Lili hanya bisa diam saja saat Anjas turun dari dalam mobil itu lebih dulu. Di tinggal sendirian di sana dia kembali mengelus perutnya sendiri.
Dielus terus seolah sedang mencari kekuatan.
Bayi ini memanglah bukan anaknya Anjas, tapi apakah salah jika Lili menyebutnya sebagai anak dia?
Bagaimana pun awalnya, nyatanya bayi ini hidup di tubuh Lili dan menjadikan bayi itu sebagai anaknya juga.
"Kamu adalah bayi perempuan yang cantik," gumam Lili, hanya bicara seperti ini saja jantungnya sudah berdebar tak karuan. Ada perasaan hangat yang tiba-tiba menyelimuti hatinya.
Meski kecil sekali, tapi saat itu Lili tersenyum.
Senyum yang langsung hilang saat dia mendengar suara ponselnya berdering, tidak, ternyata itu bukan suara ponselnya, melainkan ponsel milik sang suami yang tertinggal di dalam mobil.
Lili lihat yang menelpon adalah Putra, dia adalah asisten pribadinya Anjas. Di perusahaan Anjas menjabat sebagai wakil direktur, karena itulah dia punya fasilitas asisten pribadi pula.
Sementara Lili hanya karyawan biasa. Namun karena dia telah menjadi istrinya Anjas kadang banyak keistimewaan yang dia punya, seperti hari ini, Lili bisa tidak datang ke kantor tanpa perlu izin lebih dulu dengan atasannya.
Tanpa pikir panjang, Lili pun menjawab telepon itu. Diantara dia dan Anjas tak pernah ada penghalang, ponsel pun keduanya saling berbagi.
"Halo Putra, ini ibu Lili, ada apa ya?" tanya Lili, seraya dia keluar dari dalam mobil itu, berjalan menuju ruang tengah. Garasi ini terhubung langsung ke sana.
"Maaf Bu, jam 10 pagi ini pak Anjas ada pertemuan dengan Klien. Saya hanya mengingatkan," jawab Putra pula.
"Hem, baiklah, nanti aku sampaikan."
"Terima kasih Bu sebelumnya," balas Putra dan panggilan telepon itu pun berakhir. Lili tidak melihat suaminya ada di ruang tengah.
Jadi dia bertanya pada salah seorang pelayan yang ada di sana, pelayan itu menjawab bahwa Tuan Anjas langsung naik ke lantai 2 menuju kamar.
Lili bergegas menghampiri, namun alangkah terkejutnya dia saat tiba di sana Lili melihat Anjas yang mengambil beberapa pakaian dari dalam lemari dan diletakkannya di atas ranjang.
"An, apa yang kamu lakukan?" tanya Lili, kaget melihat aksi suaminya tersebut.
"Kamu perlu waktu berpikir kan? maka pikirkan lah baik-baik, selama itu pula aku akan tidur di kamar lain," jawab Anjas tanpa melihat ke arah istrinya. Dia tetap sibuk mengurus baju-bajunya sendiri.
Sumpah Anjas tak akan sanggup bersama dengan Lili jika ada bayi itu di tubuh istrinya. Ada harga dirinya yang terluka tiap kali dia mengingat bayi haram tersebut.
Daripada terus bersikap dingin dan berkata kasar, Anjas lebih pilih menghindar. Dia masih sangat berharap Lilinya kembali seperti beberapa saat lalu. Lili yang masih berpegang penuh pada cinta mereka, pada mimpi-mimpi mereka.
Bukan Lili yang aneh seperti sekarang, yang dengan gampangnya ingin mempertahankan bayi sialan itu.
"Astaga An, jangan seperti ini," Lili jadi frustasi, dia sampai melupakan tujuan utamanya untuk menyampaikan pesan Putra. Lili buru-buru menghentikan pergerakan suaminya, menghalangi Anjas mengeluarkan semua baju.
"Kita bisa bicarakan ini baik-baik An, jangan seperti ini!" mohon Lili, tanpa sadar suaranya pun meninggi.
"Bicara apa lagi? semuanya sudah sangat jelas. Sebelum minggu ini berakhir aku sangat berharap kamu segera menemui dokter kandungan mu. Jika tidak ... itu artinya kamu lebih pilih bayi itu dibanding pernikahan kita." putus Anjas, tak bisa diganggu gugat. Anjas telah mengorbankan banyak hal pula untuk Lili, tapi apa balasannya?
Anjas sangat kecewa, sebelum amarah semakin membuncah Anjas lagi-lagi pergi. Dia bawa sebagian bajunya keluar dari dalam kamar itu.
"An, Anjas!" panggil Lili, tapi Anjas tetap berlalu.
Pertengkaran itu membuat Anjas mengurung dirinya di dalam kamar. Beberapa kali Lili memanggilnya tetap tak membuat dia keluar.
Jam 10 tepat, seorang pelayan mengetuk pintu kamarnya.
"Ada apa?"
"Maaf Pak, dari kantor ada yang telepon, katanya bapak ada pertemuan jam 10 ini," jelas pelayan itu.
"Astagaa!" geram Anjas, bagaimana bisa dia melupakan hal penting tersebut.
Menyadari sejak tadi tidak memegang ponselnya, Anjas segera mencari. Di mobil tidak ada berarti dibawa oleh Lili.
Mau tidak mau Anjas kembali mendatangi kamar istrinya itu. Melihat Lili yang terduduk dan bersandar di atas ranjang dengan wajah sembab.
"An," panggil Lili, dia sudah senang melihat suaminya datang.
"Dimana ponsel ku?" tanya Anjas, suaranya seketika berubah jadi dingin.
Dan Lili seketika ingat pesan Putra.
"Astaga, maafkan aku An_"
"Cukup! tidak usah banyak bicara, dimana ponsel ku?" tanya pria itu lagi, sampai membuat hati Lili mencelos. Tak pernah Anjas memotong ucapannya sampai seperti itu.
Tanpa kata, Lili turun dari atas ranjang dan menyerahkan ponsel itu pada Anjas. Ponsel yang dia simpan di dalam tas dalam keadaan mode pesawat. Lili tanpa sadar menekannya.
Dan Anjas merampasnya dengan begitu kasar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Yeni Fitriani
gak nyalahin anjas sih....wajar dia gak mau terima bayi itu wong bukan anaknya....anjas mau nikahin lili aja itu udh baik.harusnya klo bisa memang jangan pernah ada anak dr hasil diperkosa biar dunia seseorang tdk terlalu hancur dan semakin hancur
2025-03-05
0
Neulis Saja
Allah bersama orang2 yg sabar
2024-06-27
0
Eti Alifa
ga nyalahin anjas sihh , emang pelik klo korban perkosaan apalagi sampe hamil😔
2024-06-12
2