Ratara hanya berdiri diam menatap gadis aneh yang merunduk di depannya itu. Tiba saja selembar kertas yang dianggap alat pembayaran, iyap uang seratus ribu dijatuhkan Ratara ke tanah di sisi Akira. Lalu dengan santai pemuda itu pergi dari sana.
Menemukan dirinya dianggap hina, sel-sel dalam tubuh Akira memberontak.
"Gua bukan pengemis!" Teriak gadis yang mengenakan topi dan kaca mata hitam itu penuh amarah, tubuhnya pun langsung sontak berdiri menatap oknum yang langkahnya terhenti mendengar teriakan Akira.
Ratara kembali membalikkan tubuhnya melirik gadis itu, di sisi lain Akira pun kembali menundukkan wajahnya agar tidak dikenali, seolah menyesal karena tak bisa menahan emosinya barusan.
"Sorry! Loe agak mirip soalnya! (pengemis) Dengan pakaian begitu, trus duduk di bawah lagi padahal ada bangku di samping loe!" Sahut pemuda itu santai dengan ekspresi datar lalu melanjutkan kalimatnya,
"Buat loe aja duitnya, makanan loe jatuh barusan, beli lagi aja!" Ratara pergi begitu saja setelah menyelesaikan kalimatnya.
Akira melirik seragam training yang ia kenakan lalu menghela berat dan berkata, "Pantesan! Rupanya baju sama celana gua nggak matching! Kok bisa gua salah pakek celana sih?" Akira menggerutu lalu meletakkan kedua tangannya di atas kepala yang dilapisi topi itu dan kepalanya kembali menunduk.
Gadis itu mengistirahatkan tubuhnya di atas kursi taman di samping pohon itu.
"Gua seburuk itu ya? Sampe dikira pengemis?" Lalu Akira melirik sendu uang yang dijatuhkan ratara tadi di atas rumput belum ia ambil.
"Nyebelin banget sih! Gua menyedihkan! Harusnya gua biarin aja tuh duit di situ, tapi bisa-bisanya gua kepikiran tuh duit bisa buat hemat uang jajan lima hari!" Ucap Akira lalu ia bangkit perlahan dari duduknya, melirik kanan kiri dan dengan cepat mengambil uang itu lalu pulang seolah tak terjadi apa-apa.
***
Keesokan harinya di jam istirahat, Akira hanya duduk sendirian di bangkunya sedari pagi tak bergeming. Tatapnya sendu dengan punggung yang tampak kesepian itu. Bagaimana tidak? Gadis itu sangat merasa bersalah atas kejadian yang menimpa Erika, hal itu juga yang membuat gadis cantik itu tidak masuk sekolah hari ini.
Di sisi lain, ada seorang pemuda yang melirik gadis sendu itu, lalu tersenyum sinis selama dua detik dan memalingkan wajahnya tepat setelah menurunkan seni bibirnya itu dan kembali berwajah datar. Namun, seseorang menangkap basah dirinya.
"Ratara loe senyum kenapa? Ada yang lucu kah?" Tanya sang ketua kelas tampan bernama Ryan itu lalu melirik-lirik ke arah sorot mata Ratara tadi.
"Nggak ada apa-apa kok!" Ryan kembali menatap Ratara namun ia sedikit menaruh rasa curiga.
"Akir Akira! Loe dipanggil kepsek tuh! Cepetan ke kantor guru!" Ucap Ayna yang baru masuk kelas sehabis dari kantin.
"Yang bener loe? Duh mampus gua!" Tanya Akira dengan alis tertaut lalu mengusap rambutnya ke belakang, dan Ayna hanya mengangguk pelan lalu mengepalkan tangannya mengangkatnya ke depan Akira untuk menyemangati gadis itu.
...
"... Karna kamu udah merusak properti sekolah, saya terpaksa harus memberi denda ataupun hukuman untukmu! Berhubung Erika sebagai saksi masih dalam kondisi kurang baik, saya punya seorang saksi lagi jadi saya akan tanya dia!" Ucap bapak Kepala sekolah pada Akira yang berdiri di depan sambil menundukkan kepalanya.
Ryan juga mendengarnya karena baru saja masuk ke kantor guru untuk menyerahkan buku latihan yang telah dikumpulkan dari kelasnya.
"Saksi dua masuk!" Perintah Kepala sekolah, dimana seorang pemuda tampan lainnya masuk ke kantor guru dengan santai, iyap Ratara.
"Menurut kamu siapa yang salah atas kejadian kemarin?" Tanya pria paruh baya berjabatan itu pada Ratara.
"Menurut saya... dia yang salah! (Mengacungkan jari telunjuknya ke arah Akira) Seharusnya ketika melihat atap laboratorium yang rusak, dia harus melaporkannya pada guru bukannya malah ceroboh dan menyebabkan adanya korban, iya kan pak?" Jawab Ratara tanpa menatap gadis tertuduh itu sekalipun.
"Iya Ratara ada benarnya! Jadi gimana menurut kamu Akira?" Tanya Kepala sekolah.
"Iya pak saya yang salah!" Ucap gadis itu pasrah, "apapun pembelaan gua nggak akan ada artinya, karna bagaimanapun aku hanya seorang figuran," pikir Akira.
"Kalo gitu saya akan hubungi ibumu dulu untuk..." kalimat itu dihentikan Akira.
"Jangan pak! Tolong jangan hubungi ibu saya, bapak hukum atau denda apa saja saya! Saya akan terima tapi jangan hubungi ibu saya ya pak!" Bola mata gadis itu berkaca sembari menatap pria paruh baya di depannya.
"Hmmm... kalo gitu kamu diskors selama dua minggu! Jadiin kejadian itu sebagai pembelajaran, dan jangan lupa mengejar ketertinggalan pelajaran ketika kamu kemvali sekolah 14 hari ke depan! Sekarang kamu boleh pulang!" Ucap bapak kepala sekolah lalu masuk ke ruangannya.
Ratara pun ikut keluar begitupun Ryan yang jadi merasa bersalah setelah mendengar nasib gadis itu.
"Akira loe..." kalimat Ryan yang menghampiri Akira langsung usai saat Akira langsung menyaut.
"Gua okey kok!" Gadis itu memaksakan senyum di bibirnya saat tatapnya seolah berkata sebaliknya, lalu gadis itu keluar dari sana.
***
Keesokan harinya, cahaya matahari merambat melalui ruang kecil dari jendelanya, saat suara teriakan ibunya samar-samar masuk ke lubang telinganya. Berbeda dari biasanya, pagi ini Akira sudah terjaga namun hanya saja tetap terbaring dan larut dalam pikirannya.
"Gimana caranya kasih tau mamah ya? Duh pasti mama marah banget kalo tau gua diskors! Trus gua harus gimana dong? Apa gua pura-pura ke sekolah aja? Tapi... ntar gua harus ke mana? Kalo keliling pakek seragam sekolah pasti di kirain bolos sama orang-orang, aaahh... gua punya ide!" Batin gadis itu setelah berpikir panjang, akhirnya ia bangkit dari tempat tidurnya dan bersiap-siap.
Miranda berkali-kali memanggil Akira agar anaknya terbangun, namun tak sekalipun gadis itu menjawab. Saat ini wanita paruh paya itu berdiri tepat di depan daun pintu kamar Akira. Tak disangka pintu itu terbuka tanpa ia sentuh, Akira sudah lengkap dengan seragam sekolahnya.
Bola mata Miranda membulat dengan mulut yang sedikit terbuka, ia tidak menduga anaknya akan siap sepagi ini, tak seperti biasanya yang selalu kesiangan.
"Udah! Udah siap! Mamah nggak perlu teriak-teriak gitu!" Ucap Akira dengan agak cemberut. Gadis itu kembali ke dalam kamarnya untuk mengambil topi dan kaca mata hitamnya, lalu keluar dari kamar langsung menuju pintu depan rumahnya.
"Nggak sarapan dulu? Yang lain udah di meja tuh!" Ucap Miranda pada anaknya itu.
"Nggak usah! Udah biasa kelaparan juga! Pergi dulu ya mah!" Sahut Akira setelah mengikat tali sepatunya, lalu pergi begitu saja.
Ia menyusuri jalan dengan kakinya, setelah sepuluh menit ia sampai ke taman daerah rumahnya. Persis tempat sebelumnya, di bawah pohon itu ia langsung membaringkan tubuhnya di kursi panjang taman itu.
Tak lupa ia memakai topi dan kaca mata hitamnya sebagai penyamaran.
"Kalo di sini gua aman! Nggak ada yang akan ke sini pagi-pagi, dan gua bisa lanjutin tidur yang tertunda tadi!" Ucap gadis itu pada dirinya.
"Lebih pas lagi kalo gua bawa masker tadi! Eh tapi gua punya...!" Akira mengeluarkan satu buku dari tas-nya lalu menjadikan tas-nya sebagai bantal.
"Gua bisa tutupin muka pakek ini nih! (Buku)"
Di sisi lain dari dalam mobil, seseorang mendapati gadis yang pernah ia lihat di taman itu. Walau pohon tempat Akira tidur agak jauh dari jalan, namun masih terlihat jika memperhatikan area taman saat melewatinya.
"Tuh cewe... kayaknya gua kenal." Suara seorang pemuda terdengar berat.
"Cewe yang mana tuan Ratara? Apa perlu kita berhenti dulu?" Tanya pria lain yang sedang menyetirkan mobil itu.
.
.
.
Tbc
Halo Readers, terimakasih banyak sudah mampir di lapaknya BoMy, semoga suka yaa..
Oya, Kalo ada salah typing alias typo, tolong di komen ya, biar Author perbaiki.
Happy reading guys!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
N'Dön Jùañ Shakespeare
kasihan Akira, Ratara jahat apa tujuannya coba buat si Akira diskors? padahal Ratara udah tau sejak awal kalau atapnya rusak bukan salah Akira.
2023-06-21
6
Indriharteu
kasian juga si Akira ya, makin penasaran kelanjutannya
2023-05-11
0
Indriharteu
jahat banget sih
2023-05-11
1