Petualangan Pendekar Kecapi
Peradaban Lembah Sungai Kuning adalah peradaban bangsa Tiongkok, yang muncul di lembah Sungai Kuning (Hwang Ho atau yang sekarang disebut Huang He).
Sungai Hwang Ho disebut sebagai Sungai Kuning karena membawa lumpur kuning sepanjang alirannya. Sungai ini bersumber dari Pegunungan Kwen-Lun di Tibet dan mengalir melalui daerah Pegunungan Cina Utara hingga membentuk dataran rendah dan bermuara di Teluk Tsii-Li, Laut Kuning.
Pada daerah lembah sungai yang subur inilah kebudayaan bangsa Tiogkok berawal. Di dalam sejarah, daerah tersebut menyulitkan masyarakat Tiongkok kuno untuk melaksanakan aktivitas hidupnya karena terjadinya pembekuan es di musim dingin dan ketika es mulai mencair akan terjadi banjir serta air bah.
Berbagai kesulitan dan tantangan tersebut mendorong bangsa Cina untuk berpikir dan mengatasinya dengan pembangunan tanggul raksasa di sepanjang sungai tersebut.
Peradaban Tiongkok kuno berkembang di daerah sungai Ho Dan sungai yang tse. Kedua sungai ini lah yang mempunyai Aliran yang sangat baik,sehingga menjadi kan sektor pertanian yang berkembang, bangsa cina kuno Ada pada masa kekuasaan dinasti Chou, Dan mereka percaya pada kekuasaan dewa dewa,Karya peradaban cina kuno yang Ada sampai sekarang adalah The Great Wall of China. Bangunan ini sendiri di bangun untuk membendung serangan musuh dari Bangsa Utara atau Bangsa Mongol pada masa Dinasti Ming.
Jika dikatakan Sistem Kepercayaan Bangsa Tiongkok, Bangsa Cina kuno mempunyai kepercayaan yang bersifat politheisme, yaitu percaya kepada banyak dewa. Mereka memuja dewa-dewa yang dianggap sebagai sumber kekuatan.
Dewa-dewa utamanya, antara lain:
- Dewa Feng-Fa (sebagai dewa angin)
- Dewa Lei-Shih (sebagai dewa taufan)
Kedua dewa ini digambarkan dalam wujud ular naga besar. Dewa Ho-Po dianggap sebagai dewa tertinggi yang bertakhta di Sungai Hwang-Ho. Dewa ini digambarkan sebagai dewa berbentuk manusia berkendaraan dua ekor naga besar. Gadis-gadis cantik setiap tahunnya dipersembahkan untuk dikurbankan. Sebelum diterjunkan ke Sungai Hwang-Ho, gadis-gadis itu dirias terlebih dahulu.
...*********...
"Awas banjiirr...!"
"Banjir bandang.....!"
"Banjir datang...!"
"Selamatkan keluarga dan harta yang mudah dibawa...!"
Seru orang-orang yang semrawut karena bingung dan ketakutan.
Hujan yang berhari-hari membuat daerah di sekitar aliran sungai kuning menjadi banjir, yang hampir tiap tahun selalu terjadi, dan menjadi langganan.
Air bah menggenangi sebuah desa di aliran sungai kuning, yaitu desa bambu kuning yang terletak di tepi sungai lembah kuning.
Sepasang suami istri yang bernama Hua Tian dan Yan Qiu, telah bertahun-tahun menikah dan belum mempunyai keturunan dan keduanya sedang menyusuri aliran sungai kuning untuk mencari ikan.
Tiba-tiba sang istri yang bernama Yan Qiu, melihat sesuatu terombang-ambing di atas air.
"Suamiku! lihat itu apa?" tanya Yan Qiu pada suaminya yang sebelumnya sibuk melihat ikan-okan di dalam air, yang hendak dia jala.
"Hah, memangnya apa?" tanya Hua Tian yang mengarahkan pandangannya pada sesuatu yang ditunjukkan oleh Yan Qiu.
"Ada sesuatu yang mengambang disana! seperti anak kecil yang mengambang bersama balok kayu!" jawab Yan Qiu seraya menunjuk ke arah yang dia maksudkan.
Hua Tian pun penasaran, kemudian dia mendayung sampannya ke arah balok kayu yang mengapung itu.
Semakin lama semakin dekat dan terlihat balok kayu dan kepala manusia yang menyembul.
Laki-laki setengah baya itu semakin penasaran dan terus mendayung mendekat ke arah balok kayu itu.
Setelah dekat dengan balok kayu itu, ternyata ada seorang anak perempuan yang pucat, tertidur dengan memeluk sebuah balok kayu yang ternyata adalah sebuah alat musik kecapi.
"Ada anak kecilnya suamiku!" seru Yan Qiu yang terus memperhatikan sesosok anak kecil itu.
"Iya, kamu disini berjaga-jaga di perahu. Aku akan turun melihat apakah anak itu masih hidup atau sudah meninggal!" ucap Hua Tian yang menatap istrinya.
"Iya, hati-hati suamiku!" balas dan pesan Yan Qiu yang sedikit takut dan khawatir, karena banjir kali ini arahnya dari mana saja.
Hua Tian segera turun ke sungai, dan perlahan-lahan berenang menghampiri balok kayu itu. Dan ternyata memang ada seorang gadis yang sedang memeluk sebuah balok kayu.
Ternyata balok kayu itu adalah sebuah kecapi, dan Hua Tian memeriksa anak kecil yang memeluk kecapi itu.
Setelah menyikap rambut yang terurai dan menutupi wajah gadis itu, Hua Tian mengulurkan dua jari tangannya ke hidung anak itu.
"Masih hidup!" seru Hua Tian yang kemudian merangkul bocah yang berusia kurang lebih enam tahun itu, dibawanya berenang menuju ke perahu kecil yang dimana istrinya menunggu diatasnya dengan rasa cemas dan penasaran.
"Apakah benar masih hidup suamiku?" tanya Yan Qiu yang penasaran.
"Iya, kita rawat dia! nampaknya bocah ini terapung di sungai sudah berhari-hari!" seru Hua Tian seraya mengangkat tubuh mungil bocah perempuan itu.
Pada awalnya bocah itu tak mau lepas dari kecapi yang dia peluk itu, namun setelah dibujuk Yan Qiu dan Hua Tian, akhirnya dia mau melepaskan kecapinya dan diangkat oleh Hua Tian naik ke atas perahu dibantu oleh Yan Qiu.
Setelah bocah itu berada diatas perahu, Hua Tian menyerahkan kecapi yang tadi dipeluk bocah itu pada Yan Qiu istrinya dan kemudian dia naik ke perahu.
Yan Qiu dan Hua Tian segera memeriksa bocah itu dan nampak kondisinya yang begitu lemah, Yang Qiu memberikan air putih bekal minum mereka secara perlahan-lahan.
Kemudian bocah itu membuka mata dan menatap kedua orang yang ada dihadapannya itu dengan tatapan penuh kedukaan.
"Apakah kamu mau makan roti?" tanya Hua Tian seraya menunjukkan sebongkah roti bekal mereka.
Anak itu menganggukkan kepalanya, yang sepertinya telah berhari-hari bocah itu terapung di sungai. Hal itu terlihat dari jari-jari tangan dan kakinya yang berkerut dan warna kulit yang pucat.
Hua Tian menyerahkan roti itu pada Yan Qiu, dan menyuruh istrinya untuk menyuapi bocah itu.
Kemudian Yan Qiu menyuapi bocah itu dengan perlahan lahan dengan sesekali memberikan dia minum air putih yang sebelumnya.
Sementara itu Hua Tian mendayung perahu kecilnya itu kembali menuju ke pondoknya.
Tak berapa lama perahu kecil itu menepi, mereka pun turun dari perahu itu. Hua Tian membopong bocah perempuan itu, sementara Yan Qiu mengikuti dari belakang seraya membawa kecapi milik bocah itu, peralatan pancing dan sisa bekal mereka.
Mereka menyusuri jalan setapak yang sering mereka lalui, yang tentunya mengarah ke pondok mereka.
Sesampainya di depan pondok, Yan Qiu segera membuka pintu dan menyiapkan kamar untuk merebahkan bocah perempuan itu.
"Nyonya, saya ingin mandi. Badan saya tidak enak rasanya, gatal-gatal!" ucap bocah itu yang tentu saja membuat Hua Tian dan Yan Qiu terkejut. Karena baru pertama kalinya mereka mendengar suara bocah perempuan itu.
...~¥~...
...Mohon dukungannya dan terima kasih telah memberikan Like/komentar/rate 5/gift maupun votenya untuk novel Petualangan Pendekar Kecapi ini....
...Semoga sehat selalu dan dalam Lindungan Allah Subhana wa Ta'alla....
...Aamiin Ya Robbal Alaamiin....
...Terima kasih...
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 323 Episodes
Comments
Rika_Faris
aku bingung di bagian ini thor.... bukannya sdg banjir ya? knp sepasang suami istri malah menyusuri sungai???
2024-01-30
7
Murni Dewita
mampir
2024-01-01
1
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya Caraku Menemukanmu
2023-09-23
1