Empat hari Vita harus merasakan kebosanan di rumah karena sakitnya. Sekarang kondisinya lumayan membaik bahkan bintik-bintik merah di tangannya sudah mulai pudar. Namun sampai hari ini ustadz Dafi belum juga datang menjenguk, padahal ia sudah janji pada Lala untuk menjenguk sahabatnya.
Baru selangkah ingin memasuki kamarnya, suara gedor-gedor pintu membuat Vita mengurungkan niatnya dan segera melihat siapa yang datang.
"Eh.."
Vita sedikit terkejut sekaligus heran melihat Lala datang dengan nafas ngos-ngosan. Lala berjalan menuju dapur dan menegak segelas air.
"Abis dikejar apa?" Tanya Vita penasaran. Ia hendak melihat keluar mencari tau apa yang membuat sahabatnya berlarian. Dengan cepat Lala menarik tangan Vita dan memintanya untuk segera masuk ke dalam kamar.
"Apaan sih La, ada apa coba?"
"Buruan ganti baju, ustadz Dafi sama bu Yasmin mau jenguk lo, Vit. Buruan!"
"Hah?"
"Gak usah hah heh hoh, buruan Vita, mereka udah di depan rumah lo." Ucap Lala setelah melihat kedatangan ustadz Dafi dari balik gorden kamar.
"Gue pake apa, La?"
"Lo ngapain pake gaun, bukan mau kepesta. Ya elah," Lala beranjak dari duduknya mengacak semua isi lemari pakaian milik Vita.
"Lo pake ini!" Lala menunjukan gamis berwarna rosegold yang menjadi warna favorit sahabatnya.
"Gamis, La?"
"Ah lo banyak bacot, buruan!"
Tidak banyak membantah, Vita segera mengganti pakaiannya dengan gamis pilihan Lala. Terdengar di luar kamar Ibu Rahma menyambut kedatangan ustadz Dafi dan Bu Yasmin, hanya mereka yang belum datang menjenguk Vita.
Vita keluar kamar dengan hati yang sumringah melihat ustadz pujaan hatinya datang menjenguk. Ah, kalo gini kan ogah sakit lama-lama.
Bu Yasmin tampak tersenyum ramah, namun tidak dengan ustadz Dafi yang hanya diam seolah menjadi penyimak perbincangan kami.
"Cepet sembuh ya, Vit!" Ucap bu Yasmin berpamitan pulang.
Vita mengangguk tersenyum, namun ia sedikit heran dengan ustadz Dafi.
Apa-apaan ini, ustadz Dafi malah berpamitan dengan Ibu. Yang sakit aku, ustadz, bukan Ibu!
Sontak saja Vita berlari mengejar ustadz Dafi yang baru saja melangkah pergi.
"Ustadz!"
Sang pemilik nama menghentikan langkah berbalik badan menatap seseorang yang memanggilnya.
"Tunggu ustadz! Vita belom salim," Vita menarik paksa tangan ustadz Dafi lalu di ciumnya.
Ustadz Dafi terkejut dan reflek menarik kembali tangannya dengan cepat."Astagfirullah, maaf saya pergi dulu, semoga anty cepet sembuh," ucapnya kemudian melangkah pergi dengan terburu-buru.
Lala menghampiri sahabatnya yang bertingkah konyol.
"Lo gila, Vit berani banget maen tarik tangan ustadz. Ustadz Dafi itukan laki-laki masih muda pula."
"Lah terus kenapa, lo aja cium tangan Ayah gue biasa aja tuh. Lo cemburu?"
Cletak..
Lala menonyor dahi Vita, sang empu mengelusnya pelan merasakan sentilan sahabatnya.
"Eh, kadal busuk, kira-kira dong kalo ngomong. Lo paham gak sih, Vit maksud gue apa?" Vita menggeleng dengan cepat.
Lala menghembuskan nafasnya sebelum ia melanjutkan kembali kalimatnya.
"Lo sama ustadz Dafi belum mahram, cowok kayak ustadz Dafi mana mau deket-deket sama cewek apa lagi nyentuh-nyentuh gitu." Barulah Vita mengangguk paham apa yang dimaksud dari ucapan Lala memang ada benarnya.
*****
Jam yang paling Vita tunggu adalah waktu pelajaran pertama, mengingat hari ini mapel bahasa arab yang akan mereka pelajari di jam pertama masuk. Bukan tentang pelajarannya, tetapi tentang siapa yang mengajarnya.
Sudah sangat sabar menunggu ia ingin segera menanyakan jawaban tentang kalimatnya waktu itu kepada ustadz Dafi. Untuk hari ini tidak ada kata menunggu ataupun gagal, aku harus memperjelas jawaban ustadz Dafi sekarang juga!
Sosok yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul. Vita memperhatikannya tanpa berkedip dari ia melangkah masuk sampai meletakan buku diktatnya di atas meja.
Menatap wajahnya yang penuh dengan kesejukan membuat Vita betah berlama-lama mengamati indahnya ciptaan Tuhan. Senyum-senyum sendiri, hingga sampai pada akhirnya suara yang selalu ia rindukan itu terdengar.
"Bisa tolong hapus papan tulis?!"
Seperkian menit kemudian,"Sudah Ustadz."
Posisi ustadz Dafi yang tengah fokus akan buku diktatnya membuat ia tak menoleh dan tidak mengetahui siapa yang bersedia menghapus papan tulis sesuai perintahnya.
Mendengar suara yang tak asing di telinganya, Ustadz Dafi menoleh,"Kenapa anty masuk sekolah, bukannya masih sakit?"
"Udah sembuh kok, Ustadz. Kan ustadz yang nyembuhin saya kemarin," ucap Vita tersenyum nakal kemudian kembali ke tempat duduknya tanpa perduli tatapan ustadz Dafi yang seperti elang siap menerkam mangsanya.
Jam pelajaran pertama sudah berlalu, bahkan sebentar lagi bel istirahat akan berkumandang.
Lala mengajak Vita untuk pergi ke kantin mengingat perutnya sudah sangat lapar.
"Pelan-pelan ogeb, ntar keselek," ucap Lala yang melihat Vita makan terburu-buru.
"Gue harus memperjelas jawaban ustadz Dafi, La," jawabnya membuat Lala mengangguk.
"Lo tunggu di sini ya! Tunggu gue balik lagi, oke?"
"Semangat Vit, gue dukung lo!" Vita mengacungkan dua jempolnya kemudian melangkah pergi meninggalkan kantin.
Kesana-kemari Vita mencari keberadaan ustadz Dafi, namun setelah hampir sepuluh menit ia baru mengetahuinya kalau ustadz Dafi tengah berada di perpustakaan.
Dengan langkah cepat Vita menghampiri guru kesayangannya demi sebuah jawaban yang selalu ia tunggu.
Sesosok ustadz tampan itu tengah mencari sesuatu di rak-rak yang penuh tumpukan buku.
"Assalammualikum, kesayangan," ucapnya tersenyum.
"Astagfirullah."
"Salah ustadz, harusnya waalaikumsalam bukan astagfirullah," cebik Vita membenarkan.
"Maaf, saya terkejut. Ada apa?"
"Ustadz sudah punya jawabannya belom, aku nungguin tauk."
"Jawaban? Jawaban apa?"
"Ituloh kalimat anaa uhibbuka."
Ustadz Dafi kali ini menghentikan kegiatannya yang tengah mencari sebuah buku. Sejak kedatangan Vita menemuinya, ia tidak terlalu fokus dengan pertanyaanya. Sekarang, ia menatap fokus perempuan berseragam abu-abu yang tak lain adalah muridnya sendiri.
"Anty itu adalah murid saya, dan saya adalah guru anty. Gak baik seorang murid mengejar gurunya hanya karena rasa kagum. Perjalanan anty masih panjang, sekolah yang pinter dulu ya!"
"Apa ustadz akan terima kalau saya udah pinter?"
Ustadz Dafi menggeleng,"Belum saatnya siswi seumuran anty memikirkan tentang hati."
"Jadi ustadz nolak pacaran sama saya?"
"Pantang bagi saya untuk berpacaran, dalam islam berpacaran juga dilarang, hanya ta'aruf yang diperbolehkan."
"Ya udah kalo gitu kita ta'arufan, gimana?'
Lagi-lagi ustadz Dafi menggeleng sebagai jawabannya. Hati ini rasanya ngilu, ditolak itu ternyata menyakitkan ya? Sebisa mungkin Vita kuat menahan semburat cairan bening yang sudah menggenang di pelupuk matanya.
Vita berjalan mundur, kata orang, gak baik berpisah dengan berjalan memunggunginya. Pasti salah satunya akan merasakan terluka.
"Besok saya akan dateng lagi buat nanya sama ustadz apakah saya sudah pantas atau belum. Jangan berpaling dari saya ya ustadz, saya siap menunggu! Menunggu ustadz buat terima cinta saya!" Ucapnya sambil berjalan mundur.
Setelah keluar dari perpustakaan, Vita berlari menemui Lala yang sejak tadi ia tinggalkan di kantin.
Bruk..
❣️TBC❣️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Maulana ya_Rohman
kok blm up lagi thor....🤔🤔🤔🤔
2023-05-02
0
Maulana ya_Rohman
jadi ikutan mewek😭😭😭😭😭😭😭😭😭
rasa kagum tapi. tak bisa mengungkapkan itu rasanya sakit banget.... 🤧😭😭😭😭
2023-05-01
0