Ingin rasanya Mitha marah pada sang mertua, tetapi apalah dayanya yang hanya seorang menantu miskin. Gadis itu hanya bisa menangis meratapi nasibnya yang malang. Memiliki mertua kaya tetapi keberadaannya tidak pernah dianggap.
Memiliki suami yang mengalami gangguan mental tidaklah mudah. Suatu waktu laki-laki itu akan bersikap manis layaknya suami pada umumnya, tak jarang pula Marcelo mengamuk menghancurkan semua barang milik orang tuanya. Seperti hari ini, anak bungsu Damian Weasley itu tiba-tiba saja datang ke rumah utama dan mengamuk di sana.
Semua barang habis dihancurkannya, usai mengamuk dan menghancurkan barang-barang Celo langsung pulang dan mengurung di dalam paviliun tempat tinggalnya. Entah apa yang dilakukan laki-laki itu di dalam sana yang jelas nyonya Rosita teriak memanggil tidak ada yang keluar dari dalam paviliun itu. Tak lama kemudian Mitha pulang dan dia yang menjadi sasaran kemarahan sang mertua.
"Hai, Mitha! Lihatlah suamimu kembali menghancurkan barang mahalku! Sekarang kamu bereskan semua kekacauan akibat ulahnya. Setelah itu, kamu masak untuk makan siang kami," teriak Rosita pada menantu yang dianggap ba bu itu.
"Baik, Ma." Gadis itu dengan patuh mengikuti apa yang diperintahkan oleh sang ibu mertua.
Gadis itu menyimpan sepeda dan kotak tempat kuenya. Mencuci kaki dan tangan lalu bergegas menuju rumah utama.
"Lihat! Semua ini karena ulah suami kamu," teriak Rosita pada menantunya seraya menunjuk barang-barang pecah belah di dekat meja makan.
Banyak pecahan piring, mangkuk serta gelas di sana. Asisten rumah tangga yang biasa dipekerjakan di rumah itu tidak diizinkan membereskan kekacauan yang diakibatkan oleh Marcelo.
Tanpa menunggu lama, Mitha mengambil sapu dan serokan sampah untuk mengangkat semua barang itu. Perlahan-lahan gadis itu mengumpulkan pecahan kaca itu agar tidak terinjak kakinya. Pecahan kaca tersebut dimasukkan ke dalam tempat sampah yang telah dilapisi plastik.
Setelah selesai dia segera meletakkan di luar pagar, agar petugas kebersihan mudah mengambilnya. Mitha masuk ke dapur dan memulai memasak seperti yang diperintahkan oleh sang ibu mertua. Selesai memasak, gadis itu segera menata makanan yang sudah matang di atas meja.
Nyonya besar di rumah itu langsung mendatangi meja makan tanpa dipanggil. Wajahnya masih tampak marah dan kesal sehingga para asisten di rumah itu ketakutan.
"Masakan apa ini? Rasanya tidak enak sama sekali!" teriak ibu mertua galak itu setelah merasai masakan sang menantu.
"Kamu sengaja ya? Ingin meracuni saya, ha?"
Rosita menuang sayur ke lantai, tepat di depan Mitha berdiri. Gadis itu meneteskan air mata kala melihat makanan yang telah susah payah dimasaknya berserak di lantai. Jika sang ibu mertua itu tidak mau memakan masakan itu, masih ada yang mau memakannya.
Akan tetapi, jika sudah berserak di lantai sama saja sengaja membuang makanan, padahal di luar sana masih banyak orang yang menahan lapar. Tidak usah jauh-jauh, saat ini gadis itu pun tengah menahan lapar dan lelah. Pulang dari berjualan keliling kompleks dengan menaiki sepeda, belum sempat istirahat harus segera memenuhi perintah sang ibu suri.
Dengan air mata menetes di pipi, istri Marcelo itu kembali membereskan kekacauan di ruang makan itu. Jika tadi kekacauan karena ulah sang suami, kini karena perbuatan ibu dari suaminya. Badannya terasa remuk redam sejak bangun tidur belum beristirahat sama sekali.
Selesai membereskan kekacauan di ruang makan. Gadis itu bergabung dengan para asisten rumah tangga di belakang. Mereka menikmati makan siang sisa masakan tadi.
"Untung tadi aku ambil separuh semua masakan kamu. Kalau tidak, kita pasti tidak makan. Nyonya besar memang kelewatan," ucap Surti asisten rumah tangga yang paling senior dengan suara lirih takut terdengar oleh sang majikan.
"Masakan enak begini dicaci. Mau yang seperti apa coba?" tanya Tinah, asisten yang lebih muda dari Surti.
"Sudah Mbok, Mbak. Jangan dibahas lagi. Cepat habiskan makan kita, sebelum mama datang ke sini dan marah-marah lagi," ujar Mitha mengingatkan kedua asisten rumah tangga itu.
Saat nasi di piring mereka tinggal sedikit, satpam dan sopir di rumah itu mendatangi mereka.
"Kalian ini makan nggak ajak-ajak. Aku juga laper," ucap Parjo sang sopir.
"Iya nih, keterlaluan kalian!" seru Budiman sang satpam.
Suara Budiman itu cukup keras sehingga terdengar sampai di ruang keluarga. Rosita yang kebetulan akan pergi sedang mencari Parjo, mendengar suara di belakang.
"Apa yang kalian lakukan? Kalian di sini untuk kerja bukan untuk ngerumpi!" tanya Rosita dengan suara lantang.
Semua pekerja yang sedang berkumpul itu langsung menunduk karena takut, kecuali Mitha. Dia menatap sang mertua lalu menjawab sebisanya.
"Kami sedang makan sambil bercerita, Ma. Kami juga butuh makan agar memiliki tenaga saat bekerja," ujar Mitha dengan mengumpulkan sedikit sisa keberaniannya.
Rosita melangkah mendekati Mitha lalu menarik rambut gadis itu dengan sekuat tenaga. Gadis itu sampai ikut berdiri mengikuti langkah kaki ibu mertuanya agar kulit kepalanya tidak begitu sakit saat tertarik rambut.
"Sudah berani kamu, hah? Punya apa kamu sampai berani melawanku?" cerca Rosita dengan tangan semakin kuat menarik rambut sang menantu.
"Ampun, Ma. Mitha tidak bermaksud melawan Mama. Mitha hanya menyampaikan apa yang kami ...."
"Halah, kebanyakan alasan kamu!" potong Rosita seraya mendorong menantunya itu kuat sehingga jatuh tersungkur.
Pelipis mengenai kaki meja dan mengeluarkan darah. Kepala Mitha terasa berputar akibat benturan keras itu. Gadis itu memejamkan mata sebentar untuk menghilangkan rasa sakit dan pusing akibat benturan tadi.
Rosita meninggalkan ruangan itu saat mata Mitha terpejam. Sebelumnya dia memanggil Parjo agar mengantarkan pergi ke arisan. Tidak peduli dengan keadaan sang menantu, nyonya besar di rumah itu meninggalkan ruangan begitu saja.
Surti lekas membantu Mitha berdiri dan membantu duduk. Sementara Tinah mengambil kotak obat untuk mengobati pelipis gadis itu yang berdarah.
"Aturan tadi kamu diam saja, Nduk. Nyonya itu orangnya tidak suka pas ngomong kita menjawab, apalagi membantah. Pasti dia semakin murka," ucap Surti sembari membersihkan darah dan mengobati luka itu.
"Kita ini sama-sama manusia, Bi. Tidak usah takut. Lagian tadi beliau bertanya, terus aku jawab. Apa itu salah?"
"Walaupun kita benar tetap saja salah di matanya. Bagi dia, semua orang salah. Hanya dia yang benar," celetuk Tinah yang tiba-tiba muncul setelah membereskan sisa makan siang mereka tadi.
Selesai diobati, Mitha kembali ke paviliun tempat tinggalnya setelah menikah. Gadis itu membuka pintu perlahan, takut membuat sang suami kaget dan marah. Saat memasuki kamar, matanya menelisik mencari keberadaan sang suami.
"Kamu baru pulang?" tanya Celo sambil berjalan mendekati sang istri.
"Ini kenapa? Siapa yang melakukan ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
ℳℯ𝓁𝒶𝓃
ah ini mah beneran yang gila Bu Rosita 😌 , apa cello bukan anak kandung nya yak keterlaluan banget eh itu emak wkwkw
2023-06-01
0
.
sapa yg naro bawang😭😭😭😭
2023-05-23
0
CebReT SeMeDi
Celo mungkin punya alasan dia ngamuk, pasti Rosita berulah, kelakuannya juga kejam bgt
2023-05-21
1