Lanjut ini bab terakhir untuk hari ini ya bestie.
Azzam sudah sampai ke tempat dimana rekan kerja nya yang berasal dari Amerika itu sudah menunggu.
Laki-laki itu dengan gagah memasuki sebuah restoran mewah se orang diri tidak ada asisten yang mendampingi nya.
Beberapa pelayan yang melihat nya langsung menyambut nya dengan sopan.
"Tuan Azzam Al Fahrizal, anda sudah di tunggu oleh tuan Alden Pratama di ruangan yang sebelah sana." Ucap salah atu pelayan.
"Mari tuan ikuti saya, " Imbuh nya.
Azzam hanya mengaguk kan kepala nya.
Pelayan tersebut langsung mengantarkan Azzam ke ruangan privat room yang sudah di pesankan papa Teo sebelumnya.
Restoran bergaya Eropa tersebut menjadi pilihannya karena mempunyai tempat yang ramah dan juga makanan disana sangatlah enak.
Cocok untuk Alden yang baru beberapa Minggu pindah ke Indonesia.
Alden Pratama, adalah pemilik perusahaan Pratama group, perusahaan terbesar di Amerika.
Kembali nya ia ke Indonesia untuk mengembangkan anak cabang dan juga untuk memantau beberapa proyek yang sudah di rencanakan dengan sahabatnya yaitu Teo Al Fahrizal.
"Kau terlihat lebih muda di bandingkan di dalam majalah, tuan Azzam Al Fahrizal" Puji Alden setelah anak dari sahabat nya itu datang.
Alden begitu senang akhirnya bisa bertemu dengan anak dari sahabatnya itu.
"Anda terlalu berlebihan tuan. Panggil saja Azzam, berlebihan rasanya jika tuan memanggil saya seperti itu" tolak halus Azzam karena ia tak suka jika orang yang di depan nya ini memanggil nya dengan sebutan tuan entah kenapa tapi Azzam juga tak tau.
"Oke baiklah, kalau begitu mari kita buang bahasa formal yang sering digunakan dalam sebuah pertemuan penting." Putus Alden.
"Haha tentu saja."
"Wah, Teo benar-benar berhasil mendidik mu menjadi sepertinya." Puji Alden lagi.
Pria itu begitu kagum pada sosok Azzam yang sangat sopan dan juga hebat dalam berbisnis di usianya yang masih sangat muda.
Beberapa kali Alden meminta bekerja sama dengan perusahaan Azzam saat dulu, namun ia sempat gagal.
Sampai akhirnya ia mengetahui jika Azzam adalah anak dari sahabatnya, Alden langsung menghubungi Teo dan meminta bekerja sama dengan perusahaan mereka.
"Berkat kesabaran papa, aku bisa seperti ini" jawab Azzam
Kedua nya tertawa.
Azzam mengingat kembali saat diri nya dipaksa mengurus perusahan saat dirinya masih duduk dibangku SMA.
Saat itu ia masih berumur 17 tahun, ia yang lebih suka kesenian dipaksa mempelajari dunia berbisnis oleh papa nya.
Sampai akhirnya saat Azzam kuliah, dia sudah bisa memimpin perusahaan yang di percayakan Teo kepadanya.
"Kau sangat mirip dengan Teo, beda nya kau lebih kalem sedangkan dia bobrok"
Alden terkekeh pelan, dan Azzam hanya tersenyum kecil karena memang itu kenyataan nya.
Meskipun sang papa sangat tegas tapi jiwa tengil nya selalu muncul.
"Oke baiklah, mari kita mulai," ucap Alden.
"Baik."
Hampir 2 jam keduanya membahas proyek tersebut. Proyek yang bertujuan untuk mempercepat kemajuan pada sektor properti Indonesia dengan membangun nya sebuah kawasan elite untuk memaksimalkan penataan konsep pemukiman, bisnis, peradangan serta rekreasi.
Akhirnya selesai juga, Alden begitu berharap proyek besar ini bisa berjalan dengan keinginan nya.
Begitu juga dengan Azzam, pria itupun berharap hal yang sama.
"Saya akan memastikan jika semuanya berjalan dengan semestinya, tuan," ucap Azzam.
"Panggil om saja nak," pinta Alden.
"Baik lah, om."
Setelah menandatangani semua berkas-berkas kerja sama, sebelum pulang Alden mengajak Azzam untuk makan terlebih dahulu.
Alden juga banyak bertanya, bagaimana Azzam bisa membangun perusahaan nya sendiri tanpa embel-embel menggunakan nama Teo dibelakangnya.
"Jika saya menceritakannya, cerita ini tidak akan selesai dalam waktu seminggu om," jawab Azam.
"Haha, oke baiklah! Om akan menanyakannya saja kepada Teo, bagaimana dia mendidik mu sampai sesukses sekarang."
"Benarkah usiamu 25 tahun?"
"Benar om."
"Wow! Masih sangat muda sekali rupanya dan kamu sudah berhasil membuat perusahaan mu menjadi perusahaan sebesar ini? Bahkan kamu juga sudah 7 kali berturut-turut meraih penghargaan sebagai CEO of the year, amazing!" Alden begitu bangga atas semua prestasi yang telah Azzam capai di usianya yang masih sangat muda tersebut.
"Om sangat berlebihan sekali," jawab Azzam.
"Tidak. Ini adalah kejujuran nak, kau sangat keren sekali. Andai anak om laki-laki, om juga akan mendidiknya sama seperti Teo mendidik mu."
"Terima kasih om. Tetapi jika om mau mendengar kan usul saya, sebaiknya om tidak memaksakan kehendak om kepada anak om nanti, biarkan mereka memilih jalannya masing-masing. Sebagai orangtua, om hanya perlu mendukungnya saja."
"Benar! Kau benar sekali Azzam. Om semakin bangga kepadamu. Tetapi tidak ada salah nya kan jika om berharap. Sejujurnya om ingin sekali kamu menjadi menantu om tetapi sayangnya anak om masih sekolah.''
"Wah sayang sekali ya om ternyata masih sekolah," ucap Azzam berpura-pura menyayangkan padahal dalam hati nya bersorak bahagia.
"Tetapi kalau kamu bersedia, kamu bisa menunggunya sampai lulus nanti," ucap Alden.
TIDAK!
TIDAK!
TIDAK!
Azzam tidak mau sampai itu terjadi.
"Haha, om bisa saja. Siapa tahu putri om ingin berkuliah dulu-"
"Bisa om atur. Dunia perkuliahan tidak melarang mahasiswanya sudah menikah."
Disela-sela obrolan mereka, tiba-tiba saja ada panggilan telpon masuk dari ponsel Alden. Pria itu sedikit menjauh setelah meminta ijin kepada Azzam untuk mengangkatnya.
"Hello gadis kecilku. Kenapa, apa kau merindukan Daddy?"
"Iya Daddy minta maaf. Daddy akan pulang sekarang."
"Ya, nanti Daddy bawakan. Daddy tutup dulu telponnya ya."
"Love you."
Bukannya tidak sopan, tetapi Azzam sedikit mendengar obrolan diantara mereka.
Dan Azzam yakin jika yang menelpon itu adalah putrinya.
"Bye sayang."
Setelah sambungan telponnya terputus, Alden duduk kembali dan segera membereskan berkas-berkas nya.
"Maaf ya nak Azzam, sepertinya om harus segera pulang."
"Iya, tidak apa-apa om. Lain kali saya akan mengundang om untuk makan malam bersama orang tua saya."
"Dengan senang hati. Nanti om kenalkan dengan putri om, siapa tahu kau menyukainya."
TIDAK! Batin Azzam
Cahaya sore yang masuk melalui jendela begitu terasa hangat menerpa wajah.
Gadis cantik itu menggeliatkan badannya setelah tidur siang.
Rencana akan mengerjakan tugas pun nyatanya gagal, rasa kantuk pada matanya tidak bisa tertahan lagi.
la menyimpan ponselnya pada meja yang terdapat di samping tempat tidurnya, lalu mulai beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
"Mandi dulu deh sebelum Daddy pulang."
Aleta berjalan menuju kamar mandi, badannya butuh berendam agar kembali segar setelah tidur siang yang lumayan lama tadi.
Ia mengingat kembali tugas-tugasnya yang masih terbengkalai, buku-buku pelajaran yang seharusnya dipelajari tadi berserakan diatas kasur.
Aduh! Bagaimana jika hari ini tidak selesai, pasti guru menyebalkan itu akan menambah hukumannya lagi.
Ah bodo-amat! Yang penting sekarang Kiera butuh berendam.
Akan kah Aleta berhasil mengerjakan nya atau tidak tunggu di ban selanjutnya ya bestie.
Jangn lupa tinggalkan jejek bestie.
Like koment and vote.
Terima kasih bestie.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Eridha Dewi
lanjut thor
2023-05-02
1