Sean Bertemu Andriana.

Sean mengangkat wajahnya saat mendengar suara wanita yang mendekat kearahnya. Keadaan ruangan yang remang membuat ia tidak bisa melihat dengan jelas, sehingga ia harus menunggu beberapa saat untuk melihat wajah dari pemilik suara tersebut.

"Bagaimana? Apakah kau setuju? Malam ini bersamaku, dan aku akan membayarmu sepuluh kali lipat," ujar Andriana dengan tatapannya yang menantang.

Ya benar, wanita itu tidak lain adalah Andriana, Ibu tiri Freya yang malam itu sengaja mencari seseorang untuk ia ajak bermain-main. Suaminya yang baru saja meninggalkannya tentu membuat Andriana kesepian. Sebenarnya tidak terlalu, hanya saja Andriana merasa ada yang kurang jika tidak bercinta setiap malamnya.

Sean terdiam sesaat, ia menatap Andriana dari atas sampai bawah. Cukup tertarik karena Andriana masih cukup muda, mungkin hanya berbeda beberapa tahun darinya. Selain itu dapat dilihat dengan cara wanita itu menatapnya membuat Sean tertantang.

"Oke, aku setuju. Sepuluh kali lipat." Sean langsung bangkit setelah memutuskan, membuat kedua wanita yang tadi merebutkannya begitu kecewa dan kesal.

Andrian tersenyum kecil, ia melirik kedua wanita tadi seolah mengejek lalu memusatkan tatapannya pada sosok Sean yang berdiri didepannya.

"Andriana," ujar Andriana mengulurkan tangannya untuk berkenalan.

Sean tersenyum tipis, ia tidak menyambut uluran tangan itu tapi justru menarik pinggang Andriana sedikit kasar. "Perkenalan seperti itu terlalu kaku, aku lebih suka yang seperti ini." Setelah mengatakan hal itu, Sean langsung mencium bibir Andriana dengan lembut.

Andriana sedikit terkejut, namun ia sangat menyukainya, memang tidak salah jika ia mengikuti saran temannya untuk menemui pria ini. Hanya karena ciumannya saja milik Andriana sudah basah.

Cukup lama Sean mencium bibir Andriana dan ia melepaskannya, ia tersenyum tipis saat melihat wajah Andriana yang sudah pasrah itu.

"I want you now," bisik Andriana sudah tidak tahan ingin merasakan keperkasaan Sean.

"Seusai keinginanmu," sahut Sean menebar senyumnya yang indah.

Setelah itu Andriana mengajak Sean menuju kamar yang dipesannya. Sejak tadi ia asyik memandangi Sean secara diam-diam karena begitu takjub dengan ketampanan pria itu.

"Jangan terus menatapku seperti itu, malam ini aku adalah milikmu Sayang," celetuk Sean melempar senyumnya yang menggoda kearah Andriana, ia tahu jika wanita itu begitu mengaguminya.

Andriana cukup gelagapan, tapi ia mengulas senyum tipisnya. "Hanya malam ini saja? Bagaimana kalau aku ingin selalu memilikimu?" ujar Andriana menghentikan langkahnya, lalu menatap Sean yang tubuhnya sangat tinggi tegap itu.

"Tidak masalah, asalkan bayarannya sepadan," sahut Sean terkekeh-kekeh.

"Apa kau pikir aku tidak bisa memberikannya? Katakan saja apa yang kau inginkan, aku pasti akan menurutinya," ujar Andriana memberanikan dirinya mengelus lembut dada bidang Sean.

Sean lagi-lagi tersenyum, sudah terlalu terbiasa jika ada seorang sugar mommy yang menawarkannya hal seperti itu. Mereka memanglah sangat loyal dan rela menggelontorkan banyak uang untuk para brondongnya. Namun, Sean tidak menyukai hubungan seperti itu, ia hanya akan menerima job sekali tanpa terikat hubungan apapun.

"Bagaimana? Kau pasti mau 'kan? Cukup temani aku setiap hari, maka aku akan memberikan semuanya. Rumah? Mobil? Katakan saja," ujar Andriana terus membelai dada bidang Sean, tidak menyerah untuk menggoda pria yang baru ditemuinya itu.

"Jika bisa semuanya, untuk apa harus memilih satu satu?" kata Sean menantang Andriana, perlahan ia mendorong wanita itu hingga tubuh mungilnya membentur tembok.

Andriana tersenyum meski cukup terkejut dengan sikap Sean yang tiba-tiba agresif. "Itu bukan hal sulit untukku, asalkan kau bisa membuatku puas malam ini," ucap Andriana tanpa ragu menarik kerah baju Sean lalu mencium bibirnya dengan panas dan penuh nafsu.

Sean tentu langsung membalasnya, gerakannya sangat lihai dan membius membuat Andriana cukup kewalahan menghadapi serangan Sean. Ia sampai tidak sabar membuka kancing kemeja Sean dan me ra ba dadanya. Tak hanya itu saja, Andriana juga menurunkan tangannya untuk membuka kancing celana Sean dan mengelus sesuatu yang mengeras dibalik celana itu.

"Ahh ... Sayang ... euhmmmmm-" Andriana men de sah keasikan saat Sean menciumi lehernya, ia semakin tidak sabar untuk membuka celana pria itu dan mengelus rudal yang sudah mengacung tegak itu.

Sean sendiri sudah begitu bergairah, ia menarik sebelah kaki Andriana dan menggesekkan rudalnya ke lembah basah yang sudah sangat siap itu.

Mendapatkan godaan seperti itu membuat Andriana kian belingsatan, ia menurunkan sendiri underwear miliknya sehingga lembahnya sudah terbuka sempurna.

"Lakukan sekarang juga," pinta Andriana menatap Sean begitu sayu, bibirnya sudah terlihat bengkak karena Sean menyedotnya cukup kuat tadi.

Sean mengangguk singkat, ia kembali mencium bibir Andriana seraya melesatkan rudalnya ke lembah itu dengan sangat kasar, ia tahu para wanita haus akan belaian itu sangat suka diperlakukan dengan kasar seperti itu.

"Ahhhhhhhhh ...."

"Akhhhh ...!"

Suara de sa han langsung lolos dari mulut keduanya saat mereka berhasil menyatu. Mereka sudah sibuk dengan dunianya dan tidak memperdulikan jika saat ini sedang berada di sebuah lorong yang terbuka dan siapapun akan melihatnya. Mereka asyik bercinta dengan panas dan liar. Jika nafsu sudah menguasai, seolah akal sehat pun tidak berguna.

Bahkan setelah itu Andriana masih mengajak Sean untuk meneruskan aktivitas melelahkan namun mengasikkan itu kedalam sebuah kamar yang sudah dipesannya.

*****

"Ayah! Buka pintunya! Aku tidak mau dikurung seperti binatang!"

Dirumahnya, Freya sibuk menendang pintu kamarnya dengan kasar. Ia benar-benar marah dan tidak menyangka jika Ayahnya akan mengurungnya dikamarnya sendiri. Padahal malam itu Freya berencana akan keluar bersama teman-temannya, dan juga ingin membeli obat yang ia butuhkan.

"Brengsek! Andriana! Ja la ng sialan! Cepat buka pintunya, aku tahu kau ada diluar!" Freya kembali berteriak keras karena tidak teriakannya tadi tidak membuat kemajuan apapun.

"Arghhhhhhhh!" Freya akhirnya mengamuk dikamarnya, membanting apa saja yang terjangkau tangannya. Siapa yang tidak marah jika harus dikurung layaknya tahanan seperti ini.

Setelah puas mengamuk, Freya akhirnya memutar otak agar bisa keluar dari kamarnya menuju balkon. Mencoba kabur lewat sana, tapi hal itu mustahil mengingat saat ini kamarnya berada dilantai dua.

"Sial, aku bisa mati konyol jika lewat jalan ini," umpat Freya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Aku harus menghubungi Nanda, dia pasti bisa bantu," kata Freya teringat akan sahabatnya itu.

Freya lalu berlari ke kamarnya, mengambil ponsel dan langsung menghubungi Nanda agar bisa mengeluarkannya dari kamar terkutuk itu.

"Aduh, sorry Frey, malam ini Chiko ngajak gue keluar, lu tahu sendiri kalau gue nolak, dia bisa marah nanti," ujar Nanda, suaranya terdengar tidak enak karena harus menolak permintaan sahabatnya.

"Alah nggak apa-apa, Chiko urusan gue nanti. Lu buruan datang kesini, cuma bantu gue kabur dari rumah Nan," kata Freya membujuk sahabatnya.

"Sorry banget ya Frey, gue beneran nggak bisa kali ini." Setelah mengatakan hal itu, Nanda langsung memutuskan sambungan teleponnya, ia lebih khawatir jika kekasihnya akan marah dan akan memutuskannya.

"Sialan!" umpat Freya membanting ponselnya dengan keras, sepertinya malam ini ia melewati malam kelabu yang membosankan dikamarnya.

Happy Reading.

TBC.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***