Vita berhambur memeluk Lala dari belakang, menyembunyikan wajahnya di sana. Suara tangis Vita membuat Lala panik, apa yang terjadi dengannya?
Pada akhirnya mereka memilih untuk pulang dan bolos sekolah.
Masih terasa dengan jelas sakitnya karena penolakan ustadz Dafi. Vita berjalan melamun menyusuri setiap koridor sekolah. Entah langkah kaki membawanya kemana, tak punya tujuan. Ucapan ustadz Dafi masih terngiang-ngiang di telinganya.
Kecewa pasti! Tapi bukanlah Vita jika harus mundur sebelum diterima. Ya begitulah cinta membuatnya merasa bodoh, mengejarnya lagi meskipun ditolak. Entah sampai kapan kamus tanpa menyerah itu bertahan.
"Lo ngelamun mulu deh, ngelamunin apa sih?" Tanya Lala yang baru saja masuk kelas entah dari mana.
Enggan rasanya menjawab pertanyaan sahabatnya, tetapi sedetik kemudian, guru datang mengisi jam pelajaran pertama.
Aku menarik laci mencari buku pelajaran sesuai jadwal. Lala mengamatiku sedari tadi.
Suasana hati Vita benar-benar buruk. Bahkan melihat cicak nempel di dinding saja membuatnya emosi.
"Lo masih patah hati ya, Vit?"
"Gimana ya La, ustadz Dafi itu cinta pertama gue, malahan ditolak," jawabnya dengan wajah ditekuk.
"Terus lo nyerah?"
"Ya gak sih, cuma.."
"Perjuangin dong, jangan nyerah! Gue dukung lo," ucap Lala tersenyum memberi sahabatnya semangat.
Mereka saling berpelukan saling menguatkan satu sama lain. Tapi itu tidak berlangsung lama setelah suara membahana Bu Lusi terdengar keras memenuhi ruangan.
"Apa-apaan kalian ini? Sekarang kalian berdua berdiri di depan kelas sampai jam pelajaran saya selesai!"
"Gara-gara lo sih, Vit pake ngedrama segala," gerutu Lala menyalahkan.
"Lo juga ngapain pake peluk-peluk gue."
"Iya, ngapain ya?"
Nasi sudah menjadi bubur, mereka lagi dan lagi harus kena takzir. Lala dan Vita berdiri di depan kelas sampai jam pelajaran Bu Lusi selesai. Sesekali Vita melihat ke arah luar, kali-kali kan lihat ustadz Dafi lewat. Itung-itung jadi penyemangat takziran ini. Sesimpel itulah caraku untuk bahagia. Bahkan melihatnya berjalan lurus tanpa menoleh pun hatiku berbunga-bunga.
****
Keesokan harinya setelah shalat subuh, Vita enggan memejamkan matanya kembali. Pagi buta ini kegiatan yang ia lakukan adalah memaksa ibunya untuk mengajarinya memasak nasi goreng dengan telor ceplok di atasnya.
Tentu saja ibunya itu merasa keheranan, tetapi Bu Rahma tidak ambil pusing, terlebih lagi Vita beralasan bahwa ia sudah dewasa dan saatnya belajar memasak.
Aroma wangi nasi goreng benar-benar menggugah selera. Vita mencicipi nasi goreng buatannya. Setelah dirasa cukup enak dan rasanya pas, Vita memasukannya ke dalam kotak bekal. Dirasa semuanya sudah beres, Vita memutuskan untuk mandi dan berangkat sekolah.
Sesampainya di sekolah, Vita berdiam diri di depan gerbang menunggu seseorang. Sementara Lala sengaja menunggu dari kejauhan.
Tak lama kemudian target Vita pun muncul.
"Assalamualaikum, ustadz."
"Waalaikumsalam, kamu.."
"Kenapa tadz, saya cantik ya? Ibu saya juga bilang gitu tadz."
Tatapannya mulai tak bersahabat, sepertinya ustadz Dafi mulai geram dan hendak melangkah pergi. Dengan cepat Vita memberikan bekal sarapan yang sudah ia buat subuh tadi. Penuh perjuangan dan cinta, nasi goreng ala Vita kini sudah berada di tangan ustadz kesayangannya.
"Ini apa?"
"Kotak bekal, tadz."
"Saya tau, maksudnya buat apa?"
"Buat ustadz. Saya tau ustadz pasti belom sarapan kan?"
Ustadz Dafi berlalu pergi dengan menenteng kotak bekal di tangannya. Sengaja Vita tidak mengejarnya, cukup untuk usahanya hari ini. Besok akan kupikirkan ide baru, pikirnya. Vita melihat ke arah Lala yang memperhatikannya, memberikan acungan jempol membuat Vita mengangguk terharu.
Vita menuju kelas dengan senyum bahagia setelah melihat pemberiannya diterima dengan baik oleh ustadz Dafi. Dengan begitu ia lebih bersemangat untuk belajar, terlebih lagi hari ini pelajaran olahraga, sudah pasti semua murid berkumpul di lapangan.
Pak Burhan sebagai guru olahraga memasuki kelas sebelum memerintahkan seluruh siswi untuk terjun ke lapangan. Seluruh siswi duduk dengan tenang mengingat Pak Burhan adalah guru yang paling ditakuti di sekolah. Namun berbeda dengan Vita, ia justru tertarik dengan kotak bekal yang Pak Burhan bawa. Vita menyenggol lengan Lala dan memintanya untuk melihat sesuatu di tangan Pak Burhan.
"Mirip doang kali, Vit."
"Mungkin."
Vita dan Lala sengaja menunggu teman-teman sekelasnya untuk keluar lebih dulu, termasuk juga Pak Burhan. Dengan tujuan ia ingin memastikan kotak bekal yang tergeletak di atas meja yang sempat Pak Burhan bawa. Setelah semuanya keluar terkecuali Vita dan Lala, mereka buru-buru mendekat dan memastikan kotak bekal berwarna biru itu. Terpampang jelas kotak bekal yang sangat mirip dengan yang Vita berikan pada ustadz Dafi tadi. Untuk lebih memastikan, Vita membuka dan melihat isi di dalamnya.
"Bukan mirip lagi La, emang bener punya gue."
"Tapi kok bisa sama Pak Burhan ya?" Tanya Lala membuat mereka saling berpandangan.
"Ngapain kalian masih di dalam? Cepat keluar!" Suara pak Burhan yang mengejutkan membuat Vita segera menarik tangan Lala, tak lupa ia juga membawa kotak bekal miliknya.
Berlari kecil di lapangan dan melakukan gerakan pemanasan, namun sorot mata Vita selalu tertuju pada ruang guru. Tujuannya cuma satu, meminta klarifikasi kepada ustadz Dafi untuk kotak bekal yang sudah ia berikan padanya. Kenapa kotak bekalku bisa ada sama pak Burhan?
"Ustadz Dafi harus jelasin ini, La. Gue gak bisa diem aja kayak gini."
"Lo bener, Vit. Enak aja main kasih ke orang gitu aja, coba kalo ngasihnya ke gue, kan gue gak nolak."
"Gundulmu!"
Lala terkikik geli. Satu jam berolahraga, kini saatnya mereka berganti seragam putih abu-abu. Laper sih sebenernya, tapi bagaimana nasib kotak bekalku?
Lala terus merengek meminta untuk segera ke kantin. Setelahnya baru mereka memikirkan untuk meminta penjelasan kepada ustadz Dafi. Namun saat mereka memasuki kantin, ustadz Dafi justru berjalan keluar dengan segelas kopi di tangannya. Pesonanya ituloh yang buat Vita sampai tak bergeming hingga membuatnya susah bergerak. Beruntung Lala menyadarkannya dengan menyenggol lengan Vita.
"Ustadz!" Vita mengejar ustadz Dafi yang berjalan melewatinya.
"Ada apa lagi?" Ketusnya.
"Ustadz, kenapa kotak bekal yang saya kasih ada sama Pak Burhan?" Tanya Vita sedikit ngos-ngosan.
"Bukannya sudah anty kasih ke saya? Jadi terserah saya mau kasih ke siapa."
Lala yang mendengarnya pun langsung menarik tangan sahabatnya kemudian berbisik,"Bener juga Vit, kan udah jadi hak dia."
Vita masih tak terima dengan apa yang dilakukan ustadz Dafi. Ia bersusah payah membuatkan nasi goreng dengan memaksa sang Ibu untuk mengajarinya. Tetapi yang didapat tidak ada penghargaan ataupun sekedar rasa berterimakasih. Itu untukmu, ustadz, bukan orang lain!
"Tapi gak gitu dong ustadz, harusnya ustadz makan sendiri. Itu namanya ustadz gak menghargai pemberian orang lain bisa dibilang juga nolak rezeky."
Panjang kali lebar Vita memprotes ustadz Dafi untuk sebuah bekal makanan pemberiannya. Namun sang empu hanya diam dengan ekspresi datarnya bahkan tidak ada wajah rasa bersalah sedikitpun.
"Ustadz kalo ada yang ngomong itu tatap wajahnya, bukan malah nunduk," protes Vita lagi.
"Sudah protesnya?"
Vita mengangguk.
"Kalau gitu saya permisi." Ustadz Dafi melenggang pergi begitu saja membuat Vita menatap sedih.
"Dia orang apa bukan sih, La?"
"Ya iyalah masa hantu," jawab Lala sekenanya sambil menarik tangan Vita untuk memasuki kantin.
Antara terkejut dan kecewa, Vita merasa lemas semua usahanya lagi-lagi bernilai nol. Kenapa cintamu susah di dapet sih, ustadz? Tenggorokannya terasa kering membutuhkan penyegaran yang bisa menghilangkan dahaganya. Langsung saja Vita meraih wadah yang berisi air di atas meja dan meminumnya. Pelampiasan ini tidak sebanding dengan apa yang ustadz Dafi lakukan hingga membuat sebuah hati tersayat.
"Eh, dudul, lo minum apa tadi?" Lala menyodorkan es jeruk yang baru saja di pesannya. Vita terkejut dan lebih tepatnya ia baru tersadar akan sesuatu. Matanya tertuju sebuah wadah aluminium di atas meja yang isinya sudah habis. Mereka berdua saling berpandangan.
"Kobokan!"
❣️TBC❣️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Maulana ya_Rohman
kan gak konsen....😂😂😂😂😂😂
2023-05-03
0