Bab 4

"Dia bilang begitu pada Umi? Tapi, dia tidak mengatakan apa pun padaku," ucap Ala sendu. Ala tak ingin memberikan informasi lebih banyak lagi, memilih bergerak cepat keluar rumah berharap masih bisa menemukan Ustadz Syauqi, suaminya.

Namun, hanya sebuah kekecewaan yang bisa diterima oleh Ala. Tak ada lagi bayangan sang suami maupun kendaraannya yang masih tersisa. "Padahal, kami baru semalam jadi suami istri," gumamnya berjalan masuk ke dalam kamarnya.

"Abi, apa benar dia adalah orang yang dijodohkan dengan Ala? Untuk memandangku saja, dia tak sudi."

Tok

Tok

Tok

"Ala?"

Kepala Ala terangkat menatapi pintu yang sengaja ia kunci. Usai kepergian sang suami tanpa pamit, Ala merasa akan ada banyak hal yang harus ia sembunyikan dari Umi. Apa pun itu.

"Ala?" Suara Umi kembali terdengar dengan nada khawatir.

"Ala mau mandi Um. Ala harus berangkat ke kampus."

Saat mentari telah bertahta pada tempatnya, Ala pun bersiap dengan kunci motor kesayangan milik almarhun Abi. Ia memutuskan untuk memanfaatkan sekaligus menjaga peninggalan sang ayah, sebagai kendaraan pulang pergi kampus.

"La, sarapan dulu?" ucap Umi menyiapkan makanan untuk seluruh anggota keluarga di rumah ini.

"Ala gak lapar, Um. Ala buru-buru. Kemarin Ala sudah bolos. Kalau Ala bolos lagi, Ala takut dosen tidak mau memberikan nilai A+ di lembar hasil studi nanti (LHS). Oh ya, setelah dari kampus, Ala akan mampir di pondok, untuk mengecek keadaan di sana."

"Tidak usah, biar Apak-mu yang mengurusnya.* (Apak \= panggilan untuk saudara kandung laki-laki ayah)

"Tidak apa, Um. Ala juga ingin melihat kondisi di sana."

Ala pun beranjak usai mencium tangan Umi. Namun, Umi kembali mencegat gerakan putri sulungnya ini. Ia menyelipkan selembar uang di dalam tangan sang putri.

"Ah, apa ini Umi?"

"Ini buat jajan di kampus," ucap Umi.

"Ah, jangan Umi. Sekarang Ala sudah menjadi istri dari seseorang. Tak ada lagi kewajiban Umi untuk memberikan Ala nafkah. Lebih baik, uang tersebut Umi berikan kepada Aulia dan Annisa. Mereka pasti membutuhkannya di sekolah."

Umi kembali mendorong uang tersebut ke dalam tangan sang putri. "Ambil lah! Umi khawatir suamimu tidak meninggalkan uang saku untukmu. Bahkan, tadi ia tidak mengatakan apa pun padamu saat ia berangkat kan?"

Tubuh Ala yang tadinya tegap, kini berubah menjadi layu. Ia tidak memungkiri itu semua di dalam hatinya. Namun, sebagai istri tugasnya adalah menutupi rahasia sang suami.

"Tadi Uda Uqi meninggalkan uang untuk Ala kok, Mi." Ala mengeluarkan sejumlah uang dari dalam tas. "Nah, ini Um, uang yang ditinggalkan Uda Uqi tadi."

Umi tampak menghela napas lega. "Syukur lah jika dia memang sudah memberikan kewajiban atas nafkah untukmu."

Ala tersenyum getir tanpa ia sadari air mata mulai menggenang begitu saja pada pelupuk matanya. Dengan cepat Ala beranjak berharap Umi tidak melihat tangisannya.

"Umi, Ala berangkat ya? Assalamualaikum." Ala menyeka air mata dengan cepat dan segera memasang helm menyalakan kendaraan Abi-nya.

Meskipun tak lumrah dipakai oleh seorang wanita, tetapi ia ingin memanfaatkan benda itu, sebuah harley davidson, kebanggaan Abi, yang harus ia jaga dan dirawat.

Almarhum Abi, adalah pimpinan salah satu pondok pesantren yang ada di kota ini. Mau tak mau, Ala juga harus turun tangan untuk mengurus pondok pesantren tersebut, sembari melanjutkan perkuliahan yang tidak ada sangkut pautnya dengan ilmu keguruan.

Meskipun demikian, ia adalah anak tertua dari pemilik pondok pesantren ini. Ia merasa memiliki tanggung jawab atas segala hal yang terjadi, selepas Abi pergi.

Ketika memasuki parkiran di fakultas teknik, tempat ia berkuliah jurusan teknik sipil, semua mata memandang ke arahnya. Seorang gadis kemayu, menggunakan harley yang begitu langka dimiliki oleh orang-orang di kota ini.

"Ala?"

Sebuah suara tak percaya datang dari Rafatar, senior dari jurusan Teknik Mesin yang diam-diam menaruh hati padanya. Namun, kali ini dia harus memendam itu. Karena ia tahu, Ala sudah dimiliki orang lain.

Ala menatap sejenak pada seniornya itu, lalu sekedar menganggukan kepala dan pergi mendahului Rafatar.

Dalam perkuliahan, bersama dosen yang terkenal paling galak seantero jurusan sipil, ponsel Ala yang tergeletak di atas meja berbunyi dengan sangat nyaring. Sehingga, semua mata mahasiswa memandang pada Ala. Ponsel tersebut, tertulis nama 'Uda Syauqi' suaminya.

"Siapa yang masih menyalakan ponsel saat berkuliah dengan saya?"

Ala terpaksa bangkit mengangkat tangan dengan kepala tertunduk. "Maafkan saya, Pak."

Ala terpaksa menolak panggilan dari sang suami dan segera me-non aktifkan benda pipih tersebut.

"Sekarang, Anda keluar! Anda boleh memgikuti perkuliahan hari berikutnya," ucap dosen tersebut dengan nada tegas.

"Ah, Pak? Maafkan saya. Saya berjanji untuk tidak akan mengula—"

"KELUAR!" Sang Dosen tidak memberi kesempatan kepada Ala untuk beralasan.

Akhirnya, Ala tertunduk pasrah. Ia menarik ponsel diikuti semua mata yang menatap punggungnya yang terus bergerak menuju pintu untuk keluar.

Ala menghempaskan tubuhnya pada sebuah bangku panjang, yang tepat berada di luar kelas itu. Ia kembali teringat pada suaminya yang telah menghubunginya.

Ala kembali mengaktifkan ponsel dan tak lama kemudian masuk notif panggilan tak terjawab dan sebuah pesan.

[ Sungguh h4ram bagi seorang istri yang meninggalkan rumah tanpa izin dari suaminya. ]

Terpopuler

Comments

lovely

lovely

dasar ustadz egois🤔

2023-06-04

1

Far~ hidayu❤️😘🇵🇸

Far~ hidayu❤️😘🇵🇸

ustaz apaan ITU..

2023-05-30

1

Lisny Albeer

Lisny Albeer

meski itu semua aturan agama yg harus patuh pada suami,,tapi MMG sepertinya wanitalah yg selalu jadi korban

2023-05-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!