DKS ^ Bab 5

Kehamilan Aize sudah memasuki usia tujuh bulan. Tidak lama lagi dia dan Cakra akan menyambut kelahiran bayi yang selama ini mereka rindukan.

Wanita dengan perut buncit itu mulai menyiapkan segala keperluan bayinya yang menurut hasil USG berjenis kelamin laki-laki. Aize mulai sering bepergian dengan sang suami untuk sekedar melihat-lihat box bayi, stroller, dan juga pernak-pernik bayi yang tampak menggemaskan.

“Lihat, Sayang! Toko ini penuh dengan perlengkapanmu! Kamu mau yang mana aja?” tanya Cakra yang kini sudah berjongkok di hadapan perut Aize. Tangan dan bibirnya bergantian mengusap dan mencium perut buncit yang sesekali membalasnya dengan tendangan cinta.

“Mau yang warna biru, Papa!” jawab Aize yang seolah sedang menyuarakan isi hati bayinya.

“Oke deh, biar Mama yang pilih ya! Kamu diam-diam aja di perut Mama. Jangan banyak gerak dulu, biar Mama nggak capek!” kata Cakra.

Keduanya pun kembali melanjutkan kegiatan belanja. Sesekali Aize memamerkan pakaian bayi yang menggemaskan pada Cakra, dan keduanya pun tampak tertawa membayangkan bayi di kandungan Aize yang memakai kostum lucu itu.

Sementara itu, di kejauhan tampak seorang pemuda dengan pakaian dan penampilan yang sama persis dengan Cakra, memperhatikan pasangan suami istri itu dengan senyum menyeringai.

Sepasang mata elang itu terus mengawasi, hingga akhirnya kesempatan pun datang. Rupanya, Cakra harus menjauh dari Aize untuk melakukan panggilan telepon.

Tepat pada saat Cakra keluar dari toko, Birru memanfaatkan keadaan untuk menemui Aize setelah sekian lama. Wanita itu masih sibuk memilih baju yang begitu lucu untuk calon anak pertamanya.

Birru berdiri tepat di samping Aize dan wanita itu pun menatap bingung. Bukankah tadi suaminya pamit untuk menelepon?

“Nggak jadi nelfon, Mas?” tanya Aize.

Birru memakai semua hal yang dipakai Cakra. Mulai dari minyak rambut, parfum, kemeja, celana, jam tangan, bahkan sepatunya pun sama persis dengan yang dipakai Cakra. Tentu saja Aize tak bisa membedakan laki-laki di hadapannya dengan Cakra, terlebih lagi dia tak pernah tahu kalau Cakra memiliki saudara kembar yang masih hidup.

“Iya, habis ini! Aku tadi lupa bilang. Jaga anak kita baik-baik ya. Jangan terlalu capek!” Laki-laki itu mengusap perut buncit Aize dan tersenyum. Kemudian, dia mengerlingkan mata dan kembali meninggalkan wanita hamil itu.

Aize tentu terheran-heran dengan sikap aneh laki-laki yang menyamar sebagai suaminya. Namun, dia pikir akan menanyakan lagi nanti pada Cakra setelah dia selesai menelepon. Sekarang, wanita itu ingin fokus menikmati sesi belanja perlengkapan bayi yang sangat sayang dilewatkan.

Beberapa waktu berlalu, Cakra sudah kembali dari urusannya dan Aize juga sudah selesai dengan belanjanya. Laki-laki itu segera menemani sang istri yang saat ini tengah mengantre di kasir.

“Sayang, udah selesai pilih-pilih bajunya?” tanya Cakra sembari merangkul pundak Aize dengan mesra.

Bukannya menjawab pertanyaan sang suami, Aize malah menatap Cakra dan balik bertanya, “Kamu tadi ngomong apa sih, Mas?”

Cakra yang tak paham dengan arah pembicaraan Aize pun hanya bisa tersenyum dan menanggapi semampunya. “Ngomong apa sih, Sayang? Yang mana maksudnya?”

“Tadi, sebelum kamu teleponan, Mas. Kamu sampai genit-genit gitu pakai kedip sebelah mata. Aneh,” balas Aize.

“Aku nggak ngomong apa-apa, Sayang. Kamu salah ingat kali!”

Pikiran Aize pun jadi tidak karuan. Kalau tadi bukan Cakra, lalu siapa yang menghampirinya dengan penampilan yang sama persis dengan Cakra? Atau, Cakra memang saat ini sedang sengaja mengerjainya?