Saat tiba di Rumah Sakit, Nisa langsung dibawa menuju ruang IGD supaya bisa mendapatkan tindakan.
Bu Ida dan Rahman begitu terkejut ketika melihat Nisa yang tidak sadarkan diri tengah di dorong oleh Perawat di atas blangkar.
"Nisa, kamu kenapa Nak?" ujar Bu Ida dengan menangis.
"Maaf Bu, kami harus segera melakukan tindakan kepada Pasien," ujar Perawat kemudian membawa masuk Nisa ke dalam ruang IGD dan menutup pintunya.
"Mawar, kenapa dengan Nisa?" tanya Bu Ida.
"Nisa syok ketika melihat Mas Herman dan perempuan gatel itu sedang bermesraan Bu," ujar Mawar dengan menunjuk Neneng.
"Heh Mawar, kamu juga tidak usah sok suci, kamu juga perempuan gatel, bahkan kamu lebih parah dari aku, karena kamu tega merebut Suami Kakak kandung kamu sendiri," ujar Neneng yang tidak terima dengan perkataan Mawar.
Rahman yang melihat Herman, kembali melayangkan tinju, sehingga terjadi baku hantam untuk yang kedua kalinya antara Rahman dan Herman.
Petugas keamanan yang mendengar keributan dari ruang IGD langsung memisahkan Rahman dan Herman.
"Ini Rumah Sakit, bukan arena tinju, kalau kalian masih mau berkelahi, silahkan lanjutkan di luar," ujar salah satu petugas keamanan, sehingga membuat Rahman dan Herman diam.
Bu Ida yang merasa geram terhadap Herman, langsung melayangkan tamparan pada pipinya.
Plak
Satu tamparan keras kini mendarat pada pipi Herman.
"Herman, tega sekali kamu menyakiti Nisa," ujar Bu Ida.
"Bu, dari awal Herman hanya mencintai Neneng, dan Herman terpaksa menikahi Nisa karena dijodohkan. Seharusnya Ibu sadar, mungkin ini adalah karma atas perbuatan Rahman yang sudah menyakiti Laras, dan sekarang Adiknya yang harus menerima hukuman," ujar Herman.
"Tutup mulut kamu Herman, kamu tidak usah membandingkan kamu dengan aku," ujar Rahman.
"Heh Rahman, masih mending aku berselingkuh dengan perempuan yang tidak ada hubungan darah dengan Nisa. Terus apa yang kamu lakukan? bahkan kamu berselingkuh dengan Adik kandung Laras sendiri. Jadi kamu tidak perlu berlagak sok suci, karena pada kenyataannya kamu lebih bejat dibandingkan dengan diriku. Sayang sebaiknya sekarang pulang, ini malam pertama kita, jadi aku tidak mau kalau harus menghabiskan malam di Rumah Sakit," ujar Herman kemudian pergi menggandeng dengan Neneng, sehingga membuat Rahman kembali emosi.
"Sudah Rahman, mungkin perkataan Herman benar, kalau semua yang terjadi dengan Nisa aalah karma dari perbuatan kamu," ujar Bu Ida.
"Bu, kenapa Ibu jadi nyalahin Rahman? Rahman juga tidak rela Nisa diperlakukan seperti itu oleh Herman."
"Sudah Mas, Bu, kalian itu kenapa sih percaya sama yang begituan? gak ada karma di Dunia ini, jadi Mas Rahman dan Ibu tidak perlu takut, yang penting sekarang adalah kesembuhan Bapak dan Nisa. Mas, sebaiknya sekarang kita pulang saja, aku sudah ngantuk," ujar Mawar.
"Mawar, kamu pulang sendiri saja ya, kasihan Ibu kalau ditinggal sendirian, apalagi Ibu harus menjaga Bapak dan Mawar."
"Jadi kamu lebih mementingkan Ibu kamu daripada bayi dalam kandunganku?" ujar Mawar.
"Mawar, seharusnya kamu mengerti aku, dulu saja saat Laras sedang hamil, Laras menemani aku saat Ibu di operasi, bahkan Laras yang merawat Ibu sampai sembuh," ujar Rahman.
Degg
Jantung Bu Ida rasanya berhenti berdetak ketika mengingat Laras yang dulu merawatnya dengan tulus.
Kenapa aku tidak mengingat kebaikan Laras yang dulu selalu tulus merawatku saat aku sakit? tapi aku malah membalas semua kebaikan Laras dengan kejahatan, ucap Bu Ida dalam hati.
"Rahman, sebaiknya kalian pulang saja, Ibu tidak apa-apa menunggu Bapak dan Nisa sendiri, nanti Ibu bisa meminta kepada Perawat supaya Nisa dan Bapak dirawat dalam satu ruangan," ujar Bu Ida.
"Maaf ya Bu, Rahman tidak bisa menemani Ibu, kalau begitu kami pulang dulu," ujar Rahman dengan mencium punggung tangan Ibunya kemudian mengucap salam, sedangkan Mawar terlihat enggan mencium punggung tangan Bu Ida, dan lebih memilih untuk ke luar lebih dulu dari Rumah Sakit.
"Mawar tunggu, kenapa kamu tidak mencium punggung tangan Ibu dulu sebelum pulang? bahkan kamu tidak berpamitan kepada Ibu," ujar Rahman.
"Kenapa sih gitu aja harus diributin Mas? aku sudah ngantuk, sebaiknya sekarang kita pulang," ujar Mawar, dan Rahman selalu mengalah menghadapi sikap egois Mawar.
......................
Keesokan harinya, Laras yang sebelumnya sudah meminta ijin untuk masuk kerja setengah hari karena sudah berniat untuk membesuk Pak Syarif, langsung saja berangkat menuju Rumah Sakit, dan sebelum masuk ke dalam Rumah Sakit, Laras membeli kue dan buah-buahan terlebih dahulu.
Setelah Laras menanyakan kepada petugas Rumah Sakit kamar perawatan Pak Syarif, Laras langsung menuju kamar perawatan Pak Syarif.
"Assalamu'alaikum," ucap Laras dengan mengetuk pintu.
"Wa'alaikumsalam," ucap Bu Ida dan Pak Syarif yang sudah sadar dari pingsannya.
Bu Ida terkejut ketika melihat Laras datang dengan membawa banyak makanan.
Laras mencium punggung tangan Bu Ida dan Pak Syarif, kemudian Laras duduk di samling ranjang perawatan Pak Syarif.
"Pak, bagaimana keadaan Bapak sekarang?" tanya Laras.
"Alhamdulillah Nak, Bapak sudah lebih baik. Bagaimana keadaan Laras dan Daffa?" tanya Pak Syarif.
"Alhamdulillah kalau sudah lebih baik, Alhamdulillah kami juga baik Pak, dan Daffa sekarang sudah bisa merangkak," jawab Laras.
Bu Ida hanya diam, karena Bu Ida merasa malu dengan Laras, apalagi sekarang Laras terlihat semakin cantik.
"Bu, sebaiknya Ibu makan dulu, Ibu pasti belum sempat makan kan? kebetulan tadi Laras beli makanan di depan."
Bu Ida terlihat menangis, kemudian berhambur memeluk Laras.
"Nak, maafin Ibu ya, selama ini Ibu sudah jahat sama Laras, tapi Laras masih saja bersikap baik kepada Ibu, padahal Ibu dan Bapak sudah menjadi mantan Mertua Laras."
"Bu, tidak ada yang namanya mantan Mertua, sampai kapan pun, Ibu dan Bapak tetap akan menjadi orangtua Laras."
"Semoga Laras bisa mendapatkan Suami yang lebih baik dari Anak Ibu ya."
"Laras masih belum memikirkan untuk membangun rumah tangga lagi Bu, karena luka yang ditorehkan oleh Mas Rahman dan Mawar begitu dalam. Jika itu luka fisik mungkin dengan mudah bisa di obati, tapi luka hati ternyata sangat sulit untuk mencari obatnya."
"Nak, atas nama Rahman, Ibu minta maaf yang sebesar-besarnya. Ibu menyesal karena tidak bisa mendidik Anak-anak Ibu dengan baik."
"Sudahlah Bu, sebaiknya kita lupakan kejadian di masalalu, meski pun sampai sekarang Laras masih sulit untuk melupakannya, tapi Laras tidak mau terus-terusan menyimpan kebencian."
Beberapa saat kemudian, Perawat masuk mendorong Nisa yang masih terbaring lemah di atas blangkar setelah melakukan kuret.
"Bu, Nisa kenapa?" tanya Laras.
"Semalam Nisa mengalami keguguran, dan Nisa baru saja selesai melakukan kuret," jawab Bu Ida.
Laras menghampiri Nisa yang saat ini terbaring di atas ranjang pesakitannya.
"Nisa, kamu yang sabar ya, semoga Nisa selalu diberikan kekuatan dan ketabahan dalam menghadapi semua musibah ini," ucap Laras dengan menggenggam tangan Nisa, tapi Nisa hanya diam tanpa mengeluarkan satu patah kata pun, dan airmata Nisa terus saja mengalir membasahi pipinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
himawatidewi satyawira
hbs disetrum ya bu...
2023-10-23
1
himawatidewi satyawira
asnagoo...rahman mmng ubun"nya ada setan bertengger
2023-10-23
1
himawatidewi satyawira
disono perang pake nuklir ma bom..yng ini perang lambe murah
2023-10-23
1