Bab 3
"JENARRR!" Mamak Ndari berteriak kencang tepat di kupingku. Untung aja gendang telingaku nggak ambyar.
Lagi asik-asik ngelamunin driver ganteng, Mamak malah muncul dan bikin lamunanku buyar. Duh, Bang Agus! Kamu beneran udah mengalihkan duniaku!
"Ada apa sih, Mak? Jenar nggak budek. Ngomong pelan-pelan aja didengar pasti dengar kok," ujarku sembari mengusap-usap telingaku yang malang.
"Kamu yakin kamu nggak budek? Mamak udah manggil kamu dari tadi, tapi kamu malah asik bengong!" omel Mamak Ndari.
Masa sih Mamak udah manggil aku dari tadi? Kok aku nggak denger, ya? Apa emang bener aku lagi bengong tadi? Perasaan aku nggak bengong. Tapi yang namanya orang bengong mana sadar kalau dirinya lagi bengong?
"Jenar nggak bengong."
"Nggak usah bohong! Kamu lagi nyembunyiin apa dari Mamak? Udah tiga hari ini sikap kamu aneh tahu nggak!" ungkap Mamak Ndari.
Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Memangnya apa yang aneh sama aku? Aku merasa nggak ada yang aneh.
"Aneh kenapa, Mak?" tanyaku dengan polosnya.
"Kamu kebanyakan bengong kayak orang kesambet! Berhari-hari kamu juga cuma diem melulu di kamar. Ada apa sih sebenarnya?" tanya Mama Ndari. "Kamu lagi ada masalah? Kamu lagi dikejar rentenir? Kamu utang pinjol, ya?" tuduh Mamak Ndari dengan kejamnya padaku.
Gini-gini, aku bukan orang yang mudah tergiur dengan rayuan pinjol. Imanku masih teguh. Lagian aku juga punya duit. Ngapain juga aku pinjol?
"Astagfirullah, Mak! Nggak mungkinlah aku terkena rayuan setan yang nawarin pinjol" ucapku dengan yakin.
Mungkin mamakku ngerasa ada yang aneh sama aku karena memang beberapa hari ini otakku terus dipenuhi dengan wajah driver Agus. Mungkin emang bener kata Mamak. Aku emang lagi kesambet. Lebih tepatnya, kesambet cogan.
Pesona Bang Agus membuatku tidak bisa berpaling. Wajah cowok ganteng itu terus terngiang-ngiang di kepalaku.
Kayak orang kena pelet, mendadak aku jadi kangen banget sama Bang Agus. Bang Agus udah bikin tidur aku nggak nyenyak. Bang Agus udah bikin makan aku rasa nggak enak.
"Ngelamun lagi, kan?" tegur Mamak Ndari padaku.
Baru aja mau ngehalu Bang Agus lagi, tapi Mamak gangguin mulu. "Nggak, Mak. Siapa yang melamun?" elakku.
"Kamu nggak kayak biasanya. Makan cuma ala kadarnya. Diajak ngomong cuma jawab sekenanya. Kalau kamu lagi mikirin sesuatu, bilang aja ke Mamak," ujar Mamak Ndari begitu perhatian padaku.
Nggak biasanya Mamak kayak gini. Apa Mamak kira aku lagi kenapa-napa? Apa Mamak kira aku lagi punya masalah berat? Memang sih masalahku agak berat. Masalah rindu ini beneran bikin aku nggak fokus ngapa-ngapain.
"Jenar baik-baik aja, Mak,"ujarku singkat pada Mamak Ndari.
"Udah dulu, ya? Jenar sibuk!"
Segera kuusir ibuku dari kamarku. Aku butuh waktu untuk semedi. Aku butuh waktu untuk menyendiri.
"Jenar, jangan keseringan ngelamun! Nanti kamu kesurupan!" omel Mamak Ndari padaku sebelum beliau keluar dari kamarku.
Kalau setannya Bang Agus, aku rela kok! Daripada dengerin omelan Mamak, mendingan aku haluin Bang Agus.
****
Malam hari, aku pun membuka kunci pintu kamarku dan hendak melangkah menuju dapur. Tapi langkahku terhenti saat aku mendengar sayup-sayup suara mamakku bersama dengan bapakku.
Jiwa kepoku pun mulai meronta-ronta begitu aku samar-samar mendengar Mamak dari menyebut namaku. Kayaknya Mamak Ndari sama Pak Joko lagi gosipin aku.
"Gimana, Pak? Bapak coba cari dukun handel dulu deh!" ujar Mamak Ndari pada Pak Joko.
Apa-apaan nih? Ngapain Mamak pusing cari dukun? Emangnya Mamak mau nyantet siapa?
"Sabar dulu, Bu. Mungkin Jenar lagi bete aja, makanya dia bengong terus," sahut Pak Joko.
"Kalau ternyata dia ketempelan jin gimana, Pak? Kalau ternyata Jenar jadi aneh gara-gara kesambet jin gimana?" ujar Mamak Ndari.
Ternyata benar mereka sedang menggosipkanku. Dan parahnya lagi, mamak dan bapakku menyangka kalau aku kesambet jin. Sungguh terlalu!
"Kamu udah coba tanya sama anaknya? Emangnya Jenar bertingkah aneh gimana? Dia nggak kejang-kejang kayak kesurupan, kan?" tanya Pak Joko.
"Tapi dia bengong terus, Pak! Tatapannya kosong! Udah berhari-hari ini dia diem terus di kamar!" Kayaknya mamakku beneran cemas sama aku. Tapi ini sih cemasnya udah berlebihan. Sampai ngira aku ketempelan jin segala. Aku kan nggak ketempelan jin. Aku cuma ketempelan cintanya Mas Agus.
Aku harus segera meluruskan kesalahpahaman ini! Bisa-bisanya Mamak aku tega mau membawaku ke orang pintar?
"Mamak sama bapak apa-apaan, sih?" omelku langsung muncul seperti jelangkung di depan Mama Ndari dan juga Pak Joko.
Keduanya langsung bangkit dari bangku dan menyambutku dengan panik. "Jenar, kamu ngapain di situ? Kamu ngupingnya?" sungut Mamak Ndari.
"Jenar cuma mau bilang kalau Jenar itu nggak kesambet jin! Jenar masih waras! Jenar masih dikuasai sama diri Jenar sendiri! Jenar masih sadar!" ucapku pada ibu dan bapakku dengan semangat 45.
Enak aja ngira aku kesambet jin tomang. Aku kan cuma kesambet driver Agus. Nggak ada hubungannya sama jin.
"Pokoknya aku nggak mau di bawa ke pak ustad, orang pintar, apalagi dukun beranak!" ujarku pada kedua orang tuaku.
"Tapi ini semua juga demi kebaikan kamu, Jenar!"
Kebaikan apanya? Ini sih namanya menjerumuskan! Orang aku baik-baik aja, ngapain harus sampai bawa ke dukun segala!
Sebelum membuat kedua orang tuaku semakin salah paham, mendingan aku nggak perlu banyak tingkah di depan mereka. Lebih baik, sekarang aku nyari cara buat deketin Bang Agus. Kira-kira gimana ya caranya supaya aku bisa ketemu sama dia lagi?
Hari berikutnya, aku sibuk ngotak-atik ponsel untuk mencari cara supaya aku bisa kembali berjumpa dengan sang pria idaman yang aku damba. Meskipun aku adalah penulis novel, tapi otakku nggak terlalu pintar.
Aku nggak bisa memikirkan cara lain selain ... pesan makanan online lagi dan berharap Bang Agus yang akan mengantarkannya. Benar juga! Ini ide yang layak dicoba! Kalau kita emang beneran jodoh, pasti Bang Agus bakal balik lagi ke sini.
Aku segera memesan makanan online dengan harap-harap cemas. Makanan pertama, aku iseng-iseng memesan pizza. Semoga aja Bang Agus yang ngambil orderannya.
"Ayo, pizza! Aku udah keluarin uang banyak buat kamu! Kamu harus bantuin aku!" gumamku sebelum memencet tombol "pesan".
Sayangnya, driver yang mengantarkannya bukan Bang Agus! Padahal aku udah siap-siap pakai dempul dan gincu. Aku udah dandan maksimal supaya nanti aku bisa tampil cantik waktu Bang Agus ngetok pintu. Tapi sayangnya orderan pertama sepertinya bukan rezekiku.
"Nggak apa-apa, deh. Coba pesan makanan lain aja!" ujarku pantang menyerah.
Makanan kedua, aku memesan takoyaki. Semoga ngajak takoyakinya bawa hoki. Tapi sayangnya, lagi-lagi uangku melayang tanpa hasil. Driver yang ngambil pesanan takoyaki juga bukan Bang Agus lagi!
"Mbak beli apa?" tanya Arya mendekat padaku yang masih sibuk memainkan ponsel.
"Tuh makan aja, nggak usah banyak tanya! Mbak lagi sibuk!" ujarku pada Arya.
Untuk ketiga kalinya, aku masih berusaha untuk mencari kesempatan. Semoga aja ayam geprek ini bisa membantuku.
Namun, aku kembali dikecewakan oleh harapan. Driver yang mengambil pesanan ayam geprek ini bukan Bang Agus lagi.
"Ya Gusti, aku salah apa, sih? Aku cuma pengen ketemu sama Bang Agus, tapi kenapa susah banget?" geramku sembari mencak-mencak sendiri di depan makanan yang sudah aku beli.
Kulihat Arya yang nampak lahap menikmati semua makanan yang sudah terlanjur datang. Rugi bandar sudah aku. Ditambah lagi, aku tak bisa menjumpai lelaki impianku.
Nasib, nasib! Apes kali diri kamu, Jenar!
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
who i am ?
🤣🤣🤣🤣
2024-09-09
0
" sarmila"
bnrn yg ini bnr2 top.merakyat n lucu
jdi senyum2 sndri gra2 ada jin jenar🤣🤣🤣
2023-11-19
0
Raudatul zahra
aku suka novel ini.. sederhana.. simpel.. tokoh² nya dan cerita nya manusiawi.. semangat thorr
2023-08-14
1