Tampaknya anak itu mendengarkan musik dengan volume kencang. Awalnya ingin membahas tentang tantangan tapi melihat Rafa yang terlelap akhirnya melangkah pergi meninggalkan depan kelas IPA 1. Ia tak ingin mengusik ketenangan orang meski itu murid didiknya sendiri.
Setidaknya di jam istirahat menjadi waktu bebas untuk semua siswa dari tanggung jawab belajar. Waktu berlalu begitu cepat dan tanpa sadar sudah pukul dua siang. Suara bel yang terdengar bergema di seluruh lorong menandakan hari telah usai melakukan kegiatan belajar mengajar.
Anak-anak mulai meninggalkan kelas tetapi tidak dengan siswa kelas IPA 1. Dimana mereka ingin menyaksikan pertandingan satu lawan satu. Pasti seru dan menegangkan meski hati was-was karena takut sang leader kalah. Semua orang yang mengetahui tantangan itu sudah memenuhi pinggir lapangan basket.
Sementara yang akan bertanding masih tak menampakkan batang hidungnya. Baik Rafa maupun Bu Kimmy tengah berganti pakaian di ruangan masing-masing. Keduanya seperti duplikat yang memilih memakai kaos longgar dengan celana training warna hitam nan elastis. Tak lupa mengganti sepatu olahraga agar bisa menyesuaikan diri saat dilapangan.
Melihat keramaian di lapangan kepala sekolah merasa heran sehingga menonton dari tempatnya berdiri yaitu di depan jendela dari dalam ruangan. Kepercayaan seorang guru akan selalu berusaha memastikan para siswa tidak melakukan hal di luar batas.
Dari tempatnya mempertahankan selama lima menit, barulah pusat perhatian teralihkan ketika dua insan dari arah berlawanan menuju ke lapangan secara bersamaan. Apalagi para siswa semakin bertepuk tangan riuh menyambut keduanya.
Itu berarti memang leader team basket dan guru olahraga yang baru tengah ditunggu tapi untuk apa? Belum juga memahami situasi tiba-tiba salah satu penjaga sekolah datang mengalihkan perhatiannya. Pak mamat memberikan laporan bahwa di lapangan akan diadakan pertandingan.
Laporan si penjaga membuat kepala sekolah hanya menghela napas panjang. Ingin datang ke lapangan untuk menghentikan karena Rafa masih terlalu dini untuk menantang guru profesional sekelas Kimmy. Akan tetapi jika melakukan hal tersebut, justru akan membuat reputasi team basket tercoreng. Kebingungannya hanya bisa dirasakan seorang diri.
Sementara di lapangan basket. Kimmy tampak begitu tenang dan santai bahkan tidak mempedulikan suara disekitarnya. Wanita itu sibuk mengikat rambut panjangnya menjadi gelungan tak lupa mengikat menggunakan tali karet berwarna hitam.
"Ready?" tanya Rafa dengan tatapan siap menyerang yang hanya dijawab anggukan kepala.
Peraturan cukup mudah yaitu selama tiga puluh menit permainan harus mencetak nilai dan siapapun di antara keduanya yang memiliki nilai tertinggi menjadi pemenang. Tampak Rafa melemparkan bolanya ke Bu Kim menandakan memberikan kesempatan pertama pada wanita itu.
Bola yang melambung ditangkap dengan begitu mudah, "Are you sure?" tanyanya memastikan tindakan Rafa tidak akan disesali.
"Mulai saja! Malas aku ngomong, Bu." jawab Rafa tengil membuat Bu Kim menyeringai tetapi seringaian itu begitu samar.
Permainan di mulai ditemani sorak para penonton. Jantung berdebar dengan tatapan mata tak berkedip. Baru saja dimulai dan mereka terpana mengikuti gerakan lincah Bu Kimmy yang melakukan dribbling. Teknik memantulkan bola dengan langkahnya penuh perhitungan mulai mendekati Rafa.
Si pemuda bisa melihat lawannya tidak sembarangan bahkan bola yang dimainkan tampak begitu menikmati sentuhan tangan lembut sang guru baru. Tak ingin memberikan kesempatan untuk melakukan penyerangan, ia mulai menghadang melakukan perlawanan tetapi ketika tatapan mata saling pandang.
Fokusnya teralihkan tiba-tiba saja bola melambung ke udara bersama putaran tubuh sinergis yang membuatnya terpesona. Bu Kim melakukan passing lalu menangkap bola dengan cepat tanpa kesulitan berarti. Rafa yang tertegun kembali sadar karena sorakan para penonton tetapi sayang.
Shooting pertama yang dilakukan Bu Kim berhasil mencetak skor pertama. Para penonton kecewa sedangkan anggota team basket mulai gelisah melihat perhatian mulus guru baru mereka. Tentu saja tidak menyangka wanita lembut dengan penampilan modis begitu lincah di bergerak memainkan bola basket.
Pertandingan terus berlangsung selama tiga puluh menit lebih lima detik. Tantangan yang membuat semua orang hampir pingsan tetapi hasil akhir memuaskan karena skor sama dan Bu Kim mengakhiri tanpa memperpanjang durasinya. Wanita itu merasa puas dengan permainan Rafa yang memang bisa dilatih lebih baik lagi.
"Mulai besok sore, datanglah ke mansion di jalan Gelatik Jakarta pusat. Kalian akan mendapatkan pelatihan tapi sebagai gantinya. Tidak ada pertandingan selama sebulan ini dengan sekolah lain atau pertandingan bebas. Paham?" jelas Bu Kim membuat raut wajah semua anggota team basket berseri.
Rafa hanya menyimak karena ia masih memikirkan pertandingan yang baru saja berakhir. Gurunya itu terlihat berbeda ketika di luar jam pelajaran sekolah. Apa itu perasaannya saja atau memang hanya bersikap profesional. Sebenarnya bukan hanya itu karena ia merasa di menit terakhir pertandingan sang guru mengalah agar ia bisa memasukkan bola ke ring.
Menarik, aku ingin tau kelebihan Bu Kim itu apa saja tapi bagaimana caranya?~tanya harinya pada diri sendiri.
Lamunannya masih memiliki kesadaran sehingga tak seorangpun menyadari akan rasa di hati yang mulai penasaran dengan sosok guru baru mereka. Setelah semua berakhir, satu per satu meninggalkan lapangan begitu juga dengan Rafa yang langsung ke tempat parkir setelah mengambil tasnya dari kursi penonton.
Sudah waktunya pulang apalagi sekarang pukul tiga sore. Pasti sudah ada yang menunggu di depan pintu rumah dengan bibir cemberut karena keterlambatannya. Moge berwarna putih mengkilap menjadi kendaraan pemuda itu sejak dua tahun yang lalu.
Sepoi angin terasa menyegarkan menyentuh wajahnya karena kaca helm dibiarkan terbuka. Jalanan yang dilewati tetap sama setiap harinya tapi ketika melihat kedai martabak langganan sudah buka. Pemuda itu langsung melipir menyiapkan alasan agar orang rumah percaya dengan alasannya.
"Mang, dua ya seperti biasa." pesannya lalu duduk dikursi plastik warna hijau tosca.
Sambil menunggu Rafa memainkan gawainya. Kedua tangannya sibuk memainkan game untuk menghilangkan kejenuhan karena di sekitar sangatlah sepi hingga si Mamang memanggil memberikan pesanan yang sudah siap dibawa pulang.
Perjalanan dilanjutkan tapi kali ini memilih jalan pintas agar lebih cepat sampai ke rumah. Jalan yang melewati sebuah kampung dengan rumah padat penduduk. Anak-anak yang berlarian tanpa menoleh kiri kanan membuat Rafa mengurangi kecepatan motornya.
Seharusnya waktu bisa dipercepat tetapi alhasil semakin terlambat. Motor memasuki gerbang halaman sebuah rumah tingkat dua dengan nuansa asri karena di penuhi tanaman segar bahkan sayur mayur dan beberapa pohon buah cangkok. Itulah rumahnya meski sederhana tetap nyaman karena kebersamaan yang nyata.
"Assalamu'alaikum, Bunda. Rafa pulang!" seru Rafa sewajarnya agar tidak kena omel ayahnya yang pasti sudah pulang bekerja.
Ruang tamu yang terasa dingin seketika menghempaskan hawa panas dari luar. Tatapan mata menelusuri seluruh sudut ruangan sejauh mata memandang. Aneh dan tumben tidak ada orang di rumah tapi mobil ayahnya ada di depan.
"Kebiasaan ayah nih, masih siang udah mojok sama bunda. Yaudah lah, mending aku mandi saja." Sebelum ke kamar, Rafa meletakkan martabak ke atas meja makan. Baru menaiki anak tangga dengan riang karena sebentar lagi bisa menikmati empuknya kasur di dalam kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
🍁𝐂liff❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
deh jgn sombong dlu rafa
2023-05-18
0
𝓐𝔂⃝❥Etrama Di Raizel
Jam ini adalah hal yang paling di tunggu, segera pulang ke rumah dan istirahat
2023-05-18
0
❤️⃟WᵃfQueen Lee
guru yang baik mau mengerti keadaan murid-murid nya
2023-05-18
0