SAAT KAU TIDAK MENCINTAIKU
"Kau harus bahagia, nak. Buktikan kalau jerih lelah mamakmu ini di kampung ada gunanya, tunjukkan ke orang di sini kalau anak mamak sudah kawin, sudah dapat pasangan yang pantas."
"Kalau aku tidak bahagia,mak?"
"Maka mamak akan gelisah tidur di sini."
Butiran keringat berceceran sebesar biji jagung di kening Yuma. Dia baru saja mimpi, dan mimpi itu tentang mamaknya di kampung. Masalahnya bukan itu, tapi mamaknya sudah lama meninggal. Dan dia teringat betul kalau sebelum kepergian mamaknya untuk selamanya, keinginannya adalah melihat putri semata wayangnya itu menikah.
Yuma bukan anak orang kaya, keluarganya sejak dulu hanya mengandalkan sepetak kebun yang di sulap bapaknya menjadi mata pencaharian. Mereka menanami sayur-mayur disitu dan menjualinya ke pasar atau ke tukang-tukang sayur langganan. Terkadang mamaknya juga ikut menambah penghasilan dengan membuka jasa panggilan menyetrika ke rumah-rumah dan mendapat seadanya dari situ.
Dulu mamaknya sempat bercerita, kalau bapaknya sebenarnya anak orang berada. Tapi, karena memilih menikahi mamaknya, bapaknya pun di buang dari keluarga dan tidak mendapatkan warisan sepeserpun. Mamaknya di tolak mentah-mentah karena statusnya yang adalah seorang janda tanpa anak.
"Kau jangan seperti mamak, dua kali kawin. Masih untung dapat bapakmu."
Begitu ucap mamaknya suatu kali ketika Yuma masih duduk di kelas empat SD. Sejak saat itulah Yuma tahu kalau mamaknya ternyata pernah menikah sebelum dengan bapaknya.
"Mbak, mau stop di mana?" Sebuah panggilan membuyarkan lamunan Yuma yang memang melamun mengingat mimpinya semalam. Dia memandangi sekelilingnya sudah kosong. Supir angkot yang sudah tampak lelah itu menegur Yuma yang sedari tadi tidak memberi kode untuk berhenti.
"Lho? Ini di mana?" Tanya Yuma bingung ketika melihat keluar jendela angkot karena merasa tidak kenal dengan sekitarnya.
"Daerah TPS ini mbak, dekat rumah saya. Sudah paling ujung, mbaknya melamun terus, saya tidak di stop-stop juga dari tadi." Kata sang supir kepada Yuma.
"Aduhhh...." Yuma menggeleng-gelengkan kepalanya karena menyadari dia sudah jauh dari tempat tujuannya. Dia lalu melirik jam tangannya.
"Masih sempat." Gumamnya pelan saat menyadari kalau dia belum terlambat ke restoran tempatnya bekerja sebagai seorang waitress.
"Antar saya ya pak. Nanti saya bayar mobil bapak. Saya udah telanjur nyasar,nih, pak. " Pinta Yuma dengan wajah memelas kepada sang supir angkot.
"Lho... Gak bilang dari tadi. Mbaknya melamun,ya?" Ucap supir sambil geleng-geleng kepala tidak habis pikir.
Yuma hanya mengangguk dengan masih memasang wajah memelas, minta di kasihani. Setelah berpikir sebentar, sang supir pun akhirnya meng-iyakan dan mau menghantar Yuma dengan syarat harus membayar mobilnya seperti ongkos angkotnya ketika semua penuh. Yuma yang awalnya keberatan akhirnya tidak punya pilihan lain dan akhirnya setuju.
Di tempat kerja, Yuma sulit sekali berkonsentrasi, beberapa kali orderan pelanggan salah antar. Bos nya yang lumayan garang dan bertubuh gemuk berkali-kali menangkap kesalahan Yuma dengan lirikan ekor matanya.
"Yuma, selepas kerja temui saya dulu baru pulang!" Perintah bos nya tegas. Yuma menghela nafas, dia tahu sepertinya akan kena marahi.
Suasana restoran sudah sepi, para pegawai yang bekerja di situ sudah berpulangan. Yuma melangkah masuk ke dalam ruangan bosnya.
"Kau sudah tahu kesalahanmu, kan?" Kata Bosnya sambil memenceti kalkulator menghitung jumlah omsetnya hari ini.
"Iya pak."Jawab Yuma. Bos nya kemudian berhenti memencetu tombol di kalkulator. Dia berdiri dari duduknya dan mendekati Yuma.
"Kinerjamu buruk, Yuma. Sebaiknya kau hati-hatilah dengan kebiasaan itu. Tapi, jika memang kau masih ingin kinerjamu bagus di mataku, bisa ku pertimbangkan..."Ucap si bos penuh arti. Dia melirik Yuma dari atas sampai bawah dengan kedua mata nakalnya. Bahkan bos nya itu sengaja mendorong tubuhnya lebih dekat lagi ke Yuma.
Yuma mundur selangkah, sengaja menghindar.
"Em...Maaf pak." Yuma memberi kode dengan menghalang tubuh gemuk bos nya itu dengan tangannya agar tidak mendekatinya.
Bosnya memandangi Yuma dengan kecewa dan menjadi lebih sinis setelahnya.
"Kalau begitu kerjalah dengan benar! Kau itu babu di sini."Ucap bosnya dengan mulut pedas, lalu kembali sibuk memenceti kalkulatornya.
Yuma masih terdiam di hadapan bosnya itu. Ekor mata bosnya melirik Yuma.
"Kau kenapa masih di sini? Keluar!"Ucap bos nya ketus. Yuma kemudian gelagapan dan lekas keluar secepat mungkin dari situ.
***
"Dasar bos aneh!" Gerutu Yuma di luar pintu ruangan bosnya tadi. Dia lalu melirik jam di tangannya lalu lekas buru-buru pergi meninggalkan restoran.
Yuma memang sudah berkali-kali berniat untuk pergi dari situ, tapi dia selalu mengurungkan niatnya. Dia masih butuh banyak uang, dia belum punya apa-apa. Rumah di kampungnya juga sudah sangat reyot. Kadang bapaknya menelpon dan minta di kirimi duit, padahal Yuma pun hidup serba pas-pasan di kota. Kata bapaknya, sejak mamaknya meninggal dia jadi sakit-sakitan dan sulit bekerja. Atap rumah juga sudah pada bocor, sementara WC di rumahnya juga nyaris hancur karena dindingnya yang dari papan sudah lapukan.
Mendengar semua keluhan dari kampung, Yuma cuma bisa sesekali menjawab 'Iya' saja, dia bingung apa jawaban yang lebih pas selain itu. Manalah mungkin dia balik mengeluh kepada bapaknya yang tinggal sebatang kara itu. Ah, biarlah dia menahan sendiri pedihnya kehidupan yang dia jalani demi bapaknya.
"Kau harus bilang ke bapakmu kalau kau pun susah di sini Yuma, manalah cukup gajimu itu kalau kau kirimi terus ke kampung sana. Kau saja masih kerja kontrak di restoran." Saran seorang rekan kerja Yuma sesama waitress kala itu.
"Mana mungkinlah, kasihan bapakku." Yuma menggeleng, tidak ingin menambah pikiran bapaknya.
Temannya itu ikut-ikutan geleng kepala.
"Ck...ck...ck... Ya sudahlah, sabarlah Yum, semoga saja nanti kita naik gaji." Begitu kata temannya itu kemudian.
Yuma menatapi sejumlah uang yang barusan di pinjamnya dari temannya itu. Kata temannya dia cuma punya dua ratus ribu rupiah, sementara hutang Yuma kepada ibu kost lima ratus ribu rupiah. Tapi itupun tetap dia syukuri, hanya temannya yang bernama Della itulah yang biasa sudi membantu Yuma kalau dia dalam kesulitan keuangan. Della bilang kalau dulu keluarganya juga kacau balau sejak bapaknya punya hutang judi di mana-mana, tapi setelah bapaknya meninggal, mereka tidak lagi sesulit sewaktu dulu.
Yuma sudah kembali ke kost-kostannya yang hanya sepetak. Sebuah kasur single yang seprainya sudah kusam karena tidak pernah diganti itu membuat ruangan kamarnya penuh, sehingga semua baju-bajunya dia susun saja di keranjang karena tidak mungkin lagi menambah lemari di dalam kamar itu.
Tok...Tok...Tok...
Pintu terdengar di ketok dari luar, Yuma membukanya.
"Mana uangnya." Tanpa basa-basi ibu kost menjulurkan tangannya ke depan Yuma meminta uang bulanan kost.
"Bu, maaf ini baru ada segini..." Kata Yuma tidak enak hati. Ibu kostnya memandang Yuma sinis, tapi kemudian dia lekas menyambar uang itu.
"Saya tidak mau tahu, ya, lekas usahakan lunasi, kalau tidak saya terpaksa usir kamu. Kamar ini sudah banyak yang mengantri." Kata ibu kostnya ketus lalu pergi dari hadapan Yuma dengan segera.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
վմղíα | HV💕
KK yunia hadir, semangat Yuna semoga napat rejeki melimpah
2023-05-26
1
Winters
tak ada rasa belas kasih kah
2023-05-17
0
Winters
uwaa mangat lho
2023-05-17
1