kamar menuruni anak tangga dan pergi ke ruang makan tetapi malah masuk ke dalam kamar mandi setelah melihat begitu jelas, jika waktu shalat zuhur baru saja masuk.
Reza ingin sekali menampar mulut Adinda yang dianggapnya tidak bisa hormat pada suami sendiri, padahal dia sendiri sama sekali tidak pernah menganggap Adinda sebagai istrinya dengan selalu berkata kasar serta menghina jadi itu.
“Adinda! Buka pintunya atau kamar mandinya akan saya jebol!” ancam Reza dengan suara lantang, beruntung kamar miliknya tidak suara hingga saat keras apapun pria itu memaki ataupun membentak maka tidak akan ada satupun orang di rumah itu mendengarnya.
Sementara itu, Adinda sedang menangis sejadi-jadinya di dalam kamar mandi karena belum genap dirinya dinikahi dua hari tetapi penghinaan secara verbal sudah berulang-ulang diterimanya, pria itu bukannya merasa berterima kasih karena telah diselamatkan harkat dan martabatnya oleh Adinda malah melakukan hal yang sebaliknya.
‘Aku harus kuat demi melihat Bunda dan ibu Surya tersenyum tapi setelah nanti kami benar-benar pindah dari sini, maka aku akan meninggalkannya!’ tepat Adinda di dalam hati.
Wanita itu membersihkan wajahnya lalu mulai mengambil air wudhu karena waktu shalat zuhur sudah masuk, jadi tak ada lagi waktu untuknya menunda atau pun melalaikan kewajibannya sebagai hamba.
Ceklek!
Adinda membuka pintu dengan santai melewati tubuh Reza tanpa menyapa bahkan tak ada senyuman secuil pun di bibinya untuk sang suami sombongnya. Pergi keluar dari kamar tanpa bicara tetapi bukan mengarahkan langkah kakinya menuju ruang makan yang kata suaminya telah ditunggu oleh kedua mertuanya. Namun, saat Gadis itu melewati ruang makan ternyata ibu Suryo melihatnya dan merasa bingung dengan apa yang sedang dilakukan Adinda saat ini, sebab gadis itu tetap berlalu hingga ke arah dapur dan masuk ke salah satu kamar yang berada di dekat dapur itu.
Membuka kamar bibi Hanum lalu mengedarkan pandangan mencari Sajadah. Gadis itu menyadari jika sang mertua dadakannya sedang mengikutinya dari belakang tetapi dirinya tetap saja fokus menggelar sajadah itu, lalu mengenakan mukena serta sarung yang sering digunakan Bundanya ketika melakukan shalat fardu lima waktu.
“Ternyata dia sedang melakukan ibadah,” gumam Ibu Suryo selaras sunggingan senyum di bibirnya, serta membalikkan tubuh kembali ke ruang makan di mana suaminya telah menunggu.
“Loh kok baliknya ke sini sendirian saja, di mana menantu kita?” pak Suryo mulai meraih air minum yang sudah terisi di gelas bersiap untuk makan terlebih dahulu karena mengira Adinda dan Reza sepertinya memiliki permasalahan di awal pernikahannya.
Belum juga Ibu Suryo menjawab pertanyaan suaminya tetapi matanya malah mengarah pada sosok Putra tunggal mereka yang berjalan gontai menuju ruang makan.
“Apa yang sudah kamu lakukan sama Adinda hingga dia kembali ke kamar Bibi Hanum?” selidik Erna merasa dirinya ingin tahu tentang kabar berita Adinda selama ini yang menghilang bak ditelan bumi.
Reza berdecak lidah, merasa kesal dengan pertanyaan mamanya karena pria itu sungguh tak punya malu sedikit pun tentang apa yang sudah diperbuat dan juga dilakukannya.
“Mama sama papa diaduin apa sama Dinda hingga harus patuh seperti ini padanya. Kalian berdua jangan pernah mempercayai apapun yang dikatakan sama anak babu itu, dia hanya ingin mengadu domba kita dan membawa kabur semua aset yang kita punya!”
Plak!
Wajah Reza tertoleh ke samping, merasakan panas di bagian pipi yang baru saja ditampar oleh papanya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 260 Episodes
Comments
Sumar Sutinah
itu milut c reza tdk d sekolahin
2024-03-28
1
@🍾⃝ͩʙᷞᴀͧʙᷠʏᷧ ɢɪʀʟʟ㊍㊍✅
innalilahi,,,, bngekkkk,,anak pak Suryo 🙄🙄
2024-01-23
3
@🍾⃝ͩʙᷞᴀͧʙᷠʏᷧ ɢɪʀʟʟ㊍㊍✅
hadir uni
2024-01-23
2