bab 5

Bab 5

Saat ini aku sudah berdiri di depan pintu rumah mamakku dan bapakku. Setelah sekian lama aku tidak keluar rumah, akhirnya aku putuskan pada hari ini untuk menjelajahi dunia demi Mas Agus.

Ya, aku sudah memutuskan untuk mendaftarkan diri menjadi mitra Kojek demi bisa berjumpa dengan Mas Agus. Hanya dengan cara ini, mungkin peluangku untuk bertemu dengan Mas Agus bisa terbuka lebar. Daripada aku terus-terusan ngabisin duit buat pesan makanan tapi yang ngambil pesanannya bukan Mas Agus, mendingan sekalian aku daftar jadi rekan kerjanya Mas Agus. Jika Mas Agus beroperasi di wilayah ini, aku pasti akan mempunyai kesempatan untuk bertemu lagi dengan pujaan hatiku itu.

"Duh, panas banget!" keluhku sebelum aku melangkahkan kaki menuju ke halaman rumah.

"Duh, kalau nanti aku ketemu sama orang-orang kampung gimana?" gumamku lagi merasa berat untuk meninggalkan rumah.

Sudah pasti aku akan menjadi bahan gosip nantinya. Hal ini pun membuat aku mulai mempertimbangkan kembali untuk beraktivitas di luar rumah.

"Ketemu ibu-ibu gibah bikin aku males keluar," sahutku lagi.

Tapi jika begini terus, gimana aku bisa berjumpa sama suami masa depanku? Meskipun jodoh sudah ditentukan untuk semua orang, tapi aku juga harus berusaha untuk menjemputnya.

"Ayo semangat, Jenar! Kamu harus bisa jemput jodoh kamu!" ujarku mencoba menyemangati diriku sendiri.

Namun, baru saja aku melangkahkan kaki beberapa meter, aku sudah disambut oleh sapaan ibu-ibu menyebalkan yang selalu membuatku naik pitam. Siapa lagi ibu-ibu itu kalau bukan Bu Margiyati.

"Eh, Tuan Putri! Mau ke mana? Tumben rapi gini. Mau keluar, ya?" tanya Bu Margiyati kepo.

Sebenarnya malas banget aku ngeladenin ibu-ibu satu ini. Tapi aku harus tetap bersikap sopan, karena Bu Margiyati tetaplah orang tua yang harus aku hormati.

"Iya, Bu!" jawabku singkat.

"Mau main, ya? Apa mau ngapain? Mau ketemu siapa sih, rapi banget dandannya!" komentar Bu Margiyati membuatku semakin risih. Kalau aja Bu Margiyati bukan orang tua yang harus aku hormati, mungkin aja udah aku sumpah mulutnya itu dengan daun singkong.

"Kebetulan saya ada urusan di luar," ujarku tanpa perlu mengatakan apa yang ingin aku lakukan di luar sana, ke mana aku akan pergi, dan siapa orang yang akan aku temui. Biarlah ini menjadi rahasiaku dan Tuhan saja. Buat apa juga aku harus ngasih tahu tetangga kepo kayak Bu Margiyati?

"Ada urusan apa, sih? Mau ketemu temen? Emangnya kamu ada temen?" cibir Bu Margiyati.

Kesabaranku hampir saja habis. Tapi aku tetap berusaha melemparkan senyum palsu pada wanita tua menyebalkan itu.

"Permisi ya, Bu! Saya pergi dulu!" pamitku tanpa ingin memperpanjang obrolan lagi.

"Paling mau ngurus apa gitu di kelurahan, kan? Nggak mungkin kan Tuan Putri yang suka semedi di goa kayak kamu betah main di luar?"

Astaga, ini emak-emak habis makan apa, sih? Bisanya cuma ngejulid mulu! Mulutnya gatal apa ya kalau nggak ngatain orang? Mungkin kalau aku mati nanti, Bu Margiyati bakal antusias mandiin aku dan makin semangat menyebar aib aku ke orang banyak.

Mendingan aku nggak lagi nanggepin Bu Margiyati. Aku senyumin aja, deh. Kalau aku tanggapin, itu ibu-ibu bakal mungkin keterlaluan ngata-ngatain.

Segera aku lajukan motorku menjauh dari halaman rumahku. Aku pun langsung menuju ke kantor Kojek untuk mendaftarkan diri sebagai mitra driver. Aku sudah membawa semua berkas syarat yang dibutuhkan.

Setelah melampirkan syarat, ternyata aku tidak langsung diterima. "Tolong tunggu satu minggu lagi, ya? Kami akan segera memproses pendaftaran Nona."

Aku hanya bisa melongo mendengar perkataan petugas yang mengurus berkas lamaranku di kantor tersebut. Mau daftar jadi sopir ojek aja kok susah banget. Aku kira aku bakal langsung diterima dengan mudahnya.

"Setelah satu minggu, kami akan memberikan informasi lebih lanjut."

"Baik, Mbak!" sahutku dengan suara lemas.

Mau gimana lagi? Aku juga nggak bisa protes dan nyuruh mereka buat buru-buru nerima aku. Setelah nunggu satu minggu pun, belum tentu juga aku langsung diterima menjadi mitra Kojek.

"Mau ketemu Mas Agus aja masih harus nunggu satu minggu lagi" gerutuku mulai kesal.

Sepertinya perjalananku untuk menjemput jodoh masihlah panjang. Kukira gampang daftar jadi mitra Kojek. Tapi ternyata nggak segampang yang aku kira.

"Mau ngapain lagi aku sekarang? Baru juga keluar nggak ada setengah jam, masa' pulang? Nanti kalau ketemu sama Bu Margiyati di jalan gimana? Belum juga keluar lama tapi aku udah balik lagi," gumamku mulai kebingungan mencari kegiatan lain.

Ibu-ibu para penggosip di kampung beneran membuat hidupku nggak tenang. Bisa-bisa aku diledek kalau aku balik sekarang. Males banget kalau denger cibiran mereka lagi.

"Duduk di sini bentar deh," ujarku segera mencari kursi yang ada di kantor Kojek tersebut.

Sesekali manik mataku mulai celingukan saat aku melihat beberapa driver Kojek yang secara kebetulan melintas di sekitar area kantor. Sayangnya, aku tetap tak bisa menemukan batang hidung Mas Agus.

"Gimana nih kalau aku sampai nggak terima jadi driver?" ocehku mulai cemas dengan hasil pendaftaranku sebagai mitra.

Setelah duduk di sana selama beberapa menit, akhirnya aku memutuskan untuk berkeliling dengan menggunakan motorku. Mending aku jalan-jalan bentar deh sebelum pulang. Takutnya nanti aku ketemu sama Bu Margiyati lagi di jalan kampung.

Siang-siang panas gini, mendingan aku cari warung kopi aja buat beli es. Kebetulan aku melewati sebuah warung yang tengah dijadikan tempat tongkrongan beberapa driver Kojek.

"Mampir ke situ aja deh," gumamku kemudian membelokkan kendaraan roda dua milikku menuju ke warung kopi tersebut.

Sembari menyeruput es kopi yang dingin, seorang ibu-ibu tiba-tiba menghampiri diriku dan mengajakku berbincang. Kulirik sejenak ibu-ibu tersebut. Wanita paruh baya yang menghampiri aku itu mengenakan atribut Kojek dan sepertinya telah beristirahat sambil menunggu order.

"Sendiri aja, Mbak?" sapa ibu-ibu itu padaku.

Aku mulai celingkuhan dan menoleh ke kanan kiri. Kirain orang lain yang diajak ngomong, tapi ternyata cuma aku yang duduk di situ.

"Iya, Bu! Ibu juga lagi ngopi sambil kumpul-kumpul?" tanyaku berbasa-basi pada ibu-ibu itu.

"Iya, Mbak. Lagi istirahat aja sambil nunggu orderan," ucap wanita paruh baya itu.

Ibu ibu itu memasang tampang memelas di depanku. Karena lagi bosen, ya udah aku temenin aja ngobrol.

"Orderan kojek maksudnya?" tanyaku sembari menatap seragam yang tengah dikenakan oleh ibu-ibu itu.

"Iya, Mbak. Cari uang ternyata susah banget, ya? Apalagi jadi driver kojek kayak gini, banyak saingannya. Apalagi saingannya bapak-bapak. Ibu-ibu kayak saya tentu nggak bisa nandingin bapak-bapak," ujar ibu-ibu tersebut membuat hatiku tersentuh.

Aku pun memutuskan untuk menghabiskan waktu di warung kopi itu dan mendengarkan curhatan dari ibu-ibu Kojek tersebut. Hitung-hitung sekalian menghindari tetangga julid. Mendingan aku duduk di warung kopi ini sambil dengerin curhatan ibu-ibu ini.

"Saya boleh cerita sesuatu kan, Mbak?" tanya ibu-ibu itu lagi.

"Silakan, Bu! Mau cerita apa aja, saya akan dengerin!"

****

Terpopuler

Comments

🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈

🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈

gmn perjuangan si jenar kira2....
peulangan yg seru bkln jenar....

2023-05-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!