Hua Li juga meniru perbuatan ayahnya dan ia melepaskan dua buah papan terompah air lagi yang lalu dinaikinya.
Kemudian Hua Tian dan putrinya menggerak-gerakkan tubuh ke bawah bagaikan orang hendak berloncat lalu berdiri, dan gerakan ini ternyata mendatangkan tenaga dorong yang keras sehingga papan di bawah kakinya meluncur cepat ke depan.
Demikianlah, keduanya bermain di atas air, sehingga tubuh mereka tampaknya seakan-akan sedang berlari-lari cepat di atas daratan saja.
Hua Tian melatih putrinya untuk meluncur di atas satu kaki saja, lalu bergerak maju mundur sedemikian lincah dan mudahnya seolah-olah sedang berlagak di atas tanah keras saja.
Inilah ilmu meringankan tubuh yang betul-betul luar biasa. Dengan latihan macam ini, maka jurus meringankan tubuh gadis cilik itu cepat sekali majunya, dan dengan memiliki kepandaian semacam itu, biarpun harus menyeberangi sungai yang bagaimanapun lebarnya, asal ada dua buah papan, mudah baginya.
Setelah itu berlatih silat di atas air. Latihan itu membutuhkan tenaga kaki yang luar biasa sehingga dapat melatih kuda-kuda dan gerak kaki yang tetap.
"Ayah, Li'er mau berlatih jurus kecapi yang diajarkan oleh ibu!" seru Hua Li dengan semangat.
"Baiklah, tapi kita harus ke daratan terlebih dahulu!" balas Hua Tian.
"Iya ayah!" seru Hua Li dan keduanya kembali mengerahkan jurus meringankan tubuh mereka untuk menuju ke daratan, tapi sebelumnya Hua Li mengambil kecapinya yang berada di dalam perahu mereka.
Sesampainya di daratan, Hua Tian duduk bersila dibawah pohon yang rindang, sementara Hua Li berada di tengah-tengah tanah lapang yang juga sedang duduk bersila dengan memangku kecapinya.
"Teng.....teng...teng....!"
Hua Li mulai memetik kecapinya yang mengeluarkan suara begitu indah dan merdunya.
"Duarr...duarr....duarrr.....!"
Tiba-tiba terjadi ledakan di sekitar tanah lapang, yang ternyata ledakan itu ditimbulkan dari kecapi yang dipetik oleh Hua Li.
"Teng.....teng...teng....!"
"Teng.....teng...teng....!"
Gadis itu terus memetik kecapi secara berputar dan semakin kencang, dan kemudian terdengar
bunyi ledakan yang beruntun.
"Duarr...duarr....duarrr.....!"
"Duarr...duarr....duarrr.....!"
Ledakan-ledakan itu terjadi di sekeliling Hua Li yang terus memutarkan tubuhnya dan ledakan itu juga berputar terus menerus, sehingga sekitar tanah lapang itu banyak debu yang beterbangan.
Setelah puas berlatih, Hua tian lalu mengajak putrinya mengunjungi sebuah perkampungan nelayan sungai di sekitar lembah kuning yang dipimpin oleh Chen Kun yang merupakan salah seorang sahabat Hua Tian dan istrinya pada saat masih hidup, Chen Kun dijuluki Ular Air.
Chen Kun adalah seorang pemimpin nelayan yang tunduk dan taat sekali akan peraturan yang diadakan oleh Hua Tian, mengingat Hua Tian adalah satu-satunya pewaris perguruan Bambu Kuning.
Bahkan setelah Hua Tian mengundurkan diri, Chen Kun boleh dikatakan menjadi penggantinya.
Tidak heran bahwa di antara kedua orang ini terdapat hubungan erat dan Chen Kun menganggap Hua Tian sebagai sahabat yang sangat dihormati.
Boleh dikata sejak mengundurkan diri sebagai ketua perguruan, dan juga kematian Yan Qiu, segala keperluan Hua Tian dan Hua Li dicukupi oleh Chen Kun ini. Maka sering kali Hua Tian mengajak putrinya berkunjung ke tempat Chen Kun.
Ketika mereka tiba di perkampungan di pantai sungai itu dan kebetulan sekali di situ sedang diadakan sedikit pesta untuk merayakan ulang tahun putera Chen Kun genap berusia empat belas tahun.
Chen Kun yang menikah dengan Mei Ming hanya mempunyai seorang putera yang diberi nama Chen Bun, adalah seorang anak laki-laki yang berwajah tampan dan cerdik sekali.
Ketika Hua Tian dan Hua Li tiba, semua anak-anak tengah berkumpul di halaman perguruan Bambu kuning dan mereka itu sedang mengadakan pemilihan murid berbakat dengan mengadakan pertandingan antara murid perguruan Bambu Kuning.
Melihat hal itu Hua Li sangat berantusias dan dengan segera berlari ke tempat itu untuk ikut menonton. Sedangkan Hua Tian disambut oleh Chen Kun yang mempersilakan masuk dan duduk ke dalam rumah.
Di antara anak-anak yang ikut memasuki pertandingan pemilihan murid yang berbakat itu, ternyata hanya tinggal dua orang lagi sebagai pemenang, yakni Chen Bun dan seorang anak yang usianya kira-kira lebih tua dua tahun dari Chen Bun.
Kini kedua pemenang itu saling berhadapan untuk mengukur tenaga dan kepandaian. Ternyata bahwa keduanya memiliki ilmu silat lumayan tinggi karena kedua-duanya adalah murid dari Chen Kun sendiri.
Tapi setelah beberapa jurus yang diadu, Chen Bun masih menang tangkas dan cepat sehingga biarpun telah kalah tenaga, dia dapat mendesak lawannya.
Kemudian, dengan jurus Mengempas rumpunan bambu, dia berhasil merobohkan lawannya itu dan menerima tepuk sorak dan pujian dari kawan-kawannya.
Hua Li yang sebelumnya belum pernah melihat wajah Chen Bun, merasa kagum dan penasaran. karena Chen Bun sering mendapatkan tugas dari perguruan untuk menjalankan misi perguruan.
Karena itulah Hua Li dan juga Hua Tian tak pernah melihat keberadaan Chen Bun berlatih di perguruan.
Hua Li melihat jika Chen Bun dipuji-puji sebagai pendekar muda yang paling pandai. Hal itu membuat Hua Li penasaran. Tanpa ragu lagi ia meloncat ke tengah halaman.
"Siapa bilang anak ini yang paling jagoan? Masih ada aku di sini!" seru Hua Li sambil bertolak pinggang.
Hampir semua murid perguruan Bambu kuning yang berada di situ kenal kepada Hua Li dan tahu akan kelihaian putri Hua Tian.
"Hua Li memang lihai, ia tak terlawan oleh siapa juga!"
"Chen Bun tak mungkin bisa menangkan Thian Hwa!"
Seru beberapa anak yang menonton pertandingan itu.
Mendengar seruan para penonton itu, Chen Bun mengarahkan sepasang matanya yang tajam kepada gadis cilik itu. Dia marah sekali karena merasa dirinya yang telah menjadi pemenang dan baru saja dipuji-puji, sekarang tiba-tiba dipandang rendah oleh seorang gadis.
Namun Chen Bun telah memiliki jiwa kesatriya yang tidak mau merendahkan kaum wanita. Biarpun hatinya sedang marah, tapi ia tidak memperlihatkannya kepada Hua Li.
"Jika kau hendak memberi pelajaran padaku yang bodoh, aku persilakan kau maju!" seru Chen Bun yang kemudian memasang kuda-kuda yang kokoh kuat sambil menanti serangan lawan.
Chen Bun tidak mau mendahului menyerang, jadi Hua Li yang mendahului menyerang dengan tangan kosong.
Putra Chen Kun itu melengak, tidak disangkanya sama sekali bahwa anak laki-laki itu demikian sopan dan pandai membawa diri, jauh berbeda dengan anak-anak lain yang biasanya suka berlaku sombong dan memandang rendah anak perempuan.
Kuda-kuda yang dipasang Chen Bun cukup sempurna dan kuat sehingga mampu membuat Hua Li terpesona pada Chen Bun.
"Baiklah, mari kita coba sebentar!" seru Hua Li dengan mengulas senyumnya.
Maka bertempurlah kedua anak itu dengan seru, karena keduanya sama-sama cepat, sama-sama gesit dan keduanya telah memiliki dasar-dasar ilmu silat tinggi sehingga kepalan kecil mereka bergerak mendatangkan angin.
...~¥~...
...Mohon dukungannya dan terima kasih telah memberikan Like/komentar/rate 5/gift maupun votenya untuk novel Petualangan Pendekar Kecapi ini....
...Semoga sehat selalu dan dalam Lindungan Allah Subhana wa Ta'alla....
...Aamiin Ya Robbal Alaamiin....
...Terima kasih...
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 323 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
mampir lagi 👍
2023-07-26
0
Yu Lee
Duh membayangkannya😱
2023-07-15
3
Naba rumi
Semangat ya
2023-07-11
2