Setelah beberapa menit di perjalanan akhirnya Agna dan kedua orang tuanya sampai juga di salah satu restoran bintang lima yang paling terkenal di kota Jakarta itu.
"Oh, rupanya Dosen galak itu mau mentraktir kami makan malam di sini. Sangat luar biasa sekali, dia juga rupanya punya modal," gumam Agna membatin sambil melamun.
Namun, detik berikutnya suara sang Ayah membuat lamunan gadis itu menjadi buyar seketika.
"Ingat Agna, junjung tinggi sopan santunmu," ucap Al memperingati putrinya dengan cara setengah berbisik. "Jika kamu tidak mau kalau sampai Ayahmu ini murka."
"Ayah, jangan mulai," sahut Ranum yang ada di sebelah Al. Karena ia tidak mau membuat Agna malah nanti akan berbuat nekat jika terus-terusan Al mengatakan itu pada putri mereka. "Agna sudah tahu semua, jadi Ayah jangan ulangi kalimat itu-itu saja." Disini Ranum akan berusaha membela Agna supaya gadis itu tidak merasa selalu diperlakukan tidak adil. Sebab di rumah Agna lebih sering disalahkan dibandingkan dengan kedua adiknya.
"Tau Ayah, selalu saja mengulangi kalimatnya," gumam Agna pelan sambil bibirnya manju beberapa senti. "Cukup satu kali saja Ayah memperingatiku, karena kuping ini masih mendengar dan diri ini tidak mudah lupa," kata Agna yang sekarang terlihat mendahului kedua orang tuanya.
"Agna, tunggu Bunda dan Ayah dulu, karena kamu pasti tidak tahu di mana letak ruangan VVIP yang telah dipesan oleh Pak Hugo, atau calon mertua kamu itu!" seru Ranum saat melihat Agna mendahuluinya.
Namun, bukannya berhenti Agna malah terlihat cuek bebek. Karena gadis bar-bar itu merasa kalau dirinya pasti akan menemukan dimana letak ruangan VVIP seperti yang dikatakan oleh Ranum. Sebab Agna rupanya sudah sering kali ke restoran itu sehingga di penglihatan Agna tempat itu menjadi tidak asing. Dan mungkin saja gadis itu juga sudah hafal betul jalan keluar serta masuk pada restoran itu.
"Agna ...." Ranum sekali lagi mencoba memanggil putrinya. Sehingga membuat para pengunjung yang lain menatap ke arahnya.
"Bun, sudah, lihat orang-orang sekarang malah melihat ke arah kita." Al berbisik pada sang istri. "Agna juga pasti sudah tahu letak ruangan VVIP itu, karena mungkin saja Darren sudah memberitahunya." Al malah mengira dan berpikiran kalau Agna sudah tahu letak ruangan VVIP itu. Membuat Al merasa tidak perlu khawatir ataupun was-was kalau saja putrinya itu akan kabur dari acara makan malam sekaligus acara pertemuan dua belah pihak ini.
"Tapi Mas, aku takut kalau Agna malah akan kabur, mengingat anak itu tidak mau menerima perjodohan ini." Di saat sekarang Ranum yang merasa cemas.
Namun, Al terlihat biasa saja. Karena laki-laki itu yakin kalau Agna pasti tidak akan berani kabur. Karena ia tahu gadis itu pasti takut dengan ancamannya yang tidak main-main.
"Kamu tenang saja, Sayang. Semua ini akan berjalan dengan lancar," ucap Al meyakinkan Ranum. Dan sekarang laki-laki itu meraih telapak tangan Ranum. "Ayo kita jalan, Sayang, karena mungkin saja kedua orang tua Darren sudah lama menunggu kita di sana."
Pipi Ranum sempat memerah karena baru kali ini Al berani memanggilnya sayang di tempat umum seperti ini. Karena selama ini Al akan memanggil sayang pada wanita yang sudah beranak tiga itu ketika sedang bergelut di atas ranjang, saat menanam benih.
"I-iya Mas, A-ayo," sahut Ranum terbata-bata. Karena wanita itu benar-benar kaget saat kata sayang terlontar keluar begitu saja dari mulut sang suami.
***
"Lho, Agna mana?" Al begitu kaget saat melihat hanya ada Hugo dan juga Alea, ibu dari Darren. Yang duduk di sofa yang empuk itu.
"Mas." Ranum sedikit mencubit lengan sang suami. Supaya Al jangan panik di saat melihat Agna tidak ada di sana. "Kita duduk dulu, jangan main kaget saja," ucap Ranum pelan.
"Selamat malam Jeng Ranum, dan Pak Al," sapa Hugo sambil mempersilahkan suami istri itu duduk. "Silahkan duduk dulu, dan nikmati hidangan ini. Berhubung masih anget," lanjut Hugo beramah tamah. Saat menyambut calon besannya itu.
"Iya Jeng Ranum, sini duduk di sebelah saya," kata Alea yang juga tidak kalah ramahnya. Wanita itu juga terlihat menepuk sofa di sebelahnya.
"Hm apa tadi Agna datang kesini, Jeng?" tanya Ranum langsung supaya Al tidak salah paham. Dan supaya dirinya juga tidak ikut-ikutan salah paham.
Alea terlihat mengganggu sambil menjawab, "Agna sudah kesini Jeng, tapi anak gadis Jeng Ranum dan putra kami Darren memilih untuk berbicara berdua di ruangan sebelah. Jadi, Jeng Ranum dan Pak Al tidak usah merasa khawatir."
Mendengar itu Ranum dan Al pada detik itu juga merasa sangat lega. Dan biasa kembali bernafas dengan baik dan benar. Karena tadi hati kedua pasangan suami istri itu sempat dilanda kegelisahan. Hanya perkaraka karena mereka tidak melihat Agna ada di sana bersama Hugo dan Alea.
***
Di ruang VVIP sebelah tempat Darren dan Agna berada. Terlihat keduanya sangat enggan saling tatap, hingga dua manusia yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan itu. Membuang pandangan ke sisi lain.
Satu detik ... dua detik ....
Masih sama keduanya tidak ada yang mau membuka suara terlebih dahulu. Hingga tepat pada detik ke sepuluh. Keduanya sama-sama terdengar sedang mengatur nafasnya.
"Saya." Suara Agna dan Darren terdengar secara bersamaan.
"Ya sudah, kau duluan," ucap Darren yang mengalah.
"Tidak! Bapak saja yang duluan," timpal Agna yang kini membenarkan posisi duduknya.
"Kau saja," tolak Darren.
"Bapak saja, karena tidak baik anak kecil seperti saya yang harus berbicara duluan kepada Bapak yang lebih tua. Itu namanya tidak sopan," timpal Agna.
Darren mengangkat sebelah alisnya, karena laki-laki itu tidak suka mendengar saat Agna mengatai dirinya sudah tua. Padahal Darren merasa kalau dirinya masih sangat muda.
"Ayo Pak, katakan saja. Saya siap mendengarnya," kata Agna saat Darren hanya diam saja. "Saya akan mendengarnya dengan segenap hati serta jiwa dan raga saya Pak Dosen yang galak."
"Baik, dan kita akan mulai pembahasan ini dari mana dulu?" tanya Darren yang sekarang menatap gadis cantik yang mengenakan dress berwarna merah jambu. Dengan rambut yang dibiarkan terurai itu, dan sangat bohong sekali jika Darren menganggap Agna jelek.
Sedangkan Agna yang ditanya mengangkat bahunya saja sambil menjawab, "Saya tidak tahu, dan itu artinya terserah Bapak saja."
"Andai saja bukan karena perjodohan, aku tidak akan mau menghadapi gadis ini. Karena bagiku dia ini terlalu bar-bar dan sangat tidak cocok sekali denganku yang kalem begini." Darren membatin.
"Ada apa? Dan kenapa Bapak malah menatap saya seperti itu?" Agna langsung saja menyilang kedua tangannya di da danya. "Jangan me sum ya, Pak. Ingat usia sudah bau tanah," celetuk Agna tanpa di rem.
Darren menghela nafas. "Kau dasar gadis bar-bar. Selain tengil kau juga rupanya memiliki pemikiran yang cukup kotor," desis Darren dengan tatapan dingin dan wajah yang datar.
"Sudahlah Pak, langsung saja mulai pada intinya. Karena saya tidak punya banyak waktu seperti Bapak yang pengangguran," kata Agna yang seolah-olah ingin membuat Darren kesal. Seolah-olah juga gadis itu sudah memiliki pekerjaan. Padahal uang jajannya saja masih minta pada sang Ayah.
"Kau memang menyebalkan!" gerutu Darren pelan.
"Bapak, juga sangat menyebalkan bahkan lebih dari kata itu," sahut Agna yang tidak suka mendengar Darren mengatai dirinya menyebalkan. "Ayo katakan saja, jangan malah banyak bac–" Agna tidak melanjutkan kalimatnya karena bisa-bisa dirinya akan terkena masalah nanti saat gadis itu pulang.
Mengingat kalau Darren sudah dia nobatkan sebagai kang adu. Membuat Agna merasa kalau mulai hari ini ia harus bisa mengontrol lidahnya supaya tidak keseleo maupun keceplosan.
"Kita buat kesepakatan," ucap Darren tiba-tiba.
"Kesepakatan apa?"
"Kesepakatan kalau kita menikah hanya sebagai menepati janji saja. Dan tidak lebih dari kata itu," jawab Darren yang malah membuat Agna merasa heran.
"Langsung saja jelaskan semuanya sedetail mungkin supaya saya bisa mengerti, Pak," balas Agna. Yang memang benar-benar tidak mengerti maksud kalimat Darren.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 359 Episodes
Comments