Daddy Rico langsung menekan tombol yang berada di atas kepala Adira sedangkan Mommy Karen memeluk tubuh Adira agar Adira tidak menjerit kesakitan.
"Sstttttt... Jangan di paksa nanti tambah sakit." ucap Daddy Rico sambil mengusap punggung Adira dengan nada lembut.
"Daddy, Mommy, kepalaku sakit sekali." Ucap Adira.
"Daddy tahu tapi jangan di paksa untuk berpikir, ambil nafas terus keluarkan secara perlahan." Ucap Daddy Rico dengan nada lembut.
Adira melakukan apa yang dikatakan oleh Daddy Rico hingga beberapa saat kemudian rasa sakit kepalanya berangsur menghilang.
"Masih sakit?" Tanya Mommy Karen.
"Sudah mendingan Mom." Jawab Adira.
Ceklek
Tidak berapa lama pintu ruang perawatan terbuka dan seorang dokter masuk ke dalam ruang perawatan dengan diikuti oleh perawat. Dokter itupun mulai memeriksa keadaan Adira sambil menanyakan sesuatu sedangkan Daddy Rico dan Mommy Karen menunggu di luar.
Ceklek
Setelah selesai di cek dokter dan perawat tersebut pergi meninggalkan ruangan ICU.
"Bagaimana keadaan putri Kami, Dok?" Tanya Daddy Rico dengan wajah kuatir begitu pula dengan Mommy Karen.
"Sebentar lagi akan dipindahkan ke ruang perawatan, putri Tuan Besar dan Nyonya Besar mengalami amnesia akibat jatuh dari tangga jadi Kami minta jangan di paksa untuk mengingat apa yang telah terjadi." Ucap dokter tersebut.
"Baik Dok, aku akan mengingat apa yang dokter katakan." Jawab Daddy Rico.
"Selain itu .... Sepertinya...." Ucap dokter tersebut menggantungkan kalimatnya dengan nada ragu untuk mengatakannya.
"Katakanlah Dok." Ucap Daddy Rico dengan wajah kuatir begitu pula dengan Mommy Karen.
"Maaf, sepertinya putri Tuan Besar dan Nyonya besar hamil dan untuk mengetahui usia kandungannya dapat di cek dengan cara di USG. Apakah ada suaminya?" Tanya dokter tersebut.
"Maaf Dok, suaminya sudah tiada." Jawab Daddy Rico berbohong.
'Kata Alex ada seorang pria yang menatap Alex dengan tatapan kebencian, apa jangan-jangan pria itu pelakunya? Tapi kenapa tega mendorong putriku, dan menusuk dada putriku?' Tanya Daddy Rico dalam hati.
Daddy Rico dan ke empat kakak kembarnya berserta keluarga besarnya ingin sekali meretas cctv yang ada di hotel untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dan menghukum seberat-beratnya namun Mommy Karen melarangnya membuat mereka terpaksa menuruti permintaan Mommy Karen.
"Baiklah, kalau begitu tolong di jaga putrinya agar jangan terlalu stress karena bisa mempengaruhi janinnya." Ucap dokter tersebut.
"Baik Dok." Jawab Daddy Rico.
"Kalau begitu, saya pamit ingin periksa pasien lainnya." Ucap dokter tersebut.
"Terima kasih Dok." Jawab Mommy Karen.
"Sama-sama Nyonya besar, permisi Tuan Besar dan Nyonya Besar." Pamit dokter tersebut.
Daddy Rico dan Mommy Karen hanya menganggukkan kepalanya kemudian dokter itupun pergi meninggalkan tempat tersebut.
"Kenapa Daddy mengatakan kalau suaminya meninggal?" Tanya Mommy Karen.
"Daddy merasa pria yang menatap Alex dengan tatapan kebencian pasti pelakunya karena itulah Daddy terpaksa mengatakan kalau suaminya meninggal." Jawab Daddy Rico menjelaskan.
"Kenapa Mommy melarang Kami untuk menyelidikinya?" Tanya Daddy Rico.
"Karena orang yang melakukannya sudah di hukum mati." Jawab Mommy Karen.
'Kecuali pria itu, Mommy sengaja tidak memberitahukan ke Daddy dan keluarga besar karena Mommy ingin pria itu menyesali perbuatannya atas apa yang dilakukan oleh putri kesayanganku Adira.' Sambung Mommy Karen dalam hati.
"Dari mana Mommy tahu?" Tanya Daddy Rico dengan wajah terkejut.
"Mommy sudah meretas cctv jadi Mommy minta jangan di bahas lagi terlebih di depan putri kita." Jawab Mommy Felicia.
'Kini Adira sudah hilang ingatan jadi Mommy tenang karena Adira tidak mengingat kejadian yang sangat menyakitkan.' Sambung Mommy Felicia dalam hati.
Tidak berapa lama pintu ruang perawatan terbuka tampak perawat tersebut mendorong brangkar di mana Adira berbaring.
Kini Adira, Daddy Rico dan Mommy Felicia berada di ruang perawatan.Daddy Rico dan Mommy Felicia menatap Adira dengan tatapan sendu.
"Adira." Panggil Daddy Rico.
"Adira Sayang." Panggil Mommy Felicia bersamaan.
"Ada apa Mom, Dad?" Tanya Adira.
"Adira, apakah kamu tidak ingat sama sekali dengan apa yang telah terjadi?" tanya Daddy Rico.
"Aku sama sekali tidak ingat Daddy, memang ada apa Daddy?" Tanya Adira penasaran.
Daddy Rico menghembuskan nafasnya dengan perlahan kemudian menatap ke arah Mommy Felicia sedangkan Mommy Felicia menganggukkan kepalanya tanda setuju kemudian Daddy Rico menatap Adira dengan tatapan sendu.
"Kamu hamil dan untuk mengetahui usia kandungannya dapat di cek dengan cara USG." Jawab Daddy Rico.
"Apa? Aku hamil?" Tanya Adira dengan wajah sangat-sangat terkejut.
"Ya, kamu hamil." Jawab Daddy Rico dan Mommy Felicia bersamaan.
Adira hanya terdiam sambil berusaha untuk mengingat apa yang telah terjadi tapi yang ada kepalanya semakin bertambah sakit.
"Sakittttt ... !!!" Teriak Adira.
Grep
Grep
"Jangan di paksa untuk mengingat apa yang telah terjadi." Ucap Daddy Rico dan Mommy Felicia sambil memegang bahu Adira.
"Apakah Daddy tahu siapa Ayah dari anak yang aku kandung?" Tanya Adira.
"Maaf, Daddy juga tidak tahu yang Daddy tahu ada seorang pemuda yang menatap Alex dengan tatapan kebencian." Jawab Daddy Rico.
"Adira." Panggil Daddy Rico setelah beberapa saat mereka berdua terdiam.
"Ya." Jawab Adira singkat.
"Apakah kamu ada rencana untuk membesarkan anakmu atau kamu ada niat untuk menggugurkan kandungan?" Tanya Daddy Rico.
"Adira akan mempertahankan kandungan Adira, walau Adira tidak tahu siapa Ayahnya. Anak ini tidak bersalah jadi tidak sepantasnya jika aku menggugurkannya. Jika Daddy dan Mommy marah dan memintaku untuk menggugurkannya maka aku terpaksa pergi." Jawab Adira panjang lebar.
"Daddy tidak mungkin marah karena Daddy akan menerima semua keputusan yang kamu buat." Ucap Daddy Rico.
"Begitu pula dengan Mommy." Sambung Mommy Felicia.
"Terima kasih Daddy, Mommy." Jawab Adira.
"Sama-sama sayang." Ucap Mommy Felicia dan Daddy Rico bersamaan sambil tersenyum.
"Oh ya setelah keluar dari rumah sakit, kamu tinggal bersama Daddy dan Mommy." Ucap Daddy Rico.
"Baik Daddy." Jawab Adira patuh.
Merekapun mengobrol kadang serius dan kadang tertawa bersama terlebih ternyata Daddy Rico adalah pria humoris khusus keluarga berbeda jika di luar dingin dan arogant.
xxxxxxx
Di negara yang berbeda dimana Javier merasa sangat bersalah karena telah menuduh seseorang yang dikiranya sangat jahat ternyata bukan dan parahnya kini orang tersebut meninggal akibat dirinya tidak menyelidiki terlebih dahulu.
"Adira!" Teriak Javier sambil menarik rambutnya.
Tes
Tes
Entah sudah berapa kali dirinya menangis ketika mengingat perbuatannya terhadap Adira. Rasa penyesalan yang teramat sangat membuat dirinya sangat tersiksa. Javier membanting semua barang-barang yang ada disekitarnya hingga ruang kerjanya berantakan seperti kapal pecah.
Seumur hidupnya Javier tidak pernah menangis bahkan ketika dirinya menembak wanita yang dulu sempat disukainya Javier sama sekali tidak menangis malah membencinya hingga ke sum-sum tulang.
Brak
"Sungguh bod*h kamu Javier, kenapa kamu tidak menyelidiki terlebih dahulu." Ucap Javier meruntuki kebodohannya sambil mengingat kejadian waktu dirinya mendorong tubuh Adira.
xxxxxxx Flash Back On xxxxxxx
Selesai mendorong tubuh Adira, Javier melihat seorang pemuda tampan siapa lagi kalau bukan Alex. Javier menatap tajam hingga pria tersebut pergi sambil menggendong Adira.
"Tuan, apa yang Tuan lakukan?" Tanya Kevin dengan wajah penuh kecewa untuk pertama kalinya.
"Stop, jangan ikut campur! Sekarang kamu pergi ke rumah sakit untuk mengetahui keadaan Loren!" perintah Javier.
"Baik Tuan." Jawab Kevin patuh sambil menuruni anak tangga.
"Suatu saat jika kebenaran terungkap Tuan jangan pernah menyesal karena telah menyakiti gadis itu." Ucap Kevin.
"Aku tidak akan pernah menyesal." Ucap Javier penuh percaya diri.
Javier membalikkan badannya dan berjalan menaiki tangga satu demi satu menuju ke arah kamarnya. Sampai di kamarnya Javier membersihkan tubuhnya yang lengket dan juga bercak darah yang menempel di tangan dan pakaiannya.
Lima belas menit kemudian Javier sudah selesai mandi dan memakai pakaian santai. Javier tanpa sengaja melihat bercak darah di seprai dalam hatinya yang terdalam ada perasaan terluka karena telah menyakiti Adira namun segera ditepisnya.
"Lebih baik Aku keluar dari kamar ini menuju ke rumah sakit." Ucap Javier.
Javier keluar dari kamarnya dan berjalan meninggalkan hotel tersebut sambil mengeluarkan ponselnya dari saku jasnya untuk menghubungi Kevin sekretaris sekaligus tangan kanannya. Sambungan pertama langsung di angkat oleh Kevin yang kini berada di rumah sakit.
("Hallo Tuan." Sapa Kevin).
("Ada dimana?" Tanya Javier).
("Ada di rumah sakit, Tuan." Jawab Kevin).
("Rumah sakit mana?" Tanya Javier).
("Rumah Sakit xxxx xxxx." Jawab Kevin).
("Bagaimana keadaan Loren?" Tanya Javier dengan nada kuatir sambil masuk ke dalam mobil).
("Sebentar Tuan." Ucap Kevin).
Kevin berjalan dengan perlahan di ruang perawatan sambil memegangi ponselnya yang masih tersambung kemudian membuka pintu ruang perawatan dengan perlahan karena saat ini Kevin bersembunyi yang tidak jauh dari ruang perawatan.
("Loren, acting mu sangat bagus karena Tuan Javier percaya kalau kamu di dorong oleh gadis yang tidak tahu diri itu padahal kamulah yang mendorongnya. Di tambah dengan fitnahan palsu dari sahabatmu Bela yang juga sahabat gadis itu." Ucap Tuan Robert).
("Tentu saja Dad, kan aku sangat pandai berbohong buktinya kekasih Adira bisa aku rebut dengan memfitnahnya kalau Adira tidur bersama pria lain padahal itu foto aku bersama kekasihku." Ucap Loren bangga).
("Kamu memang mirip Daddy, sangat licik dan pandai berbohong dengan memasang wajah polos tanpa dosa." Ucap Tuan Robert dengan perasaan bangga).
("Kan aku putrinya." Ucap Loren sambil tersenyum).
("Sebentar lagi Tuan Javier datang, ingat kamu pura - pura kesakitan dan meminta Tuan Javier menghukum gadis itu agar tidak menjadi batu sandungan kita." Ucap Tuan Robert).
("Loren tahu apa yang akan Loren lakukan Dad, setelah Adira di hukum ma x ti maka rencana selanjutnya adalah memberikan obat perang x sang untuk Tuan Javier karena rencana kemarin malam gagal gara-gara ulah Kevin." Ucap Loren sambil menahan amarahnya terhadap Kevin).
("Rencana ini tidak boleh gagal dan kalau bisa jangan ajak Kevin agar rencana kita bisa berjalan mulus yaitu kamu menikah dengan Javier kemudian menguasai hartanya." Ucap Tuan Robert sambil tersenyum menyeringai).
("Baik Dad, nanti Loren tidak akan mengajak pria si x alan itu agar rencana kita berjalan dengan mulus." Ucap Loren).
("Bagus, sekarang kamu istirahatlah sambil menunggu Tuan Javier datang." Ucap Tuan Robert).
("Baik Dad." Jawab Loren patuh sambil memejamkan matanya).
Kevin yang mendengar percakapan Loren dan Tuan Robert membuat Kevin menutup pintu ruangan tersebut dengan perlahan kemudian berjalan agak menjauh dari ruang perawatan.
("Tuan sudah mendengarkan percakapan mereka?" Tanya Kevin sambil menahan amarahnya terhadap Loren dan Tuan Robert).
("Sudah." Jawab Javier dengan suara tercekat).
Javier yang sejak tadi mendengarkan percakapan Loren dan Tuan Robert membuat dirinya sangat bersalah terhadap Adira karena sudah menyakiti gadis yang tidak melakukan kesalahan sedikitpun.
("Apakah Tuan tahu, ketika Tuan tersiksa dan memintaku untuk mencari seorang gadis. Saya membohongi Nona Adira kalau Tuan sedang sakit lalu mengunci kamar Tuan agar Tuan dan Nona Adira melakukan hubungan suami istri agar Tuan tidak lagi tersiksa." Ucap Kevin merasa sangat bersalah dengan Adira).
("Kevin, Kamu jangan bercanda." Ucap Javier dengan suara masih tercekat).
("Maaf Tuan, saya tidak bercanda." Jawab Kevin dengan nada serius).
Duar
Duar
Bagai petir di siang hari itu yang dirasakan oleh Javier membuat Javier semakin bertambah bersalah.
("Tangkap Loren, Tuan Robert dan Bela karena aku ingin menghukum mereka hingga mereka meminta untuk ma x ti." Ucap Javier dengan nada dingin).
("Baik Tuan." Jawab Kevin patuh).
("Tadi Adira jatuh dari tangga dan kemungkinan di bawa ke rumah sakit. Suruh anak buahmu untuk mencari keberadaan Adira!" Perintah Javier).
("Baik Tuan." Jawab Kevin).
Tut Tut Tut Tut
Sambungan komunikasi langsung diputuskan secara sepihak oleh Javier. Javier mencengkram stir kemudi sambil kepalanya bersandar di jok mobil.
"Kenapa kamu diam saja ketika di tuduh oleh ke dua wanita ular 🐍 itu?" Tanya Javier dengan mata berkaca-kaca.
"Aku mohon bertahanlah, berikan kesempatan ke dua untukku." Ucap Javier sambil memejamkan matanya.
Tes Tes Tes
Akhirnya air matanya yang sejak tadi ditahannya akhir keluar juga. Javier berdiam di dalam mobil sambil mengingat apa yang telah terjadi. Hinaan demi hinaan terhadap Adira yang dilontarkannya membuat Javier semakin merasa bersalah teramat sangat bersalah.
"Adira, maafkan aku." Mohon Javier sambil mengusap wajahnya yang kasar.
Hingga dua puluh lima menit kemudian ponselnya berdering membuat Javier mengambil ponselnya yang ada di dalam sakit jasnya.
("Hallo." Panggil Javier dengan suara serak karena dirinya habis menangis namun tidak bersuara).
("Tuan, mereka bertiga sudah berada di markas." Ucap Kevin).
("Lalu Adira?" Tanya Javier dengan suara tercekat).
Entah kenapa dirinya sangat takut jika terjadi sesuatu dengan Adira.
("Maaf Tuan, Nona Adira tidak bisa diselamatkan dan jenasahnya langsung dibawa oleh salah satu keluarganya untuk dikuburkan." Jawab Kevin dengan mata berkaca-kaca karena dirinya merasa sangat amat bersalah karena telah membuat Adira tiada).
Duar
Duar
Bagai petir di siang hari itu yang dirasakan oleh Javier ketika mendengar kabar kalau Adira sudah meninggal.
("Kevin ... Hiks ... Hiks... Aku sangat berdosa sama Adira. Aku sudah menghancurkan masa depannya dan juga membunuhnya secara sadis." Ucap Javier sambil terisak).
Javier akhirnya tidak bisa menahannya lagi, Javier menangis menghilangkan rasa sesak dihatinya.
("Begitu pula denganku Tuan, Saya sangat menyesal seharusnya saya tidak membohongi Nona Adira." Ucap Kevin merasa sangat bersalah).
("Oh ya Tuan, waktu Nona Adira keluar dari kamar Tuan ..." Ucap Kevin menggantungkan kalimatnya karena dirinya menyesal tidak menolong Adira ketika tubuh Adira terguling - guling).
("Teruskan." Pinta Javier).
("Nona Adira pesan : jangan ceritakan apa yang telah terjadi semalam. Biarkan Kak Javier menganggap diriku perempuan jahat atau perempuan yang tidak tahu diri. Itu yang dikatakan oleh Nona Adira." Ucap Kevin).
("Kenapa Adira berbicara seperti itu?" Tanya Javier semakin bertambah bersalah).
("Saya juga kurang tahu Tuan." Jawab Kevin).
Tut Tut Tut
Javier memutuskan sambungan komunikasi secara sepihak kemudian mengusap wajahnya dengan kasar. Ke dua bahu Javier gemetar ketika Javier menangis, rasa penyesalan Javier yang teramat sangat itu yang dirasakan oleh Javier saat ini.
"Aku akan menghukum mereka bertiga karena telah membuat orang yang tidak bersalah terluka hingga kehilangan nyawanya." Ucap Javier setelah dirinya merasakan tenang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Bagus biar kalian mengira kalo Adira itu sudah meninggal,Hiduplah kalian dlm rasa bersalah rasa penyesalan seumur hidup 👏🏻👏🏻👏🏻👍🏻👍🏻
2023-06-15
0
Qaisaa Nazarudin
Utk apa Adira bicara sedang kamu sendiri saat itu langsung menuduh nya yg bukan2 dan tdk memberi kan Adira kesempatan utk membela diri nya..🙄🙄🙄
2023-06-15
0
LANY SUSANA
😭😭😭part mengandung bawang 😭😭
2023-05-26
0