DKS ^ Bab 10

Aize memutuskan untuk ke dokter dan mencari informasi mengenai tes DNA dengan kemungkinan ayah bayi adalah dua orang kembar. Dia tak ingin dibayang-bayangi oleh rasa bersalah karena kata-kata provokasi yang Birru ungkapkan.

Saat bertemu dengan dokter, wajah Aize berubah jadi tegang. Dia merasa tegang dan bingung untuk menceritakan masalahnya pada sang dokter.

Sampai akhirnya, wanita itu pun mulai memberanikan diri untuk bertanya pada dokter untuk menghilangkan rasa penasaran dalam pikirannya. “Dokter, jadi gini ... teman saya suaminya kembar, dia pernah berhubungan dengan kembaran suaminya sekali dan akhirnya dia hamil.”

Dokter masih dengan setia menunggu Aizena selesai bercerita, tapi wanita itu sudah merasakan sesak di dalam dadanya untuk menceritakan apa yang sudah sangat mengganggu pikirannya itu. Aize bahkan berpikir untuk mengurungkan niatnya itu karena takut dengan jawaban yang akan dilontarkan oleh dokter. Akan tetapi, dia sudah terlanjur datang dan tidak mungkin jika pulang begitu saja.

“Lalu? Apa yang terjadi dengan teman Bu Aize itu?” tanya sang dokter yang jadi penasaran dengan cerita Aize itu.

Aize menarik napas dalam-dalam sambil mengumpulkan kekuatan untuk melanjutkan pertanyaan pada dokter asing yang tak pernah menangani kehamilannya itu.

“Teman saya itu merasa ragu. Suaminya itu kembar identik, dia sendiri bingung karena kembaran sang suami juga mengakui anak itu adalah anaknya. Pertanyaan saya, apakah anaknya bisa dilakukan tes DNA dengan suami dan kembarannya itu, Dok?”

Dokter laki-laki itu tampak memejamkan mata sejenak sebelum akhirnya menjelaskan. “Kembar identik itu berasal dari sel telur dan speerma yang sama yang akhirnya membelah diri menjadi dua individu yang berbeda. Karena berasal dari sumber yang sama, kemungkinan besar akan memiliki DNA yang sama dan sulit untuk dibedakan. Kalaupun dilakukan tes DNA, kemungkinan hasilnya akan membingungkan.”

Setelah mendengar penjelasan dokter yang panjang lebar itu, Aize harus pulang dengan rasa kecewa. Sekarang, dia tidak mengerti bagaimana cara membuktikan pada Birru. Dalam kekalutan pikirannya itu, dia tak sadar taksi yang membawanya telah sampai di depan rumah. Sampai akhirnya, sopir taksi harus mengingatkannya untuk segera turun dari mobil.

Beberapa saat setelah Aize pulang, Cakra pun pulang dengan membawa beberapa makanan. Laki-laki tampan yang sebentar lagi akan menjadi ayah itu menghampiri sang istri yang sudah selesai mandi.

“Cantiknya istriku! Wangi banget lagi!” puji Cakra ada sang istri yang memang terlihat sangat cantik.

Aize hanya tersenyum sekilas karena masih memikirkan semua omongan Birru, sampai-sampai wanita itu tidak menyadari kehadiran sang suami di sisinya.

“Kamu sudah pulang, Mas? Bawa apa?” tanya Aize usai melihat kantung plastik berisi makanan yang dibawa oleh suaminya.

“Aku bawa kue kesukaan kamu. Kayaknya akhir-akhir ini kamu kurang makanan manis, Sayang. Aku lihat kamu murung terus. Apa karena kamu udah nggak sabar ketemu jagoan kita?”

Cakra merebahkan tubuhnya yang lelah di pangkuan sang istri. Dengan posisi itu, ia bisa leluasa menciumi perut Aize yang sudah sangat buncit karena usia kehamilan yang semakin matang.

“Tinggal dua minggu lagi kan waktunya, Mas. Aku memang sudah nggak sabar banget buat ketemu anak kita!” balas Aize sembari menikmati kue yang dibelikan oleh sang suami.

“Anak papa nanti kalau lahir jangan bikin susah Mama, ya! Jagoan papa pasti bisa keluar sendiri tanpa nyakitin Mama, ‘kan?”

Aize tersenyum bahagia karena ucapan Cakra itu. Dia merasa perhatian dan kasih sayang Cakra pada anak dalam kandungannya begitu tulus. Pasti ada ikatan spesial yang terjalin antara bayi itu dengan Cakra karena Aize berusaha yakin bahwa Cakra adalah ayah kandung bayinya.