Angin kencang mendadak berembus, membuat pintu kamar hotel menuju balkon orang tua Azzura menginap dan awalnya terbuka sempurna, sampai menutup dengan terbanting.
Ibu Arum yang sudah memakai piama lengan panjang warna kuning langsung tersentak. Ia yang tak lagi menutup kepalanya menggunakan jilbab, refleks menjatuhkan gelas berisi air putih dan sudah menempel di bibirnya. Detik itu juga tatapannya mengedar, menahan banyak kekhawatiran di tengah jantungnya yang sudah langsung berdentam kencang. Namun dari semua hal, yang langsung menguasai pikirannya hanya Azzura. Alasan yang juga membuatnya malah menginjak pecahan gelas ketika sang suami menegur. Teguran yang dilayangkan sang suami membuatnya terlalu terkejut, selain ibu Arum yang juga lupa, ada pecahan gelas di sebelah kaki kanannya.
“S-sayang kakimu ....” Pak Kalandra langsung lari menghampiri sang istri saking paniknya.
Di telapak kanan ibu Arum, pecahan gelas masih menancap, tapi wanita itu justru tidak peduli. Ibu Arum malah sibuk mencoba menelepon Azzura.
“Pah, ini kok mbak Azzura enggak angkat-angkat teleponnya!” Ibu Arum teramat khawatir dan sampai mengg*i*git kuat bibir bawahnya.
“Kaki kanan Mamah terluka, Mah. Tenang, duduk biar Papah urus! Itu juga bibir jangan gitu nanti terluka juga!” tegur pak Kalandra yang sudah sampai jongkok menuntun ibu Arum untuk duduk di pinggir tempat tidur mereka.
“Tapi Mbak Azzura enggak angkat telepon Mamah juga, Pah.”
“Mamah ... putri kita baru saja menikah. Dan ini menjadi malam pertamanya. Wajar kalau suaminya membuat mbak Azzura hanya fokus ke hubungan mereka.” Pak Kalandra masih berusaha meyakinkan dan baru saja berhasil membuat sang istri duduk.
Ibu Arum sibuk menggeleng, menepis anggapan pak Kalandra. Ia terlalu yakin, memang ada yang tidak beres hingga ia begitu khawatir. Ia teramat dekat dengan anak-anaknya, hingga hatinya tidak bisa dibongongi. “Seumur-umur, Mbak Azzura enggak pernah gitu, Pah. Dini hari saja dia tetap mengabari kita, sesibuk apa pun. Terus hujan di luar juga seram banget. Kenapa mendadak hujan angin sama petir!”
Ibu Arum benar-benar kacau di tengah air matanya yang sibuk berlinang. Bukan luka di kakinya yang membuatnya merasa kesakitan, tetapi kekhawatirannya kepada sang putri yang makin lama makin tak terbendung. “Coba minta mas Aidan buat cek ke rumah Cikho ....”
Sementara itu, di tempat berbeda. Di hadapan Cikho, Azzura tengah meratapi layar ponselnya yang menyala akibat telepon masuk dari sang mamah dan berulang kali ia abaikan. “Maaf, Mah. Aku benar-benar minta maaf. Maaf karena aku sudah bikin mamah bahkan keluarga kita kecewa. Namun, andai aku tahu dari awak, tentu lebih baik pernikahan ini tidak pernah terjadi!” batin Azzura.
Dari semua yang Azzura rasa, memang perasaan orang tuanya yang paling ia khawatirkan. Selama ini, ia dan juga saudaranya selalu berusaha menjaga perasaan orang tuanya. Mereka selalu menjadi anak berbakti yang sebisa mungkin menjunjung tinggi derajat orang tua.
“Andai dari awal kamu jujur, Mas. Pasti semua ini enggak akan terjadi. Pasti keluarga kita apalagi orang tuaku, enggak akan sangat kecewa. Karena jika dari awal Mas jujur, aku juga akan mengerti. Mas paham tanpa harus aku jelaskan karena Mas tahu, aku seperti apa!” tegas Azzura dingin bertepatan dengan Cikho yang mendekapnya sangat erat.
“Karena aku paham kamu seperti apa, ... aku terpaksa melakukan ini. Aku enggak mau kehilangan kamu, apa pun yang terjadi karena aku sangat mencintaimu. Aku benar-benar mencintaimu, Ra! Sumpah!” yakin Cikho yang sampai membingkai erat wajah Azzura menggunakan kedua tangannya. Ia menatap saksama kedua mata Azzura, masih berusaha meyakinkannya.
“Apa yang aku lakukan diperbolehkan oleh agama kita. Karena dari awal pun, pihak Rere setuju aku tetap menikah dengan kamu asal aku menikahi Rere yang hamil anakku!”
“Jangan menyamakan aku dan pihak Rere karena kami jelas berbeda!” sergah Azzura lirih.
“Aku enggak mungkin menceraikan Rere karena dia hamil anakku, Ra!” tegas Cikho dengan nada suara yang menjadi naik.
Sementara yang terjadi pada Rere, diamnya wanita itu juga dibarengi dengan emosi yang tidak stabil.
“Aku enggak akan pernah meminta itu karena akulah yang akan mundur! Bahkan tadi aku sudah menegaskan, andai Mas jujur dari awal, aku akan jauh lebih memahami keadaan kalian. Sementara mengenai poligami dan agama kita, dari awal aku sudah mengatakannya kepada Mas. Aku tidak akan pernah menjalaninya karena di dunia ini tidak ada yang pernah bisa benar-benar adil, atau sekadar merasa adil. Karena jangankan kepada orang lain termasuk itu istri, ke diri sendiri saja, kita belum bisa adil!” Azzura bertutur lirih sekaligus cepat. Sepanjang itu juga, Cikho yang menatapnya penuh keseriusan, sibuk menggeleng. Cikho terlihat jelas tidak bisa menerima keputusan Azzura.
“Sekarang juga, selesaikan hubungan kita di hadapan orang tua kita. Bukan talak, tapi PEMBATALAN PERNIKAHAN!” lanjut Azzura.
Detik itu juga Rere menghela napas dalam bersama senyum yang seketika terbit dari kedua sudut bibirnya. Senyum kelegaan yang juga terlihat mengibarkan kemenangan.
Lain dengan Rere, apa yang Azzura tuntutkan justru membuat air mata Cikho kian sibuk berlinang. Menggeleng tegas, pria itu memeluk erat Azzura menggunakan kedua tangannya.
“Mulai sekarang, tolong jaga jarak, Mas. Karena aku bukan wanita gam*pa*ngan yang akan membiarkan tubuhku disentuh sembarang oleh lawan jenis yang bukan mahramku. Sedekat apa pun hubungan kita bahkan walau orang tua kita sudah seperti keluarga. Apalagi sekarang Mas sudah jadi suami orang dan sebentar lagi, Mas akan menjadi seorang ayah! Sementara mengenai pernikahan kita, ... sampai kapan pun pernikahan kita tidak pernah ada karena Mas melakukannya dengan kebohongan!” tegas Azzura.
Di depan mereka, Rere merasa sangat tersindir dengan penolakan yang Azzura lakukan dan itu membahas ‘wanita gam*pa*ngan’.
“Aku tidak akan pernah melepaskanmu!” yakin Cikho.
“Jika itu yang terjadi, Mas sama saja enggak menghargai aku dan aku tidak segan menggugat Mas. Karena daripada bertahan dengan Mas yang jelas tidak pernah menghargaiku, perasaan sekaligus nama baik keluargaku jauh lebih penting!” balas Azzura.
Cikho berangsur menyudahi dekapannya, tapi ia tak lantas melepaskan Azzura begitu saja. Kedua tangannya menahan kedua lengan Azzura, walau dengan cepat, Azzura mundur dan membuat tahanan yang Cikho lakukan berakhir. Iya, berakhir. Seperti nasib hubungan mereka dan itu benar-benar sudah ada di depan mata.
“Beri aku kesempatan, ... sekali saja!” lirih Cikho, benar-benar memohon. Namun karena Azzura malah menepis tatapannya dan memalingkan wajah, ia rela berlutut memohon kesempatan kepada wanita yang teramat ia cintai itu.
Di tengah air matanya yang masih berlinang, Azzura melirik Cikho. “Urus istri dan rumah tangga kalian saja. Kalian sudah seniat ini. Kalian sudah sejauh ini. Terima kasih banyak untuk luka yang begitu terencana, tapi maaf ... aku terlalu berharga untuk kalian lukai dan aku berhak bahagia tanpa kalian!”
Yang langsung Azzura tuntutkan kepada Cikho adalah kesiapan pria itu menyelesaikan hubungan mereka. Namun, Cikho terus saja diam dan terlihat jelas tidak bisa menjawab.
“Masuk ke kamarmu. Kita bahas ini besok,” ucap Cikho walau ia masih menunduk.
“Aku enggak mau apalagi ini memang bukan tempatku!” tegas Azzura yang diam-diam menatap layar ponselnya. Di sana, sambungan telepon dengan kontak bernama mas Aidan masih berlangsung. Sambungan yang berlangsung sejak ia mengabaikan setiap telepon dari ibu Arum.
“Azzura benar-benar keras kepala. Sangat bahaya andai dia buka mulut sebelum Cikho yang melakukannya. Bisa-bisa bukannya dinikahi secara resmi, yang ada aku malah diceraikan!” batin Rere benar-benar panik. “Aku benar-benar harus melakukan sesuatu. Mungkin semacam menyewa pemb-bunuh bayaran untuk menghabisinya agar hubunganku dan Cikho, aman!” batinnya lagi mantap dengan keputusannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Sweet Girl
Betul.
enak aja mau dua duanya...
2024-12-17
0
Sweet Girl
niat banget lu re.
2024-12-17
0
Leng Loy
Ampun dech Rere, Azzura tuch ga mau sama Chiko kok kamu khawatir bgt malah mau nyewa pembunuhan bayaran
2024-06-12
0