Darren bukannya tidur sekarang laki-laki itu malah terlihat sibuk mengotak atik laptopnya, dan tidak lama terdengar sura ponsel yang berdering, membuat laki-laki itu segera meraih beda pipihnya yang ada di atas nakas.
"Halo, ada apa kamu malam-malam begini meneleponku?" tanya Darren pada seseorang di seberang telepon itu.
"Dok, sepertinya malam ini saya sangat membutuhkan bantuan Anda. Karena disini ada pasien yang sepertinya harus segera di operasi," jawab wanita yang bernama Lestari itu. "Karena kebetulan semua Dokter bedah yang ada di sini sudah di kirim ke Negara tetangga tepat dua jam yang lalu," sambung Lestari yang memberitahu Darren.
Darren tiba-tiba saja memegang kepalanya yang terasa sangat berdenyut nyeri. Mendengar deretan kalimat Lestari seorang suster yang sudah laki-laki itu anggap sebagai temannya.
"Halo Dok, apa Anda bisa datang sekarang?"
Darren yang tidak punya pilihan lain langsung saja menjawab, "Iya, Les, tunggu saja aku di sana. Dan usahan siapkan semuanya sebelum aku datang." Meski rasa lelah dan ngantuk bercampur menjadi satu Darren sama sekali tidak mempedulikan akan hal itu.
Karena bagi laki-laki itu bahwa nyawa pasien yang tadi di maksud oleh Lestari lebih penting dari apapun. Mengingat bahwa dirinya adalah dokter yang pernah di sumpah ketika dulu sebelum ia benar-benar menjadi seorang doker ahli bedah.
"Baik Dok, saya akan menyiapkan semuanya. Dan maaf untuk malam ini saya malah mengganggu jam istirahat Anda," kata Lestari yang merasa tidak enak hati pada Darren.
"Tidak apa-apa, kalau begitu aku tutup dulu teleponnya," timpal Darren yang kemudian memutuskan sambungan telepon itu secara sepihak. Sebab ia juga harus bersiap-siap pergi ke rumah sakit. Dan untung saja rumah sakit tidak terlalu jauh dari hotel tempatnya saat ini menginap. Membuat Darren merasa tidak perlu membutuhkan waktu yang lama supaya ia bisa sampai di sana.
"Agna, kau boleh tidur di ranjang ini karena saya harus pergi ke rumah sa–" Darren tidak jadi melanjutkan kalimatnya hanya karena ia melihat mata gadis itu sudah terpenjam dan juga suara dengkuran halus keluar dari bibir tipis milik Agna, dan itu menandakan bahwa gadis itu benar-benar sudah memasuki alam bawah sadar. "Sepertinya dia benar-benar sangat ngantuk tadi," gumam Darren pelan. Sambil membenarkan letak kepala serta selimut gadis itu. "Baiklah, aku sepertinya harus cepat supaya bisa sampai ke rumah sakit dengan cepat juga," sambung Darren dan dengan langkah lebarnya ia segera keluar dari kamar hotel itu.
***
"Darren mau kemana kamu?" Hugo yang kebetulan malam ini tidak bisa tidur dan berniat mencari udara segar, malah melihat putranya yang sedang berjalan di lorong hotel itu dengan sangat terburu-buru. "Darren mau kemana, Papi bertanya padamu?"
"Papi, aku harus pergi ke rumah sakit Pi, karena tadi salah satu suster menghubungiku dan mengatakan kalau ada salah satu pasien yang malam ini harus segera di operasi. Oleh sebab itu, sepertinya aku harus segera kesana," jawab Darren jujur.
"Apa tidak ada Dokter lain selain kamu? Sehinga kamu rela pergi meninggalkan Agna di kamar sendirian di saat malam ini adalah malam pertama kalian. Dimana letak otakmu, Darren?" Terlihat jelas kalau saat ini Hugo tidak mau membiarkan Darren pergi.
"Pi, nanti kita bahas ini karena nyawa pasienku ada dalam bahaya. Dan aku tidak mau gara-gara ini nanti aku malah akan terlambat datang ke rumah sakit."
Hugo mendekati Darren. "Papi sudah menulis surat izin untukmu libur selama satu minggu ke depan, lalu kenapa kamu malah mau datang ke rumah sakit?" Ternyata tanpa sepengetahuan Darren pria paruh baya itu sudah menuliskan surat izin untuk putranya itu. "Lebih baik sekarang kamu masuk saja, dan buatkan Papi cucu, bila perlu banyak-banyak biar rumah utama tidak sepi lagi, karena akan di penuhi dengan suara tangisan-tangisan cucu Papi darimu, Darren."
"Astaga, Papi, nanti pikirkan cucu. Karena nyawa pasienku itu lebih penting, dan satu lagi Papi jangan pernah menulis surat izinku untuk libur. Karena aku tidak setuju akan hal itu."
Meski Hugo melarangnya rupanya Darren tetap pergi ke rumah sakit. Dapat di lihat kalau Darren menjauh dengan cara berlari meninggalkan Hugo yang masih saja melotot dengan sangat sempurna. Sehingga kedua bola pria baruh baya itu hampir saja lepas dari tempatnya.
"Papi jangan bilang sama Mami, kalau aku malam ini akan pergi ke rumah saki!" seru Darren saat laki-laki itu kini sudah menghilang dari balik tembok hotel itu.
"Anak itu sangat kurang ajar sekali!" geram Hugo pada Darren. "Bisa-bisanya dia malah pergi begitu saja, awas saja kau, Darren!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 359 Episodes
Comments