Ala mencoba membaca kembali pesan yang masuk itu berusaha untuk menelaah dengan benar. "Ah, aku tidak minta izin saat akan berangkat ke kampus tadi. Apakah itu berdosa? Tapi, dia sendiri tidak pamit padaku?"
Ala mencoba merangkai kata untuk membalas pesan dari sang suami, tetapi ia menghapus kembali isi pesan tersebut. Pada akhirnya, Ala hanya membalas dengan satu kata.
[ Maaf ]
Beberapa detik kemudian, ponselnya kembali berdering. Gelagapan Ala menarik tombol hijau dan menaruh ponsel tersebut di telinganya.
"Assalamualaikum warrahmatullah wabarakatuh ..." ucap pria di ujung panggilan.
"Walaikumsalam," jawab Ala singkat.
"Tadi, saya menghubungimu, tapi panggilan saya tak kau jawab. Apa kau tidak mempelajari tata cara menjadi istri yang baik?"
Ala tertegun mendengar ucapan dari pria yang berstatus sebagai suaminya ini. Bahu yang tadinya masih tegap menerima panggilan tersebut meskipun terusir dari kelas, kini turun dan layu. "Iya, maaf."
"Saya menghubungi Umi-mu. Kata Umi saat ini kamu sudah berangkat ke kampus. Jadi, kamu berangkat kuliah tanpa mengatakan apa pun?"
"Maaf," ucap Ala.
Dari seberang panggilan, terdengar helaan napas panjang. "Ya udah, saya kerja lagi. Assalamualaikum."
"Tapi—?"
Panggilan yang belum usai ditutup begitu saja oleh pria yang di seberang. Ala memasang wajah heran dan bingung. "Walaikumsalam warrahmatullah wabarakatuh." Ia termangu menatap ponsel itu.
Beberapa waktu sibuk dengan pikirannya sendiri, ia kembali menghela napas panjang. "Apakah suami istri itu seperti ini? Tapi, aku lihat Abi dan Umi begitu dekat. Abi selalu berkata lembut kepada Umi. Namun, kenapa Uda Uqi tidak demikian?"
Ala bangkit dari posisinya. Akhirnya ia memilih menuju ruang baca jurusan yang berada tak jauh dari tempat ia duduk.
"Ala?"
Sontak kepala gadis itu menoleh pada suara yang memanggilnya. "Aaah, ya? Uda?" Ala kembali menundukan kepala ketika menyadari siapa yang berada di hadapannya.
Rafatar berjalan mendekat pada Ala. Namun, naluri sebagai istri membuat Ala berjalan mundur beberapa langkah. Kakak kelasnya menyadari hal itu dan menghentikan langkah yang mencoba untuk terus mendekati gadis yang masih menari di dalam hatinya.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Rafatar.
Ala menganggukan kepalanya dengan cepat. "Maaf, kemarin aku tidak bisa banyak bicara dengan Uda."
"Ya, kamu jangan khawatir. Aku paham bagaimana posisimu. Semoga Abi husnul khotimah, dan dilapangkan dalam alam penantiannya."
"Amin Allahuma Amin. Terima kasih untuk doanya, Da." Ala masih menundukan kepala.
"Apa kamu bisa menegakan kepala saat berbicara denganku?" tanya Rafatar sedikit gusar.
"Maaf, Da. Ada apa? Jika tidak ada satu hal penting, sebaiknya kita tidak boleh berbicara terlalu dekat. Aku takut akan ada fitnah yang dijatuhkan kepada kita berdua. Uda tahu sendiri kan? Aku ini baru saja menyandang status sebagai seorang istri?"
Rafatar mengembuskan napas kasar. "Aku tahu kamu hanya terpaksa menjalani pernikahan ini. Namun, jika kamu tidak mencintainya, mungkin almarhum Abi akan mengerti dan membiarkanmu memilih pria yang kamu cinta."
Ala diam beberapa waktu, ia masih menundukan kepala. "Uda, sepertinya aku tidak bisa berbicara terlalu lama dengan Uda. Aku harus masuk ke sana." Ala beranjak meninggalkan Rafatar yang hening menatap kepergian gadis itu dan menghilang di balik pintu bertuliskan RUANG BACA JURUSAN TEKNIK SIPIL.
Tangan Rafatar tergenggam erat. Sirat wajah kecewa tergambar jelas meskipun ia tak berkata. Rafatar akhirnya beranjak meninggalkan tempat itu.
Sementara itu, di dalam ruang baca, Ala membuka kembali materi perkuliahan pagi ini. Ia tak ingin ketinggalan materi perkuliahan, mencoba mempelajarinya sendiri.
Sebuah sentuhan dari seseorang yang baru saja datang mengejutkan Ala. Ia melirik gadis yang ada si sebelahnya.
"Astagfirullah, Wawa? Kamu mengagetkanku saja?" gumam Ala menggelengkan kepala.
"Bagaimana malam pertamamu?" tanya Salwa yang biasa dipanggil Wawa, sahabat Ala yang berada di kelas berbeda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
susi lawati
mampir Thor..
2023-08-17
0