Karena merasa jenuh didalam rumah, Drew memutuskan untuk keluar dan duduk di teras. Sambil menunggu kedatangan Sam, yang sampai detik ini belum menunjukkan batang hidungnya.
Ia sedikit takjub akan pandangan sekitar desa dipagi hari, rumah sederhana dengan tanah lapang, diapit oleh banyaknya sawah hijau yang masih tertutup kabut.
Serta dikejauhan sana, ada pemandangan gunung yang masih bisa dilihat oleh mata telanjangg. Kicauan burung-burung pemakan padi disekitar, menambah suasana menenangkan dari indahnya desa.
Drew seketika melupakan egonya, ia tanpa sadar memuji pemandangan indah tersebut. "Bagus sekali," puji Drew sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar.
Lalu pandangannya itu seketika berhenti kepada seorang wanita cantik, yang sedang sibuk memberi pakan ternak untuk segerombolan ayam kampungnya.
"Ayo makan-makan!" seru Tesla menyebar pakan ayam dalam wadah yang ia bawa.
Drew tidak bisa berhenti memperhatikan aktifitas tersebut, cukup aneh menurutnya. Akan tetapi setelah melihat para binatang begitu patuh mematuki pakan yang ada dibawah tanah, membuat Drew merasa senang.
Tesla berhenti memberi pakan ayamnya, dan keluar dari kandang untuk kembali ke rumah. Ia berhenti melangkahkan kaki, karena melihat Drew yang sedang duduk diteras rumah.
Wanita itu berusaha tidak menegur, karena tidak menyukai sifat Drew yang sombong dan angkuh. "Daripada darah tinggi, lebih baik diam saja." Lalu mencuci tangan sebelum masuk ke dalam rumah.
Namun Drew menegurnya, sehingga Tesla pun harus berhenti masuk ke dalam rumah dan segera menoleh.
"Ada dimana semua orang, kenapa rumahmu sepi sekali?" tanya Drew menatap ke sekeliling rumah Tesla nan luas namun sederhana itu.
"Tadi pagi-pagi sekali Papa ku sudah pergi ke sawah, karena para warga mendatangi rumahku dan meminta pertanggung jawaban atas sawah baru ditanami padi, yang kau rusak kemarin itu," balas Tesla.
"Berapa yang harus aku bayar?" tanya Drew sombong seperti biasanya.
"Mereka tidak meminta uang, hanya butuh kesadaran saja." balas Tesla.
"Apa maksudmu? Apa kau berpikir kalau aku ini tidak punya kesadaran untuk bertanggung jawab dan mengganti semua kerusakan yang pernah aku lakukan hem?" tanya Drew.
Tesla menatap baik-baik Drew. "Kau selalu berpikir segala sesuatu bisa dibeli dengan uang dan kau juga selalu beranggapan bahwa uang dapat menyelesaikan semua perkara yang ada di dunia ini. Tapi apa kau pernah berpikir dan memahami sedikit saja tentang perasaan orang lain hah?"
Drew menggeleng. "Tidak! Aku tidak pernah berpikir tentang perasaan seseorang dan aku malas memahaminya. Lagipula untuk apa? Tidak penting sama sekali dan tidak ada untungnya untukku," balasnya angkuh.
Tesla menghela nafas panjang. "Pantas saja, sampai kapanpun dia tidak akan pernah mengerti arti kata peduli," gumamnya. Lalu wanita itu memanggul bakul cucian dan pergi dari rumah menuju sungai.
"Hei kau mau kemana?" tanya Drew.
"Aku mau pergi cuci baju!" sahut Tesla.
"Lalu bagaimana denganku, bagaimana kalau aku bosan dan ingin berjalan-jalan atau mau ke toilet lagi?" tanya Drew, dia mulai khawatir karena akan ditinggal seorang diri.
"Kalau begitu minta tolong saja pada uang-uang kertasmu itu!" ketus Tesla lalu pergi meninggalkan Drew.
Drew mendesah kesal, ia refleks menendang teras berbatu didekatnya itu dan berakhir dengan kesakitan pada kakinya sendiri.
"Akh! Aduh! Siall sekali!" umpatnya sambil memegangi kakinya yang masih sakit.
"Baiklah aku tidak butuh bantuan siapapun dan aku bisa melakukannya sendiri!" pekik Drew kepada Tesla yang sudah berjalan jauh didepan.
"Ya sudah kalau bisa sendiri, maka lakukanlah sendiri!" sahut Tesla tanpa menoleh dan sengaja memberi Drew pelajaran.
"Ck! Dia itu, benar-benar wanita yang sangat menyebalkan!" umpat Drew, sambil meraup wajahnya kasar dan berkacak pinggang. Lalu pria tampan itu terduduk kembali, sesekali menyugar rambutnya agar tidak berantakan.
...***...
Sepuluh menit telah berlalu, nampaknya Drew mulai jenuh duduk didepan rumah. Ia juga merasa haus dan berusaha berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air.
Pria itu berusaha keras berjalan sendiri, tanpa alat penyangga yang dipakai orang sakit kaki pada umumnya. Sesekali mengeluh tentang kondisi rumah Tesla, yang menurutnya terlalu luas untuk kalangan orang desa biasa.
Setibanya di dapur Drew segera mengambil gelas dan mencari tempat minum, namun sudah beberapa menit berlalu, Drew sama sekali tidak menemukan dimana dispenser ataupun lemari pendingin.
"Dapur macam apa ini! Kenapa aku tidak bisa menemukan air dimanapun," keluh Drew.
Ia kembali mencari ke tempat lain, hingga kesudut ruangan dapur itu. Kedua matanya dibuat penasaran dengan sebuah kendi besar dari tanah liat yang tertutup rapat, dan ada sebuah gayung dari tempurung kelapa diatas tutupnya.
"Benda apa lagi ini?" gumamnya pada diri sendiri.
Tak mau banyak bertanya, Drew membuka tutup kendi itu dan melongok kedalam untuk melihat apa isinya.
"Air!" serunya kesenangan.
Namun egonya kembali mencuat. "Menjijikkan! Belum tentu airnya steril dan aku yakin pasti banyak kuman didalamnya," lalu menutup kendi itu lagi.
"Sedang apa kamu disini?" ucap Pak Sanyoto tiba-tiba.
Dan Drew tersentak kaget. "Ya ampun kirain siapa!" kejutnya sembari mengelus dada berkali-kali.
"Emangnya saya hantu hah?" cebik Pak Sanyoto. Lalu berjalan menuju kendi dan meminum air dalam kendi tersebut. "Ah segarnya," ucapnya sembari mengelus leher.
"Ngapain kamu disini?" tanya Pak Sanyoto kembali.
"S-saya mau minum," balas Drew menunjukkan gelas kosongnya.
"Oh mau minum, sini biar saja ambilkan." Pak Sanyoto mengisi gelas Drew dengan air yang ada didalam kendi. "Minumlah," tawarnya kemudian.
Drew menatapi air dalam gelasnya dan tiba-tiba saja merasa mual, "Bagaimana mungkin aku minum air seperti ini dengan gayung yang sama dipakai orang lain," batinnya merasa keberatan.
Namun Drew tidak ada pilihan lain, rasa haus membuat ia segera menenggak minumannya itu.
"Aah!!" ucap Drew merasa segar.
"Bagaimana? Segar bukan?" tanya Pak Sanyoto.
"Ya segar sekali," jawab Drew.
"Itu sudah pasti, karena air di desa ini diambil langsung dari mata air pegunungan. Lalu airnya dimasukan kedalam kendi biar lebih segar dan sejuk," ucap Pak Sanyoto sambil menepuk-nepuk kendi bulat kesayangannya itu.
Drew mengangguk-angguk. "Pantas saja rasanya segar sekali," batinnya mengakui.
Ia kembali menatapi Pak Sanyoto yang sedang sibuk di dapur. "Anda sedang apa?" tanya Drew.
"Mau goreng pisang," balas Pak Sanyoto. Mengupas kulit pisang gepok yang ia bawa dari kebun tadi.
"Kenapa anda mau melakukan pekerjaan dapur, bukankah ini pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh seorang wanita?" tanya Drew.
"Pekerjaan dapur bukan hanya pekerjaan wanita atau istri saja, selama kita bisa membantu kenapa tidak," balas Pak Sanyoto mulai membuat adonan tepung.
"Begitu, tapi kalau boleh tahu ada dimana istri anda? Kenapa istri anda tidak terlihat dari kemarin?" tanya Drew penasaran.
"Istri Bapak bekerja dibengkel miliknya sendiri dan dia lembur karena sedang memperbaiki motormu yang rusak itu," balas Pak Sanyoto.
Drew terkejut mendengar hal tersebut. "Maksud anda, istri anda seorang montir?" tanyanya memastikan.
"Yap betul, dia montir terhebat di desa ini." balas Pak Sanyoto bangga.
Drew mengerjapkan kelopak matanya berkali-kali, merasa aneh dengan kenyataan terbalik didepannya.
"Lalu apa pekerjaan anda Pak?" tanya Drew.
"Pekerjaan Bapak tentu saja banyak, Bapak harus mengurus ternak ayam dan bebek untuk dijual. Belum lagi Bapak juga harus mengurus lahan sawah yang selama ini disewa oleh warga desa," jawab Pak Sanyoto sambil menggoreng pisangnya.
Drew membulatkan bibirnya. "Oh begitu," balasnya sambil mengangguk-angguk.
"Nah pisang gorengnya sudah matang, mari dicicipi selagi masih hangat," ucap Pak Sanyoto menawarkan pisang goreng hasil buatannya sendiri.
Drew awalnya ragu, ia hanya menatap pisang berbalur tepung berwarna kecoklatan diatas piring kaleng. "Kenapa mirip itu sih?" batinnya membandingkan yang ada di septictank.
"Makanlah, ini seratus persen home made. Alami tanpa pemanis buatan." Lalu Pak Sanyoto menggigit pisang gorengnya itu.
"Aduh hihang hoheng na hanas!" ucapnya kepanasan, lalu bergegas menyeruput kopi yang sama panasnya hingga pria bulat itu jadi kelabakan sendiri.
Drew terkekeh geli melihatnya, lalu ia pun mencoba menggigit ujung pisang goreng buatan Pak Sanyoto dan saat kunyahan pertama kedua kelopak mata Drew seketika terbuka lebar.
"Hem ... Perfecto!"
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
olive
sekarang mendesah bisa lolos sensor, yah Kak? kalo aku biasanya aku dobelin, karena takut kena review manual
2023-06-09
1
Lina Zascia Amandia
Wkwkwkkw.... dr judulnya sy pnsrn apa hihang hoheng.... ehhhn rupanya yang mkn pisang goreng kpnssn.
2023-05-30
1
mom mimu
satu iklan mendarat kak, semangat 💪🏻💪🏻💪🏻
2023-05-10
1